Trending Topic

Dianggap Legalkan Seks Bebas, Ini Isi Permendikbudristek: Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi tuai pro dan kontra.

Dok. Kemendikbud
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim 

TRIBUNPALU.COM - Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tuai pro dan kontra dikalangan masyarakat khususnya mahasiswa.

Berikut ini isi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi tuai pro dan kontra.

Sejumlah kalangan menilai, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini melegalkan seks bebas.

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan anggapan tersebut terjadi karena kesalahan persepsi.

Baca juga: Popularitas Prabowo Unggul Dibandingkan Sandiaga Uno, Ganjar dan Anies Baswedan Beda Tipis

Baca juga: Pertempuran Antar Geng Pecah di Penjara, Napi Saling Serang hingga 58 Orang Tewas Mengenaskan

Mendikbud Nadiem Makarim
Mendikbud Nadiem Makarim (Instagram.com/kemdikbud.ri/)

"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan."

"Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah ‘pencegahan', bukan ‘pelegalan',” ucap Nizam, dikutip dari laman Kemendikbud Ristek, Senin (8/11/2021).

Sementara itu mengutip dari Kompas.com, Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Prof Lincolin Arsyad mengatakan, ada pelegalan seks bebas di pasal 5 ayat 2 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.

"Pertama, aturan itu mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang- undang, seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional."

"Kedua, Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi," ucap Lincolin.

Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam Sambutan Hari Kesaktian Pancasila (Tangkap Layar Youtube KEMENDIKBUD RI) Jumat (1/10/2021) (Tangkap Layar Youtube KEMENDIKBUD RI)

Baca juga: Pensiun dari MotoGP, Berapa Total Kekayaan Valentino Rossi?

Lalu, seperti apa isi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021?

Pasal 5

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;

c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;

d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;

e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;

Baca juga: 3 Info Lowongan Kerja Sulteng Terbaru, Tersedia untuk Lulusan SMA hingga S1

Baca juga: Berita Populer Sulteng: HMI Gelar Deklarasi & Talkshow Duta Siber Sulteng hingga HUT Brimob

f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;

j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;

k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;

l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;

m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;

o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;

p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;

q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;

r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;

s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;

t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau

u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:

a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;

c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;

d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;

e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;

f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau

g. mengalami kondisi terguncang.

(Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved