Pesan SBY untuk Presiden Prancis Macron: Semoga Anda Bisa Menjadi Pemimpin yang Lebih Bijaksana

SBY memberikan pesan untuk Presiden Prancis Emmanule Macron terkait karikatur Nabi Muhammad

Editor: Imam Saputro
Istimewa via Tribunnews.com
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 

Ketika memimpin Indonesia dulu, tak pernah lelah saya berjuang, baik di dalam negeri maupun di forum internasional, bagi terbangunnya hubungan antara Barat dan Islam yang lebih teduh dan lebih harmonis.

Saya mengerti teori Huntington tentang Clash of Civilization dan pandangan Dominique Moisi tentang Geopolitics of Emotion, yang menggambarkan adanya masalah yang fundamental dalam hubungan dunia Barat dan dunia Islam. Justru di sinilah saya berpikir dan berpendapat, perlunya membangun jembatan atau dialog antara Islam dan Barat, agar satu sama lain saling memahami. Bukan hanya saling bicara, tetapi juga saling mendengar. Dengan cara itu saya yakin akan lebih terbangun sikap saling hormat menghormati dan saling bertoleransi, sehingga benturan antar keyakinan dan identitas tidak makin menjadi-jadi.

Konkretnya, sekali lagi, hentikanlah menggambar karikatur tokoh yang sangat dihormati oleh umat Islam itu, Nabi Muhammad SAW. Janganlah karikatur Nabi Muhammad justru dijadikan contoh pembenar bagi mutlaknya kebebasan. Sebaliknya, yang bijak dan mendidik adalah bila mengatakan seperti ini... “meskipun kebebasan itu hak yang asasi bagi setiap manusia, namun tak berarti tidak ada batasnya. Contohnya, janganlah kita membuat karikatur Nabi Muhammad karena itu akan sangat melukai umat Islam”. Mestinya begitu yang harus disampaikan, dan bukan sebaliknya.

Tanpa harus terus menggambar, menerbitkan dan mempublikasikan karikatur Nabi Muhammad, tidakkah ruang untuk mengekspresikan kebebasan itu sangat luas. Bahkan seluas samudra. Ada ribuan kata, gambar dan bentuk-bentuk lain untuk mengekspresikan sebuah kebebasan.Khusus kepada Presiden Perancis Macron, Anda bisa menjadi pemimpin yang lebih arif dan lebih bijaksana. Tolong imbangi pandangan dan keyakinan Anda, dengan pandangan dan keyakinan pemimpin lain yang berbeda. Ingat, semua bangsa punya hak untuk tinggal dan hidup di bumi ini. Semuanya setara. Tidak boleh ada yang memonopoli kebenaran dan selalu mendiktekan pandangan-pandangannya.

Kami di Indonesia, sebagai sahabat Perancis, juga ingin negeri Anda selalu diberikan kedamaian dan kesejahteraan. Saya juga berdoa bangsa Perancis bisa menjalin persahabatan dan kemitraan yang kuat dengan semua bangsa di dunia, termasuk Indonesia.

Khusus menyangkut keamanan dalam negeri Anda, saya juga berharap Perancis dibebaskan dari berbagai aksi teror dan kekerasan yang kerap terjadi. Terorisme adalah “extra ordinary crimes”, dan sejatinya tak mengenal agama. Radikalisme juga ada di identitas mana pun, agama apa pun.

Saya bukan hanya pandai berkata-kata. Di masa lampau, Indonesia juga mengalami aksi-aksi terorisme yang serius. Kami juga tegas dalam memerangi terorisme. Namun, tidak pernah mengatakan bahwa agama Islamlah yang salah dan bermasalah, seperti nada bicara Anda beberapa saat yang lalu.

Saat ini Anda tengah mendapatkan peluang, untuk mengubah jalannya sejarah. Perubahan ke arah yang lebih baik.

Melalui podcast ini saya ingin menyampaikan pendapat bahwa hak dan kebebasan itu sesungguhnya tidak mutlak. Tidak absolut. Bagaimanapun tetap ada batasnya.

Tidakkah “Universal Declaration of Human Rights” yang diproklamasikan dan diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris, di negeri Anda sendiri Presiden Macron, menetapkan adanya pembatasan, atau limitation. Pembatasan itu berkaitan dengan penggunaan hak dan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang (the exercise of rights and freedoms).

Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 29 Ayat 2, dari Universal Declaration of Human Rights, menurut saya jiwa dan esensinya adalah... “penggunaan hak dan kebebasan itu dibatasi oleh pertimbangan, atau jika berkaitan dengan, moralitas, ketertiban dan keamanan masyarakat, serta kesejahteraan umum”. Saya berpendapat, penggambaran karikatur Nabi Muhammad adalah termasuk dalam lingkup pembatasan ini.

Saya juga mengikuti putusan Mahkamah Hak Asasi Manusia Uni Eropa atas dugaan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW oleh seorang warga Austria, dalam sebuah seminar di tahun 2009. Diputuskan bahwa tindakan seseorang yang didakwa menghina Nabi Muhammad tersebut tidak dilindungi atau tidak sesuai dengan Pasal 10 tentang Kebebasan berpendapat dalam Konvensi Hak Asasi Manusia Uni Eropa.

Putusan mahkamah ini menguatkan putusan Pengadilan Kriminal Wina 15 Februari 2011 dan Pengadilan Banding Wina bulan Desember 2011 atas kasus yang saya utarakan tadi. Mahkamah juga mengatakan bahwa putusan kedua pengadilan di Wina tersebut sudah benar dan adil. Benar dan adil, karena telah mempertimbangkan kebebasan berpendapat warga negara Austria tersebut, sekaligus dihadapkan dengan hak masyarakat (khususnya Muslim) di Austria untuk menjaga kehormatan agama mereka, serta hak pemerintah Austria untuk menjaga perdamaian antar umat beragama di negeri itu.

Cerita tentang putusan Mahkamah HAM Uni Eropa ini perlu saya angkat, untuk 2 alasan.

Alasan pertama, hal ini bisa menginspirasi dan menjadi pembanding bagi negara dan masyarakat Perancis, tentang batas-batas sebuah kebebasan. Saya tahu, Perancis adalah negara terkemuka dan punya peran penting di komunitas Uni Eropa, bahkan di Perserikatan Bangsa Bangsa. Saya berharap, jiwa dan esensi putusan Mahkamah HAM Uni Eropa tersebut juga menyiratkan nilai-nilai (shared values) yang dianut oleh Uni Eropa secara keseluruhan.

Sumber: Tribun Palu
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved