Bantah Tudingan Amien Rais, Jokowi : Saya Tidak Ada Niat dan Tidak Berminat Jadi Presiden 3 Periode
Amien Rais yang menyebut ada skenario mengubah masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode, Jokowi tegas menolak
TRIBUNPALU.COM - Presiden Joko Widodo kembali menegaskan sikapnya terkait wacana perubahan 3 periode presiden, Jokowi memberikan respon.
Dirinya menyebutkan bahwa dirinya adalah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia berdasarkan konstitusi.
Oleh karena itu, pemerintahannya akan berjalan tegak lurus dengan konstitusi tersebut.
Dilansir dari Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, ia menjabarkan responnya.
“Apalagi yang harus saya sampaikan? Bolak-balik ya sikap saya tidak berubah,” ujar Presiden
Pernyataan tersebut diucapkan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (15/3/2021).
Baca juga: Benarkah Setelah Terima Vaksin COVID-19 Seseorang Justru Akan Lebih Mudah Terinfeksi ? Ini Faktanya!
Baca juga: Nikita Mirzani Ngaku Tampil Dewasa karena Pacar Baru, Amelia Natadipura: Bentar Lagi Disuruh Hijab
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara juga menegaskan sama sekali tak memiliki niat untuk menjadi presiden tiga periode.
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur masa jabatan presiden selama dua periode.
Hal tersebut tentunya harus dipatuhi bersama.
“Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak berminat juga menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanatkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama-sama,” tuturnya.
Menurutnya, di tengah pandemi saat ini, semestinya seluruh pihak mencegah adanya kegaduhan baru.
Seluruh pihak diharapkan bersama-sama seluruh elemen bangsa untuk bahu membahu membawa Indonesia keluar dari krisis pandemi.
Seluruhnya dilakukan untuk menuju lompatan kemajuan baru.
“Janganlah membuat kegaduhan baru. Kita saat ini tengah fokus pada penanganan pandemi,” kata Presiden.
Adapun isu perubahan masa jabatan periode presiden ini muncul dari pernyataan pendiri Partai Ummat Amien Rais yang menyebut ada skenario mengubah masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode melalui Sidang Istimewa MPR.
Tolakan dari Partai Demokrat
Partai Demokrat menyatakan dengan tegas menolak adanya rencana penambahan masa jabatan presiden menjad tiga periode.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani.
Menurut Kamhar, kekuasaan yang lama akan cenderung mengarah pada tindakan korupsi.
"Bahaya dari ini telah diingatkan Lord Acton “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," kata Kamhar, Minggu (14/3/2021).
Baca juga: Tolak Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Partai Demokrat: Kekuasaan Itu Cenderung Menggoda
Kamhar menuturkan, tidak adanya masa jabatan presiden telah menyebabkan sejarah buruk di era Orde Lama dan Orde Baru yang terjebak pada jebakan kekuasaan dan ingin terus-menerus berkuasa.
Menurut dia, perubahan masa jabatan presiden menjadi dua periode melalui amendemen UUD 1945 merupakan bentuk koreksi agar sejarah buruk itu tidak terulang.
Kamhar pun menilai tidak ada urgensi untuk memperpanjang masa jabatan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dinilainya tidak mampu meraih prestasi luar biasa di bidang ekonomi, politik, dan hukum.
"Biasa saja, malah dibidang politik dan hukum ada beberapa indikator yang mengalami penurunan," kata dia.
Ia menambahkan, wacana mengubah masa jabatan presiden juga muncul di periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lalu.
Namun, Kamhar menyebut, SBY saat itu mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan.
"Kekuasaan itu cenderung menggoda, karenanya dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan dalam menjalankan dan memposisikan kekuasaan agar terhindar dari jebakan kekuasaan," ujar Kamhar.
Tolakan dari Partai PDI-P
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDI-P) Ahmad Basarah menilai, masa jabatan presiden yang diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berlaku dua periode sudah cukup ideal dan tidak perlu diubah.
Menguatkan argumennya, Basarah menilai bahwa mengubah UUD terkait masa jabatan presiden sangat riskan dan berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebab, menurutnya hal tersebut justru bertujuan hanya untuk melayani kepentingan perorangan.
Baca juga: Ramai Soal Masa Jabatan Presiden jadi 3 Periode, PDI-P: 2 Periode Ideal, Tak Perlu Diubah
"Sebuah perubahan konstitusi harus dilandasi oleh kepentingan serta kebutuhan bangsa dan negara yang lebih besar dan visioner," jelasnya.
Sejauh ini, lanjut dia, PDI-P belum pernah memikirkan apalagi mengambil langkah-langkah politik mengubah konstitusi.
Terlebih hanya untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
"Demikian juga di MPR, kami belum pernah membahas isu masa jabatan presiden tersebut dan mengubahnya menjadi tiga periode," ungkapnya.
Kendati demikian, ia menekankan perlu adanya kepastian akan kesinambungan pembangunan nasional dalam setiap pergantian kepemimpinan.
Sehingga, kata dia, program pembangunan nasional tidak ikut berganti seiring visi dan misi presiden berikutnya.
"Pola pembangunan nasional seperti itu, ibarat tari Poco-Poco, alias jalan di tempat," ujarnya.
Atas dasar tersebut, Basarah berpandangan bahwa hal yang dibutuhkan bangsa saat ini adalah perubahan terbatas UUD 1945 untuk memberikan kembali wewenang MPR dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Bukan menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode, karena hal tersebut bukan kebutuhan bangsa kita saat ini," pungkasnya.
(TribunPalu.com/DindaNalifa)