KKB Papua

Awal Mulai Lahirnya KKB Papua, Ternyata Sudah Tebar Teror Sejak 56 Silam

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua hingga saat ini masih menebar teror di Bumi Cenderawasih.

Handover
Foto Ilustrasi KKB Papua. 

TRIBUNPALU.COM - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua hingga saat ini masih menebar teror di Bumi Cenderawasih.

Tak hanya merusak fasilitas umum, KKB Papua juga tak segan-segan menyerang masyarakat sipil.

Bahkan, belakangan teror KKB Papua mulai diarahkan kepada prajurit TNI-Polri yang bertugas menjaga keamanan di Papua.

Korban jiwa pun berjatuhan akibat aksi-aksi brutal KKB Papua.

Lalu, bagaimana sejarah KKB Papua mulai eksis di Bumi Cendrawasih? termasuk sejarah Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Baca juga: Selama Ini Buru KKB Papua, Satgas Nemangkawi akan Dievaluasi, Tetap Dilanjutkan atau Tidak?

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah istilah umum bagi gerakan prokemerdekaan Papua yang dipicu atas sikap pemerintah Indonesia sejak tahun 1963.

Menurut peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), gerakan prokemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif.

Perlawanan OPM secara bersenjata dilakukan pertama kali di Manokrawi pada 26 Juli 1965, dikutip dari BBC Indonesia, dilansir dari Tribun-Papua.com berjudul Mengenal Apa Itu OPM dan KKB, hingga Bagaimana Sejarah dan Alasannya Terbentuk di Papua.

Sedangkan dari laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) berjudul The Current Status of The Papuan Pro-Independence Movement yang diterbitkan 24 Agustus 2015 menyebut organisasi ini 'terdiri dari faksi yang saling bersaing'.

Baca juga: KKB Papua Ketiban Masalah Besar, Pasukan Elite TNI AU Kini Turun Tangan Buru Lekagak Telenggen Cs

Faksi ini terdiri dari tiga elemen: kelompok bersenjata, masing-masing memiliki kontrol teritori yang berbeda: Timika, dataran tinggi dan pantai utara; kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri -seperti di Pasifik, Eropa dan AS- yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan.

Muncul juga keberadaan KKB atau yang dikenal sebagai Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), yang juga disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Separatis Bersenjata (KSB).

Tokoh masyarakat Papua, Michael Menufandu, mengatakan ada perbedaan antara KKB dengan KSB, dilansir dari Warta Kota.

Sedangkan istilah KSB sering kali digunakan oleh TNI.

Sebagian besar OPM bersenjata, bermarkas di Papua, tetapi ada juga yang tinggal di pedalaman dan di perbatasan Papua Nugini.

Baca juga: Beredar Info Kiai NU Tewas Diserang KKB, Begini Penjelasan Polda Papua

Laporan IPAC menyebut, pada mulanya terdapat tiga komando sayap militer OPM atau KKB.

Goliath Tabuni, yang berbasis di Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, dipandang yang paling kuat dengan cakupan teritorial yang paling luas, meliputi Puncak, Paniai dan Mimika.

Puron Wenda, yang berbasis di Lanny Jaya memisahkan diri dari Goliath sekitar tahun 2010.

Pada Mei 2015, kelompoknya menyatakan "perang total revolusioner" dan mengklaim kelompok Goliat dan yang lainnya berada di bawah komandonya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung ini.

Sementara itu, Richard Hans Yoweni berbasis di Papua New Guinea, namun memiliki pengaruh kuat di sepanjang Pantai Utara.

Lalu muncul Kelly Kwalik sebagai pimpinan OPM di Mimika.

Kelompok Kelly Kwalik pernah menyandera 26 anggota Ekspedisi Lorentz 95 yang beranggotakan warga Indonesia maupun internasional.

Kelly Kwalik lalu tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.

Hingga saat ini, sering muncul nama kelompok KKB yang dipimpin oleh Egianus Kogoya yang sebelumnya berafiliasi dengan OPM pimpinan Goliath Tabuni di Kabupaten Puncak Jaya.

Kelompok Egianus Kogoya saat ini merupakan 'kelompok yang paling agresif' menebar teror kepada aparat dan masyarakat di Nduga.

Salah satu aksi kriminal Egianus adalah saat membantai puluhan karyawan PT Istaka Karya di Nduga, pada tanggal 1-2 Desember 2018, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Bukti Kejamnya KKB Papua, 19 Warga Tewas Dalam Serangan Brutal di 5 Wilayah Titik Merah

Saat itu, puluhan karyawan PT Istaka Karya yang bekerja untuk pembangunan jembatan Jalan Trans Papua di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, disandera oleh kelompok ini.

Sebanyak 25 pekerja pembangunan jembatan itu kumpulkan dan dibawa ke Puncak Kabo dan kemudian dieksekusi.

Lalu, sebanyak 4 orang berhasil melarikan diri dari eksekusi, 2 orang tak diketahui keberadaannya, dan 19 orang dipastikan tewas berdasarkan keterangan salah satu korban selamat.

Lebih lanjut, KKB adalah sebutan penegak hukum Indonesia untuk kelompok militan yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Kendati demikian, tokoh masyarakat Papua, Michael Menufandu, mengatakan ada perbedaan antara KKB dengan Kelompok Separatis Bersenjata (KSB).

"KKB itu istilah yang dipakai oleh polisi supaya bisa anggap ini kejadian kriminal, jadi pakai KKB," kata Menufandu, pada 2018, dilansir dari Warta Kota.

Sedangkan istilah KSB sering kali digunakan oleh TNI.

"Kalau disebut separatis itu berarti harus (dihadapi secara) militer," ujarnya.

Hal yang sama juga pernah diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Pada tahun 2019, mantan panglima TNI itu menilai sebaiknya pemerintah memberi label tidak hanya sekedar kelompok kriminal bersenjata melainkan sebagai kelompok sepratis.

Menurut Moeldoko, label itu akan menentukan kekuatan yang diterjunkan untuk menangani para pelaku.

"Saya sering menyampaikan perlunya mengevaluasi nama itu, kelompok kriminal bersenjata. Pertanyaannya, benar enggak mereka kelompok kriminal? Kalau saya mengatakan, tegas saja, mereka memang kelompok separatis," ujar Moeldoko, pada 2019, seperti dikutip dari Kompas.com.

"Kalau kelompok separatis kan berarti operasi (penumpasan pelaku) ditingkatkan," lanjut dia.

Moeldoko menambahkan, TNI sudah mengetahui persis kekuatan mereka di Papua. TNI juga sudah memiliki peta pergerakan mereka.

Baca juga: Jenderal KKB Papua Minta Hadiah ke Jokowi, Ancam Tebar Teror Jika Tak Dipenuhi

Namun lantaran mereka masih dianggap kelompok kriminal bersenjata, TNI tidak bisa berbuat banyak.

Menurutnya, kondisi demikian justru merugikan institusi TNI sendiri.

"Kalau terus-terusan mereka ini dianggapnya kelompok kriminal, nanti TNI terus-terusan jadi santapan kekuatan mereka. Ya bagaimana? TNI melihat ada kekuatan, tapi enggak bisa di depan, harus polisi yang di depan," ujar Moeldoko.

"Karena kalau disebut kelompok kriminal bersenjata, ya sama saja. Apa bedanya dengan kelompok kriminal di Tanah Abang misalnya? Hal-hal inilah yang perlu kita pikirkan lebih jauh lagi," lanjut dia.

Ketika ditanya apa sebenarnya kendala pemerintah dalam menetapkan para pelaku sebagai kelompok separatis, Moeldoko mengatakan, salah satunya adalah hubungan luar negeri.

Ia tak menjelaskan secara rinci jawabannya tersebut.

Namun, ia berpendapat, kendala-kendala itu harusnya ditembus demi menyelesaikan jatuhnya korban putra terbaik TNI.

"Harus ada sikap baru yang perlu dikonsultasikan lagi lebih jauh ya. Pasti itu akan melibatkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Koordinator Polhukam dan lain-lain," lanjut dia. (*)

(Sumber: TribunKaltim.co)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved