OPINI
OPINI: Kekerasan Pada Perempuan dan Anak yang Tak Kunjung Memudar
KEAMANAN dalam sistem kehidupan hari ini khususnya terhadap kaum perempuan dan anak makin terasa mahal, pasalnya perempuan dan anak selalu dipandang s
Oleh: Marlina Hi Hasan Basri SH
KEAMANAN dalam sistem kehidupan hari ini khususnya terhadap kaum perempuan dan anak makin terasa mahal, pasalnya perempuan dan anak selalu dipandang sebagai kaum yang lemah, banyaknya kasus tindak kejahatan terhadap mereka seperti fenomena gunung es, dimana fakta kekerasan terhadap mereka hanya sedikit yang dapat terekspos, dibandingkan dengan fakta yang sesungguhnya yang jauh lebih besar.
Di Sulawesi Tengah khususnya kabupaten Sigi, yang teranyar dan terbaru adalah kasus Incest atau hubungan Seksual yang terjadi antara saudara kandung.
Hal ini terungkap setelah 5 tahun, sejak sang adik berusia 17 tahun, sang adik kemudian melaporkan perbuatan bejat sang kakak kepada ketua RT “korban bilang sudah berapa bulan ini tidak datang bulan, Dia mengaku sang Kakak lah selama ini yang menjadi pelaku kekerasan seksual itu.
Pelaku selalu mengancam korban setiap ingin beraksi. Pelaku selalu mendapatkan kesempatan setiap ibunya pergi ke kebun. Rumah mereka di wilayah pegunungan terpencil” tegas ketua Satgas penanganan perempuan dan anak (Satgas PPA) Sigi, Salma Masri.
Mandulnya Penegakan Hukum
Banyaknya peristiwa yang terjadi yang menmpa perempuan dan anak sejatinya menunjukkan mandulnya penegakan system hokum yang berlaku di Negeri ini, setidaknya ada empat faktor penyebab tidak tuntasnya hal tersebut, Pertama: produk hukum yang bermasalah yang diadopsi dari hukum perdata perancis (code napoleon) dan Juga KUHP (code Penal), artinya baik hokum perdata dan hokum pidana di negeri ini lahir dari huku barat yang berasaskan sekularisme, yakni pemisahan agama dari sistem kehidupan.
Sekularisme merupakan asas yang mencampakkan aturan Allah SWT, dan hanya mengandalkan akal manusia dalam memutuskan perkara yang serba terbatas dan lemah. Walhasil produk aturan yang dihasilkan pun juga akan bersifat lemah dan serba terbatas.
Kedua: aparat hukum yang bermasalah, dan bukan sudah rahasia umum lagi banyaknya aparat yang terlibat dalam sejumlah kejahatan, dari narkoba hingga tindak pidana korupsi.
Selain itu oligarki menjadikan hukum tajam kebawah pada rakyat dan tumpul keatas pada pejabat dan pengusaha. Akhirnya regulasi yang ditetapkan tidak lepas dari kepentingan penguasa, sedangkan aparat bertugas menjaga kepentingan para oligarki.
Ketiga: materi dan sansi hukum yang bermasalah. Materi da saksi hukum yang tidak lengkap, contohnya tidak adanya aturan tentang interaksi lakilaki dan perempuantermasuk dalam hal batasan aurat, hal ini berdampak pada suburnya pelecahan seksual pada perempuan bahka anak perempuan.
Atau UU TPKS yang menyertakan sexual consent, seolah olah jika alasannya suka sama suka, perbuatan itu menjadi legal, inilah yang menyuburkan perzinahan.
Keempat: Sanksi hukum tidak menimbulkan efek jera. Kadang hanya berupa denda, sehingga tak ayal hanya sanksi sesaat saja, sang pekaku tatkala bebas bisa mengulang perbuatannya untuk sekin kali.
Islam melindungi dan menghormati Perempuan.
Hukum Sekuler jelas tidak mampu membawa umat manusia pada keamanan dan ketenangan yang hakiki. Setidaknya ada enam poin betapa islam dan sistem kehidupannya ampu menyelesaikan persoaan dan kebutuhan umat manusia teermasuk rasa aman.
OPINI : Dokter Jantung Anak Hanya untuk yang Mampu? Potret Buram Akses Kesehatan Publik |
![]() |
---|
OPINI: Korupsi Pendidikan Menggerus Kesehatan Mental Generasi Emas |
![]() |
---|
OPINI : Gas Air Mata dan Kesehatan Mental: PR Demokrasi di Balik Demo 17+8 |
![]() |
---|
OPINI : Meneladani Gaya Hidup Sehat Nabi di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
OPINI: Menuju Indonesia Bebas Kekerasan - Refleksi Tragedi yang Terulang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.