Ada 197 Anak Jadi Korban Asusila di Sekolah/Pesantren di Sepanjang 2021: KPAI: 71 Laki-laki

Kasus asusila terhadap santriwati di Indonesia disebut sebagai fenomena gunung es yang hanya sedikit yang terungkap ke publik.

KOMPAS.COM/DEAN PAHREVI
Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang Pendidikan kepada awak media Senin (20/1/2020). Dirinya menyampaikan fenomena kasus asusila di satuan pendidikan. 

TRIBUNPALU.COM - Kasus asusila terhadap santriwati di Indonesia disebut sebagai fenomena gunung es, hanya sedikit yang terungkap ke publik.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut ada 18 kasus asusila yang terjadi kepada anak di satuan pendidikan. 

"Tidak ditempat yang lain yah, itu totalnya memang ada 18 kasus," katanya dalam kanal Youtube Kompas TV pada Sabtu (1/1/2022).  

Dan dari 18 kasus itu, kebanyakan berada di satuan pendidikan yang di bawah Kementerian Agama (Kemenag). 

Hanya ada empat kasus kasus asusila yang terjadi di sekolah yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 

"Dari 14 tadi (di Kemenag) 12 adalah sekolah boarding school atau sekolah berbasis asrama," ujarnya. 

Berdasarkan data itu, kata dia, dirinya juga melihat ada kerentanan adanya kasus asusila pada sekolah-sekolah berbasis agama termasuk pesantren yang akhir-akhir ini menjadi sorotan. 

Menurut dia, tindakan asusila juga tidak hanya rentan terjadi kepada anak perempuan tetapi juga pria. 

"Dari 197 korban itu terdiri dari 126 perempuan dan 71 laki-laki, jadi anak laki-laki, maupun anak perempuan semuanya rentan mengalami kekerasan seksual," ujarnya. 

Dirinya mengaku prihatin dengan penemuan data yang didapatkannya ini. 

Dalam menjalankan aksinya, Retno juga menyebut bahwa pelaku menggunakan beragam modus mulai dari memberi iming-iming hingga ancaman kepada siswa di sekolah. 

"Semua kasus ini dari 18 kasus, kasus yang sudah diputus (vonis) pengadilan itu baru satu, yaitu kasus di Kota Medan. Pelakunya kepala sekolah itu pun sekolah berasrama," ujar dia. 

Retno berharap ke depan para penyelenggara satuan pendidikan mengadakan monitoring dan evaluasi.

Hal ini menurut dia menjadi penting karena sulitnya pengungkapan kasus asusila di sekolah karena berbagai sebab. 

"Karena kami yakin ini fenomena gunung es, ada kasus-kasus lain tidak terlaporkan, karena  berbagai sebab. Mulai dari kekhawatiran, ketakutan," ujarnya. 

Sumber: TribunWow.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved