Logo Halal Kemenag Jadi Polemik, Ustaz Adi Hidayat: Tidak Boleh Ambigu karena Dampaknya Besar

Logo halal yang diterbitkan Kementrian Agama sedang menjadi polemik di tengah masyarakat.

Handover
Ustaz Adi Hidayat (UAH) 

TRIBUNPALU.COM - Logo halal yang diterbitkan Kementrian Agama sedang menjadi polemik di tengah masyarakat.

Polemik tersebut muncul karena logo halal Kemenag dianggap menyerupai 'gunungan' dalam pewayangan.

Melalui akun Youtube-nya, Ustaz Adi Hidayat ikut memberikan pandangannya terkait polemik logo halal.

Dijelaskan Ustaz Adi Hidayat informasi mengenai halal dan haram tidak boleh bias atau ambigu.

"Ini tidak boleh ambigu karena dampaknya besar.

Baca juga: Jelang Ramadan, Disperindag Palu Bakal Datangkan Minyak Curah 10 Ton

Mengonsumsi yang haram selain dosa juga bisa menghambat doa," tutur dia dilansir dari Youtube Adi Hidayat Official, Rabu (16/3/2022).

Penjelasan halal dan haram

Ustaz Adi Hidayat juga menjelaskan mengenai apa itu halal dan haram dalam pandangan Islam.

Ia mengatakan, halal adalah hukum melekat dalam syariat Islam yang memberikan kepastian apa yang boleh dilakukan atau dikonsumsi.

Sedangkan haram adalah apa yang tidak boleh dan dilarang.

Dijelaskan Ustaz Adi Hidayat, Allah dalam keterangan melalui Alquran maupun penjelasan Nabi di hadist menegaskan hal-hal terkait sifat kebolehan yang diikat oleh hukum syariat itu sifatnya mesti jelas.

"Jelas yang boleh dilakukan dan konsumsi disebut halal

Dan jelas mana yang dilarang dan yang tidak boleh disebut haram," ujarnya dilansir dari Youtube Adi Hidayat Official, Rabu (16/3/2022).

Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, Allah dalam firmannya menyebut kalimat halal pertama di surah kedua Al-Baqarah ayat 168.

Semua manusia tanpa kecuali dipersilahkan kalian menebar di muka bumi untuk mencari kebutuhan pokok guna memenuhi kebutuhan makan.

"Silahkan cari, silahkan makan, yang halal."

Kalimat halal, ucap Adi, dinyatakan secara jelas dan tidak ambigu.

Sehingga tidak menyulitkan bagi Muslim untuk menyikapi hal yang dimaksudkan.

"Apakah ini boleh dilakukan atau dikonsumsi atau tidak.

Syariat harus memberikan kepastian dan kejelasan," tutur Ustaz Adi Hidayat.

Selain di Alquran, mengenai halal dan haral juga diriwayatkan di dalam hadist yakni di HR Muslim 1599 dan HR Bukhari 52.

Beliau menegaskan, yang halal itu mesti jelas dan yang haram juga harus jelas.

"Dan di antara yang halal dan haram ada yang subhat, masih meragukan, belum diketahui halal atau haram.

Boleh jadi ada banyak orang yang tak diketahui statusnya.

Karena itu orang yang tahu harus menjelaskan ini statusnya halal atau haram," papar Ustaz Adi Hidayat.

Karenanya, Ustaz Adi Hidayat berharap Kementerian Agama, MUI, atau ulama terkait lainnya memberikan penjelasan ke masyarakat secara jelas, terang, dan tak boleh ambigu menyangkut halal ini.

Dia menyebut polemik logo halal ini bukan karena urusan seni yang dimana logo halal baru disebut mirip wayang.

"Ini bukan perkara seni. ini bukan perkara filosofi, ini masalah syariat yang harus terang dan jelas," tutur Ustaz Adi Hidayat.

"Ini bukan halal di Indonesia, atau di tempat lain, bukan persoalan menggabungkan adat istiadat, ini ketentuan syariat harus terang dan jelas," sambung dia.

Untuk itu, ia mengusulkan agar logo halal yang diperkenalkan dapat mudah dimengerti dan dipahami.

Misal, bisa ditulis saja dengan tulisan bahasa arab yang terang yakni 'halal'.

Kemudian dibahasa Indonesiakan menjadi halal.

"Atau kalau paling singkat yang sudah ada saja yang sudah familiar di mata masyarakat sudah 32 tahun familiar dengan itu.

Jika ada peralihan kewenangan dari MUI ke BPJH, sekarang tinggal dinganti namnaya dari MUI jadi BPJH, jadi lebih simpel dan mudah di pahami," jelas Ustaz Adi Hidayat.

Ustaz Adi Hidayat kemudian mengusulkan agar MUI dan Kementerian agama duduk bersama untuk menyelesaikan polemik logo halal ini.

"Kemenag dan MUI duduk bersama, dari sana lalu menyampaikan konferensi pers, diterangkan ke masyarakat," ujarnya.

"Sehingga tujuan akhirnya masyarakat mendapat kepastian bukan tafsiran kebingunan apalagi harus memikirkan tentang filososi yang rumit dan bergeser dari tujuan utamanya," kata Ustaz Adi Hidayat.

Filosofi logo halal baru versi Kemenag

Diketahui, logo baru halal dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Kementerian Agama bakal menggantikan label halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini dikenal di tanah air.

Ketentuan mengenai logo baru tersebut tertuang dalam surat Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Surat ini ditandatangani Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham pada 10 Februari 2022.

Surat keputusan itu merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Dilansir oleh laman Kemenag, mengenai filosofi atau arti label halal Indonesia, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham menyebut mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan.

Baca juga: Rusia dan Ukraina Kompak Kecewa dengan Indonesia: Pernyataan Mereka Terlalu Lemah!

Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan Halal Indonesia.

"Bentuk Label Halal Indonesia terdiri atas dua objek, yaitu bentuk Gunungan dan motif Surjan atau Lurik Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Ini melambangkan kehidupan manusia," kata Aqil.

"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf Ḥa, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal," lanjutnya.

Bentuk tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Sedangkan motif Surjan yang juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam.

Di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman.

Selain itu motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.

"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," imbuh Aqil.

Aqil menambahkan Label Halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekundernya.

"Ungu adalah warna utama Label Halal Indonesia. Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi."

"Sedangkan warna sekundernya adalah Hijau Toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," jelas Aqil. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved