OPINI

OPINI: Proporsional Tertutup pada Pemilu 2024: Konstitusional Namun Tidak Rasional

TELAH  menjadi hal yang lumrah jika setiap perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) akan diwarnai dengan tensi politik yang memanas.

Penulis: Citizen Reporter | Editor: Haqir Muhakir
Handover
Muhammad Muflih Gani SH, Pendiri platform edukasi hukum @lawxorder_ 

PDIP menjadi satu-satunya partai parlemen yang mendukung penerapan proporsional tertutup dimana 8 partai parlemen lainnya menolak bahkan mengancam akan memangkas anggaran MK melalui mekanisme di DPR RI jika memutuskan mengabulkan permohonan PDIP.

Sebenarnya, hingga saat ini baik proporsional terbuka maupun tertutup keduanya bersifat konstitusional. Dasar pemberlakuan proporsional tertutup dapat kita temukan di Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 bahwa peserta pemilihan umum adalah partai politik dan lebih eksplisit lagi pada Pasal 22E ayat (3): “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik”.

Kemudian, jika dikatakan pemberlakuan proporsional tertutup merampas kedaulatan/hak demokrasi rakyat maka hal itu tidaklah benar.

Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, jelas disebutkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (UUD). Apa yang menjadi ketentuan UUD? Yaitu Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3) tadi.

Bahkan secara historis, pemilu pertama Indonesia tahun 1955 menggunakan sistem ini yang kemudian dilanjutkan pada 6 Pemilu di masa Orde Baru.

Sementara proporsional terbuka sendiri baru diterapkan pada era reformasi, dari Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.

Dasar konstitusionalnya pun dapat kita lihat pada Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945: “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” adanya frasa ‘langsung’ inilah yang oleh pembentuk legislasi (DPR) diterjemahkan sebagai pemilihan umum dengan sistem proporsional terbuka dan merumuskannya menjadi produk hukum yaitu Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu.

Terlepas dari itu, menurut penulis memaksakan penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 adalah tindakan yang irasional.

Alasannya sederhana, sebab tahapan Pemilu 2024 telah berjalan sejak 14 Juni 2022 bahkan telah memasuki tahap verifikasi caleg sehingga penerapan proporsional tertutup saat ini hanya akan membawa kekacauan politik.

Contohnya sikap 8 parpol yang menolak, tidak menutup kemungkinan adanya potensi golput secara massal.

Selain itu, partai politik juga harus berkaca dan sadar diri, rakyat mana yang ingin mempercayakan pilihan partai jika parpol itu sendiri secara survei menempati urutan terbawah diantara 11 institusi demokrasi lainnya? (Survei Indikator Politik Indonesia April 2023).

Banyaknya kasus korupsi yang nilainya miliaran hingga triliunan juga didominasi anggota partai politik yang memegang jabatan.

Inikah pilar demokrasi yang ingin kita percayakan untuk memilih calon anggota dewan kita? Yang ada, potensi money politic untuk membeli nomor urut semakin besar.

Caleg juga dinilai hanya akan menjadi corong partai jika terpilih.

Oleh karena itu, melihat status quo, jika ingin menerapkan proporsional tertutup maka partai politik harus kembali merebut kepercayaan rakyat.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved