Ekonomi Merosot Akibat Pandemi, Jumlah Orang Kaya di Indonesia Justru Makin Banyak
Sektor ekonomi terguncang akibat pandemi COVID-19 yang melanda seluruh penjuru dunia sejak tahun 2019.
TRIBUNPALU.COM - Sektor ekonomi terguncang akibat pandemi COVID-19 yang melanda seluruh penjuru dunia sejak tahun 2019.
Tak hanya Indonesia, hampir seluruh negara di dunia mengalami keadaan ekonomi yang merosot selama pandemi COVID-19.
Tapi anehnya, jumlah orang kaya justru mengalami peningkatan di tengah kemerosotan ekonomi tersebut.
Data lembaga keuangan Credit Suisse menunjukkan jumlah penduduk dengan kekayaan bersih US$ 1 juta atau lebih yang tercatat sebanyak 171.740 orang pada tahun 2020.
Dilansir dari Serambinews.com, jumlah tersebut meningkat 61,69% year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019 yang sebanyak 106.215 orang.
Selain itu meningkat dari jumlah pada tahun 2014 yang hanya 98.487.
Baca juga: Antisipasi Perlambatan Ekonomi Selama PPKM Darurat, Pemerintah Siapkan Berbagai Bantuan Sosial
Baca juga: 26 Perwakilan Dispusarda se-Sulteng Ikut Sosialisasi Penyusunan NPP di Palu
Baca juga: Daftar HP Oppo, Vivo, Samsung, Xiaomi Harga Rp 1 Jutaan: Oppo A15 hingga Samsung Galaxy M12
Lembaga tersebut juga mencatat, jumlah orang Indonesia sangat kaya atau dengan kekayaan tercatat lebih dari US$ 100 juta pada tahun 2020 sebanyak 417 orang atau meningkat 22,29% yoy dari jumlah pada tahun 2019.
“Kami melakukan perhitungan dengan pendekatan berbasis regresi untuk 144 negara di dunia. Regresi terpisah dijalankan untuk meneliti aset keuangan serta aset dan kewajiban non-keuangan,” ujar lembaga tersebut dalam laporannya, seperti dikutip Senin (12/7/2021).
Untuk Indonesia sendiri, lembaga tersebut menggunakan sistem survei, daripada data HBS.
Karena bila tidak menggunakan survei, maka seringkali data kekayaan yang muncul malah jauh lebih rendah.
Selain itu, lembaga tersebut juga membuat tiruan untuk menangkap data per wilayah.
Tak hanya itu, lembaga tersebut juga membuat perhitungan untuk mengukur guncangan perekonomian terhadap Indonesia, seperti krisis keuangan global atau tren lain yang bisa mengguncang perekonomian dan sistem keuangan.
Ekonom senior INDEF Faisal Basri turut menanggapi akan hal ini.
Menurutnya, ini adalah suatu yang kontras, apalagi pandemi Covid-19 mengakibatkan perekonomian gonjang-ganjing dan jatuh ke dalam jurang resesi.
“Pandemi ini mengakibatkan perekonomian Indonesia merosot (kontraksi). Namun, jumlah orang dewasa dengan kekayaan di atas US$ 1 juta juga naik tajam sebesar 61,7%,” ujar Faisal dalam laman Twitter pribadinya, @FaisalBasri seperti dikutip Senin (12/7/2021).
Selain itu, ekonom Awalil Rizky juga memaparkan analisis serupa di laman Twitter pribadinya.
Ia menyebut, memang data tersebut harus juga dibandingkan dengan data pengeluaran penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Namun, ini juga tak menutup kemungkinan bahwa ada indikasi kelompok penduduk kaya dan sangat kaya justru bertambah kekayaannya selama pandemi berlangsung.
Ekonomi Melambat Selama PPKM, Pemerintah Siapkan Skenario Perpanjangan 6 Pekan
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat akan akan diperpanjang hingga enam minggu dari semula diberlakukan mulai 3 hingga 20 Juli 2021.
Baca juga: Remaja 13 Tahun Jadi Istri ke-5 Pria 48 Tahun, Kini Rawat Anak Suami yang Seumuran Dengannya
Baca juga: Daftar HP Oppo, Vivo, Samsung, Xiaomi Harga Rp 1 Jutaan: Oppo A15 hingga Samsung Galaxy M12
Baca juga: PPKM, Polres Palu Perketat Protokol Kesehatan untuk Pelayanan SIM
"PPKM Darurat selama 4-6 minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus. Mobilitas masyarakat diharapkan menurun signifikan," sebut bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (12/7/2021).
Dalam paparan juga disebutkan, PPKM Darurat sangat berimplikasi kepada pertumbuhan ekonomi.
Dilansir dari Tribunnews,com, Menkeu menyebut, PPKM membuat tingkat konsumsi masyarakat melambat, pemulihan ekonomi tertahan, dan pertumbuhan ekonomi kuartal III diprediksi melambat pada kisaran 4 persen - 5,4 persen.
Pihaknya akan memperkuat belanja APBN. Sebelumnya, pemerintah sudah menambah belanja di sektor kesehatan dan perlindungan sosial dalam program PEN.
Penambahan anggaran dua sektor tersebut berasal dari refocusing dan realokasi sektor lainnya, seperti bantuan UMKM dan Korporasi, serta program prioritas.
"Belanja APBN diperkuat untuk merespons dampak negatif peningkatan kasus Covid-19 kepada perekonomian. Diperlukan akselerasi vaksinasi, efektifitas PPKM Darurat, dan kesiapan sistem kesehatan," sebut paparan tersebut.
Isu PPKM darurat yang akan diperpanjang hingga 17 Agustus 2021 memang sempat mencuat, namun dibantah Juru Bicara Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarves) Jodi Mahardi.
Pihaknya juga menegaskan bahwa saat ini pemerintah masih sesuai dengan rencana awal di mana PPKM Darurat akan dilakukan dari tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta pemerintah menyusun worst case scenario atau skenario terburuk, bilamana kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tidak cukup efektif menekan tingkat positif harian Covid-19.
Meski demikian, diakuinya worst case scenario membutuhkan dukungan anggaran sangat besar sehingga berkonsekuensi pada perubahan arah kebijakan dan sasaran dari postur APBN 2021 dan Rancangan APBN 2022.
“Mencermati keadaan dunia dan dalam negeri kita akibat Covid-19 dengan tingkat uncertainty tinggi, dan bila tidak terkelola dengan cukup baik, maka akan berdampak luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan kesehatan rakyat,"ujar Said.
"Bila keadaan seperti ini berlangsung lama, maka akan berkonsekuensi mendalam terhadap APBN kita,” ujar Said dikutip dari situs resmi DPR.
Sejauh ini, skenario APBN ditahun 2021 dan 2022 adalah skenario pemulihan segala hal, terutama sosial, ekonomi dan kesehatan. Namun demikian, APBN belum memitigasi skenario gelombang demi gelombang dan pandemi berlangsung lebih lama.
“Minggu lalu saya telah menyarankan pemerintah untuk mulai melakukan refocusing anggaran. Melihat situasi dan potensi risiko yang ada, selain refocusing, pemerintah perlu melakukan kebijakan kebijakan lebih jauh yang komprehensif,”kata Said.
Dia mengatakan, jika harus membuat kebijakan-kebijakan lanjutan, yang berdampak luas baik ekonomi, sosial dan kesehatan, termasuk dalam pelaksanaan worst case scenario, maka pemerintah harus menjalin komunikasi dengan banyak pihak.
Termasuk dengan para pelaku bisnis dan keuangan, dengan persiapan waktu komunikasi yang cukup.
Menurutnya langkah ini penting guna mengantisipasi guncangan pada bisnis dan pasar keuangan yang sejauh ini masih berjalan dengan sehat.
“Saya mendukung penuh langkah pemerintah, khususnya terkait persetujuan anggaran terkait pelaksanaan segala daya upaya dalam penanggulangan Covid-19, termasuk bila dalam pelaksanaan worst case scenario tersebut harus membutuhkan dukungan pembiayaan. Misalnya penerbitan surat utang negara (SUN) karena dampak turunnya penerimaan perpajakan,” kata dia.
Said menegaskan perang total terhadap Covid-19 ini harus terus dilakukan. Apalagi, pandemi telah setahun lebih mendera negeri ini dengan dampaknya yang begitu luas terhadap segenap umat manusia di planet bumi ini.
Tercatat sebanyak 170 negara mengalami kontraksi ekonomi, 44 negara di antaranya berlanjut dengan resesi panjang. Sementara beberapa negara diantaranya kontraksi ekonominya begitu dalam.
“Kita tidak menyangka kawasan Eropa yang selama ini penuh kemakmuran, layanan kesehatan yang sangat memadai, namun beberapa negara seperti Italia, Spanyol, dan Inggris dibuat limbung akibat pandemi,” katanya.(*)