Soal Mahfud Sebut Majelis Kadang Bisa Dibeli, Jimly Asshiddiqie: Apa Benar Ini komentarnya?

Mahfud MD pesimis dengan kinerja MKMK. Jimly memberikan komentar kaget. Ia tak menyangka Mahfud MD berkata seperti itu. 

handover
Menko Polhukam Mahfud MD dan Majelis MKMK Jimly Ashiddiqie 

TRIBUNPALU.COM - Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi soal Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan sejumlah hakim diperiksa soal dugaan melakukan pelanggaran kode etik.

Pelanggaran ini terkait putusan batasan usia minimal Capres-Cawapres. 

Putusan MK menyatakan kandidat capres berusia 40 tahun bisa mendaftar ke KPU asalkan pernah menjabat sebagai Kepala Daerah. 

Anwar Usman yang merupakan paman Gibran Rakabuming dianggap melakukan nepotisme. 

Dugaan itu semakin kuat setelah Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto. 

Anwar Usman diduga memutuskan mengubah aturan demi keponakannya tersebut. 

Oleh karena itu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melakukan penyelidikan terkait dugaan tersebut. 

Namun, Menko Polhukam Mahfud MD merasa investigasi tersebut tidak akan menunjukkan hasil yang jujur. 

Mahfud MD yang maju dalam Pilpres sebagai Cawapres Ganjar Pranowo mengaku pesimis dengan kinerja MKMK

"Tapi ya jangan terlalu optimis juga karena kadangkala siapa yang akan menjadi majelis itu terkadang bisa dibeli juga, bisa direkayasa juga," kata Mahfud dalam acara bincang-bincang di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (23/10/2023).

KOLASE Mahfud MD dan Anwar Usman.
KOLASE Mahfud MD dan Anwar Usman. (handover)

Meskipun demikian, Mahfud tetap menyerahkan pengusutan kontroversi mengenai putusan MK tersebut kepada MKMK yang baru dibentuk pada hari ini.

Mantan Ketua MK ini pun menegaskan, putusan MK yang membolehkan orang berusia di bawah 40 tahun menjadi calon presiden dan wakil presiden asal pernah menjadi pejabat yang terpilih (elected official) tetap berlaku karena bersifat final dan mengikat. 

"Soal kecurigaan terhadap hakim yang misalnya ada keterikatan emosional dengan pihak tertentu, kemudian mekanismenya ada permainan di balik meja, ada operasi dari seseorang ke rumah-rumah ibu hakim, istri hakim dan sebagainya itu nanti," kata Mahfud.

"Kita serahkan ke tim majelis kehormatan hakim yang katanya sudah akan dibentuk," imbuh dia.

Lebih lanjut, Mahfud juga menegaskan bahwa putusan seperti itu tidak boleh lagi dikeluarkan oleh MK.

Pakar hukum tata negara ini menilai, ada beberapa asas yang dilanggar dalam putusan tersebut, antara lain hakim ikut memutuskan perkara yang berkaitan dengan kepentingan keluarganya.

Seperti diketahui, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka ikut mengambil keputusan dalam perkara tersebut.

Gibran sendiri terbilang diuntungkan dengan putusan MK itu karena membuatnya berhak maju sebagai calon presiden atau wakil presiden.

"Keputusan ini bisa saja terjadi jika situasi pengembangan dan pembangunan hukum masih seperti sekarang, tapi ini jadi pelajaran bagi kita semua agar ke depan itu tidak boleh terjadi lagi," ujar Mahfud.

Diketahui, MKMK yang dibentuk beranggotakan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih, dan hakim MK Wahiduddin Adams.

Mereka akan mengusut dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai membukakan pintu untuk Gibran Rakabuming Raka melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal jabatan Wali Kota Solo.

Jimly: Ya Allah

Terkait komentar Mahfud MD, Jimly memberikan komentar kaget.

Ia tak menyangka Mahfud MD berkata seperti itu. 

Dikutip dari media sosial Twitter @JimlyAshiddiqie, majelis MKMK ini merasa Mahfud MD lupa dengan posisinya sebagai Menko Polhukam

"Ya Allah, apa benar ini komentarnya? Sebaiknya diklarifikasi dulu. Kalau benar ini sangat kasihan, tdk beradab. Sngat tdk pantas masih terus saja jadi pengamat & komentator. Padahal sdh diberi amanat utk kerja sbg Menko, apalagi mau jadi wapres. Mudah2an ini salah kutip,"kata Jimly.

Majelis MKMK Jimly Ashiddiqie Pernah Nyatakan Dukung Prabowo

Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) meragukan integritas anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Ashiddiqie yang telah ditetapkan hari ini, Senin (23/10/2023).

Keraguan itu, menurut Direktur Eksekutif PVRI Yansen Dinata, muncul lantaran Jimly pernah menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto pada Mei 2023.

"Jimmly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimmly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024," ujar Yansen melalui keterangan tertulis, Senin (23/10/2023).

Dengan dukungan itu, dikhawatirkan ada potensi benturan kepentingan yang dilakukan Jimly untuk memutus perkara dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

Sejumlah hakim konstitusi, termasuk Ketua MK Anwar Usman, sebelumnya dilaporkan buntut putusan MK yang membuka pintu masuk bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dapat mencalonkan diri di Pilpres 2024.

Berdasarkan catatan, Jimly pernah menyampaikan dukungan kepada Prabowo pada 1 Mei 2023.

Saat itu, Jimly ikut menghadiri pertemuan antara Prabowo dengan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Jimly mengaku tidak masuk dalam partai politik, tapi dia mendukung Prabowo di dalam kontestasi nasional 2024.

"Ikut mendukung Prabowo jadi capres," tutur dia.

Jimly mengaku bahwa dirinya sudah mengenal Prabowo cukup lama.

Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo kerap meminta pendapatnya terutama dalam persoalan kebangsaan dan kenegaraan.

"Kami berteman sejak muda," tambah Jimly.

(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved