Tari Tradisional Sulteng
Tari Luminda di Morowali Bukti Keeratan Hubungan Kerajaan Bungku dan Buton, Cek Sejarahnya
Asal-muasal Tari Luminda pada hakikatnya merupakan sebuah akulturasi budaya antara Kerajaan Buton dan Kerajaan Bungku.
Apabila menolak, maka pria tersebut harus membayar denda satu kupa.

Untuk memulai acara tersebut, pertama-tama gong yang digunakan diberi tanda (pinure) kemudian dibunyikan sebanyak 7 kali oleh seorang khusus (kale).
Begitu pula bila acara tersebut berakhir.
Sedangkan Gerak Palampa, Losa-losa serta Tumadentina, ditarikan dalam pesta-pesta rakyat biasa. Juga biasa dilakukan khusus oleh kerabat istana atau kaum bangsawan.
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Luminda adalah gong (karantu), gong kecil sedang (tafa-tafa), dua gendang serta rincing-rincing (pede-pede).
Busana yang digunakan untuk wanita memakai baju adat bungku, yakni Baju Labu, Baju Poko, atau Kubaeya dengan sarung dan sehelai Salenda (selendang).
Selain itu rambut disanggul yang disebut Tampula Tobungku.
Baca juga: Tari Raego Asal Sulawesi Tengah, Disebut Paduan Suara Tertua di Dunia
Sedangkan untuk penari pria menggunakan baju yang disebut Balhadada (model jas tertutup), memakai Saluara (celana) dengan Safu (sarung) sebatas lutut.
Ada pula Palulu (lenso), serta topi adat yang disebut Tali Kacili (untuk bangsawan), Tali Mpolulu (untuk rakyat biasa).
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda (pada masa Raja Abdul Wahab-Raja Abdul Razak), tarian ini selalu dipentaskan.
Terutama dalam perayaan penobatan Raja-raja Bungku dilaksanakan setiap tanggal 31 Agustus yang merupakan hari kelahiran Ratu Wilhelmina (Belanda).
Beberapa anak-anak suku yang ada di Kerajaan Bungku pada masa itu diundang untuk membawakan Tari Luminda sehingga tarian ini dikenal hampir sebagian dari suku yang ada di Bungku.
Sehingga dalam perkembangannya terjadilah perbedaan cara gerak dan pola gerak dari masing-masing anak-anak suku antara yang satu dengan yang lain.
Namun tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi mengacu pada 4 gerak dasar yang ada.
Di wilayah Menui Kepulauan, tarian ini disebut Luminda Sare.
Dinamakan Sare karena diiringi nyanyian (pantun) yang disebut Sare.
Perbedaan yang mendasar adalah gerak dasar tari dimana gerak penari wanita dan pria sama geraknya seperti gerak tari pria yang dikenal di Bungku dengan dua pola , Gerak Dasar Palampa dan Losa-losa.(*)