4 Tahun Bencana Sulteng

4 Tahun Bencana Sulteng: 2.096 Orang Meninggal, Kerugian Capai Rp 18,48 Triliun

Empat tahun lalu, tepatnya tanggal 28 September 2018, gempa besar dengan magnitudo 7,4 mengguncang Sulawesi Tengah. 

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana Kampung Petobo pascagempa dan tsunami di kawasan Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (3/10/2018) 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Fandy Ahmat

TRIBUNPALU.COM, PALU - Empat tahun lalu, tepatnya tanggal 28 September 2018, gempa besar dengan magnitudo 7,4 mengguncang Sulawesi Tengah

Empat daerah di Sulteng terdampak bencana tersebut, yaitu Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong atau disingkat Padagimo

Gempa dengan pusat di jalur Sesar Palu Koro itu memicu tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 0,5-3 meter. 

Tak hanya itu, guncangan gempa juga menimbulkan fenomena likuifaksi di 4 tempat, yaitu Kelurahan Balaora dan Petobo (Palu) serta Desa Jono Oge dan Sibalaya (Sigi). 

Gempa Padagimo disebabkan adanya Patahan Sesar Palu Koro yang memanjang sekitar 500 km, mulai dari Selat Makassar sampai pantai utara Teluk Bone, Sulawesi Selatan. 

Patahan itu melintas dari Teluk Palu masuk ke wilayah daratan, memotong tengah kota, terus sampai ke Sungai Lariang di Lembah Pipikoro, Sigi. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, kerugian dan kerusakan akibat bencana lebih dari Rp 18,48 triliun.

Kota Palu menjadi daerah dengan kerugian dan kerusakan terbesar mencapai Rp 8,3 triliun.

Disusul Kabupaten Sigi Rp 6,9 triliun, Donggala Rp 2,7 triliun dan Parigi Moutong Rp 640 miliar.

Dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana ini meliputi 5 sektor pembangunan

Di antaranya sektor permukiman Rp 9,41 triliun, infrastruktur Rp 1,04 triliun, sosial Rp 3,37 triliun, ekonomi Rp 4,2 triliun dan lintas sektor Rp 440,9 miliar.

Adapun kerusakan meliputi 115.103 unit rumah, 645 unit layanan agama/rumah ibadah, 340 unit sekolah, perkantoran 78 unit, toko 8.695 unit, jalan 168 titik retak, jembatan 7 unit dan sebagainya.

Peristiwa ini secara keseluruhan mengakibatkan setidaknya 2.096 orang meninggal dunia. 

Masing-masing Kota Palu 1.722 orang, Donggala 171 orang, Sigi 188 orang dan Parigi Moutong 15 orang. 

Kemudian 1.373 orang dilaporkan hilang, 4.438 orang luka berat dan 83.122 lainnya luka ringan. 

Peristiwa ini juga turut menggemparkan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (AS) atau NASA. 

Para ilmuwan NASA memasukkan gempa Padagimo 2018 ke dalam kategori kejadian langka yang tidak seperti gempa pada umumnya.

Bahkan, NASA menyebut gempa ini sebagai supershear Earthquake atau gempa supershear dengan pergerakan sangat cepat.

Gempa supershear adalah gempa bumi di mana penyebaran gelombang pecah di sepanjang permukaan patahan.

Peristiwa ini tergolong langka karena hanya terjadi sebanyak 15 kali dalam catatan sejarah geografi.

Sehingga mereka membuat penelitian gempa berjudul "Early and Persistent Supershear Rupture of the 2018 Magnitude 7.5 Palu Earthquake" dan telah dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience.

Dalam penelitian itu, NASA mengungkap adanya retakan yang bergerak di sepanjang sesar dalam kecepatan yang sangat tinggi.

Hal inilah kemudian memicu gelombang naik turun atau sisi ke sisi yang mengguncang permukaan tanah dan menyebabkan likuifaksi, seperti di Palu dan Sigi.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved