Tak Percaya Luhut Terlibat Bisnis Pengadaan Alat Tes PCR, Ngabalin: Itu Fitnah dari Orang yang Iri
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin buka suara soal tudingan adanya menteri menikmati keuntungan bisnis alat tes PCR.
Sebab, persoalan tes Covid-19 dulu menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi ini.
"Jadi total kalau tidak salah ada sembilan pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini," tutur Jodi.
"Kalau dilihat grup-grup itu kan mereka grup besar yang bisnisnya sudah well established dan sangat kuat di bidang energi, jadi GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham," ujar di
Jodi pun menyampaikan, partisipasi Luhut di GSI ini adalah bagian dari usaha membantu penanganan pandemi pada masa-masa awal Covid-19 masuk ke Indonesia.
Selain itu, melakukan donasi pemberian alat-alat test PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus.
"Pak luhut juga ikut membantu Nusantics, salah satu start up di bidang bioscience, untuk membuat reagen PCR buatan anak bangsa yang saat ini diproduksi oleh Biofarma," ujar Jodi.
"Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," kata dia.
Klarifikasi dari stafsus Erick Thohir
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan, Kementeriannya tidak pernah mengeluarkan kebijakan wajib PCR kepada perusahaan-perusahaan pelat merah, dalam menjalankan kegiatan operasional bisnisnya.
Terutama, perusahaan BUMN yang bergerak di sektor transportasi.
Hal tersebut dikatakan Arya, merespon adanya isu dugaan Menteri Erick Thohir yang masuk dalam lingkaran bisnis tes PCR bersama PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Baca juga: Tutorial Download Video dan Reels Instagram, Ada 6 Pilihan Cara, Tak Butuh Aplikasi Tambahan
"Ketentuan mengenai PCR tidak pernah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN," ucap Arya kepada Wartawan, Selasa (2/11/2021).
"Dan sejauh ini, Pemerintah tidak pernah mengeluarkan kewajiban pelaksanaan tes PCR yang menunjuk laboratorium tertentu. Kecuali yang sesuai standar yang ditentukan Kementerian Kesehatan," sambungnya.
Arya juga menampik kabar, kalau bisnis PCR ini menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di lingkungan Kementerian BUMN.
Justru, apabila aturan wajib PCR ini ditiadakan, kegiatan operasional BUMN khususnya BUMN yang bergerak di sektor transportasi, akan lebih menguntungkan.