Lebaran 2024

Khutbah di Masjid Raya Palu, Ketua PWNU Sulteng Sebut Idulfitri Perekat Persaudaraan Manusia

Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulteng, Prof Lukman S Thahir menyatakan bahwa Idulfitri 1445 Hijriah menjadi momentum yang merekatkan persaud

Penulis: Zulfadli | Editor: Haqir Muhakir
Handover
Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulteng, Prof Lukman S Thahir menyatakan bahwa Idulfitri 1445 Hijriah menjadi momentum yang merekatkan persaudaraan sesama manusia tanpa melihat latar belakang apapun. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU - Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulteng, Prof Lukman S Thahir menyatakan bahwa Idulfitri 1445 Hijriah menjadi momentum yang merekatkan persaudaraan sesama manusia tanpa melihat latar belakang apapun.

Hal itu digaungkan saat saat bertindak sebagai Khatib Shalat Ied Masjid Agung Baiturrahim, Jl Masjid Raya, Kelurahan Lolu, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah Rabu (10/4/2024). 

"Dengan kembali kepada fitrah, maka sebagai manusia kita harus berhati - hati terhadap tiga hal yang dapat meruntuhkan persaudaraan antar sesama manusia," ucap Prof Lukman. 

Selanjutnya Ketua PWNU Sulteng Sekaligus Rektor UIN Datokarama Palu itu, menyampaikan khutbah tentang merawat kefitrahan pasca Ramadhan.

Baca juga: Wali Kota Palu Rayakan Idulfitri 2024: Semoga Hikmat Bulan Puasa Ditangkap Baik oleh Kita Semua

Prof Lukman menyampaikan bahwa relasi antar sesama manusia atau relasi kemanusiaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dirawat dan dijaga.

"Untuk menjaga relasi antar sesama manusia tersebut, maka manusia harus terus menebarkan kasih sayang dan kebaikan kepada siapapun, dengan tetap menjaga tiga hal yang dapat merusak persaudaraan sesama anak bangsa dalam bingkai NKRI," tuturnya. 

Menurut Prof Lukman tiga hal yang harus diwaspadai oleh manusia dalam kehidupan ini yakni, harta, tahta, dan wanita, di mana, sesama manusia bisa berantam, berkelahi dan mendiskreditkan nilai - nilai kemanusiaan karena tiga hal tersebut.

"Maka puasa yang telah kita jalani selama sebulan di bulan Ramadhan sesungguhnya menjadi pengendali terhadap tiga hal tersebut. Kita semua telah berpuasa di bulan Ramadhan, itu berarti kita kembali kepada tradisi kenabian, agar supaya kita mendapat anugerah dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.

Ia mengingatkan tentang kisah Nabi Adam sebagai salah satu nabi yang disayangi oleh Tuhan, namun, Nabi Adam harus keluar dari surga turun ke muka bumi karena berbuat kesalahan.

"Ketika di bumi, Tuhan memerintahkan kepada Jibril agar menyampaikan kepada Nabi Adam, agar Nabi Adam harus berpuasa. Dengan berpuasa, maka Nabi Adam akan kembali kepada fitrahnya," tuturnya. 

Dengan demikian, puasa menjadi tradisi kenabian yang dapat membentuk kefitrahan sekaligus membentuk karakter manusia dan sebagai pengendali hawa nafsu, yang makna dan subtansinya harus diterapkan oleh manusia dalam kehidupan sosial keagamaan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved