Palu Lifestyle
Kenang TrioBencana Sulteng, 60 Pemuda Sigi Bangun Ranjang Gantung di Sigi Likuefaksi Park
Taman likuefaksi berlokasi di Desa Lolu jadi destinasi wisata baru di Kabupaten Sigi, sekitar 16 km dari Kota Palu, atau 35 menit perjalanan darat
Laporan Wartawan TribunPalu.com: Lia Abast
PALU, TRIBUNPALU.COM,- Sekitar 60 pemuda dan pemudi desa di Kabupaten Sigi berkreasi.
Mereka membangun taman sederhana di hutan jati. Di venue monumen bencana ini, mereka membangun ranjang gantung atau hammock.
Tanah bekas bencana likuefaksi atau pergeseran permukaan tanah saat gempa dan tsunami, 28 September 2018 lalu, disulap jadi taman wisata publik.
Secara adminstratif, lokasinya di RT16, Dusun 4, Desa Lolu, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Monumen Likuefaksi Park atau Taman Likuefaksi ini berlokasi di Desa Lolu.

Mereka berharap inisiatif mereka akan menjadi destinasi wisata alternatif di Kabupaten Sigi, dan Sulawesi Tengah.
Jaraknya sekitar 16 km dari Kota Palu, atau 35 menit perjalanan darat.
Taman wisata sederhana ini mereka beri nama Taman Likuefaksi.
Pengoperasian taman ini bertepan dua tahun datangnya "TrioBencana alam Sulteng itu, Senin, 28 September 2020.
Setidaknya ada 60 pemuda Desa Lolu ikut menggagas, merancang, dan membangun taman 'monumen" bencana alam dengan 7,4 magnitudo ini.
Adalah Qyqy Palurante menjadi dalang dari Taman Likuefaksi.
Ia merupakan Ketua RT16 Dusun 4, Desa Lolu.
Anak muda ini mengajak semua pemuda di Desa Lolu untuk terlibat.
Alhasil sebuah wisata di tengah pendemi COVID-19 resmi dibuka untuk umum.
“Butuh tiga bulan untuk membersihkan tanah likuefaksi ini menjadi taman seperti sekarang ini. Korbankan tenaga dan biaya,” ucap salah satu pemuda Desa Lolu, Mohammad Izmul Azam (27), Kamis (28/1/2021).
Sebelumnya, tanah geser itu adalah hutan pohon jati.
Kondisi pohon yang sudah mati dan kering jadi ciri khas Taman Likuefaksi.
“Kami patungan untuk membeli bunga taman. Mempercantik taman dan kita kerjakan sama-sama,” sebut Azam.
Taman ini dibuka mulai pagi hingga malam hari.
Pengunjung juga diizinkan untuk menginap.
Tidak perlu takut, taman ini sudah diberi penerang.
Bahkan ada juga lampu hias berwarna warni.
“Soal situasi sekitar, aman. Kami jaga 24 jam,” tuturnya.

Para pemuda desa ini menyiapkan "ranjang gantung" atau hammock.
Menarik taman ini juga dilengkapi dengan foto-foto peristiwa pascagempa dan likuefaksi di Sigi.
Beberapa potret kejadian diabadikan di taman ini.
“Sesuai namanya. Sebagai pengingat ya kita taruh foto-fotonya agar pengunjung bisa lihat,” kata Azam.
Taman Likuefaksi biasanya ramai di sore hari hingga malam.
Pengunjung hanya akan dibebankan ongkos Rp 5 ribu per orang.
Untuk biaya masuk ini kemudian dialokasikan menjadi biaya pemeliharaan.
Jangan kuatir, Taman Likuefaksi ini juga taat protokol kesehatan.
Pengunjung wajib menggunakan masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan.
“Beberapa kali ada event di sini. Kita tetap protokol kesehatan,” jelasnya. (*)