Ada Indikasi Unlawful Killing, Komnas HAM Rekomendasikan Penembakan Laskar FPI Diproses Pidana

Komnas HAM menyatakan ada indikasi unlawful killing pada kasus penembakan anggota Laskar FPI, dan merekomendasikan kasus ini diproses secara hukum.

Editor: Imam Saputro

TRIBUNPALU.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan hasil penyelidikan terkait kasus penembakan Laskar FPI.

Penembakan ini terjadi di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat pada 7 Desember 2020.

Pengumuman hasil penyelidikan oleh Komnas HAM ini disiarkan secara langsung di kanal Youtube Kompas TV, Jumat (8/1/2021).

Komnas HAM menyimpulkan terjadi kontak tembak antara 6 laskar FPI dan polisi, serta adanya pelanggaran HAM.

"Kasus di KM 50, terdapat 4 anggota FPI yang masih hidup dan dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk pelanggaran HAM," ujar Mohammad Chairul Anam, Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM.

Selain itu, Anam juga mengatakan adanya indikasi tindakan Unlawful Killing pada kasus ini. 

"Terdapat catatan, penembakan sekaligus terhadap 4 orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa, mengindikasikan adanya tindakan unlawful killing terhadap 4 orang anggota Laskar FPI," ujar Alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini. 

Ia menyebutkan, tewasnya 4 anggota Laskar FPI ini yang disebut dengan peristiwa pelanggaran HAM.

Komnas HAM Temukan Dua Konteks

Komnas HAM juga menyatakan ada dua konteks berbeda terkait tewasnya 6 anggota Laskar FPI.

Konteks pertama, soal tewasnya dua anggota Laskar FPI yang terjadi di Jalan Internasional Karawang hingga diduga sampai KM 48 Tol Cikampek.

"Substansi konteksnya, merupakan peristiwa saling serempet antarmobil dan saling serang antarpetugas," terang Anam. 

Ia juga menambahkan, bahkan terjadi peristiwa tembak menembak menggunakan senjata api. 

Konteks yang kedua terjadi setelah KM 50 Tol Cikampek.

Saat itu, ada 4 anggota Laskar FPI yang masih hidup dibawa oleh polisi, namun kemudian dinyatakan tewas.

Tewasnya 4 anggota Laskar FPI yang berada di bawah pengawasan petugas negara ini disebut Anam sebagai bentuk pelanggaran HAM. 

"Peristiwa KM 50 ini merupakan bentuk pelanggaran HAM," ujar pria kelahiran Malang ini. 

Empat Rekomendasi Komnas HAM

Komnas HAM juga menyampaikan 4 buah rekomendasi terkait hasil penyelidikan kasus penembakan Laskar FPI ini.

Pertama, peristiwa tewasnya empat Laskar FPI merupakan kategori pelanggaran HAM. 

“Karena merupakan kategori pelanggaran HAM, komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana,” tegas Anam. 

Ia juga menambahkan kasus ini tidak boleh diselidiki secara internal, namun harus dengan mekanisme pengadilan pidana.

Rekomendasi kedua, adalah mendalami dan melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang terdapat dalam dua mobil Avanza hitam B 1759 PWQ dan Avanza silver B 1278 KJD.

“Rekomendasi ketiga yaitu untuk mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh Laskar FPI,” lanjutnya.

Terakhir, pria kelahiran 1977 ini menyampaikan bahwa Komnas HAM meminta proses penegakan hukum, akuntabel, objektif dan transparan sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia.

Tanggapan Polri

Dilansir dari Tribunnews.com, Polri menyampaikan apresiasinya terkait hasil penyelidikan.

Melalui Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, Polri juga menyatakan menghargai rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM.

"Tentunya, yang pertama, Polri menghargai hasil investigasi dan rekomendasi dan komnas HAM," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/1/2021).

Meski demikian, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Komnas HAM mengenai hasil investigasinya tersebut kepada Polri.

Pria kelahiran Sleman ini menyatakan, Polri akan mengkaji ulang hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM.

Selanjutnya, ia menegaskan Polri melakukan penyidikan terkait kasus bentrokan FPI-Polri selalu berlandaskan hukum.

"Penyidik maupun Polri dalam melakukan suatu kegiatan penyidikan suatu tindak pidana tentunya berdasarkan keterangan saksi keterangan tersangka barang bukti maupun petunjuk," tegas Kadiv Humas Polri ini.

Ia menambahkan, semua hal ini akan ditentukan di persidangan.

"Tentunya nanti semuanya harus dibuktikan di sidang pengadilan," lanjut Anam. 

Sumber: Kompas TV
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved