Sulteng Hari Ini

Panggung Politik Ahmad Ali di Parimo Gaungkan Isu Pendidikan dan Kesejahteraan Petani

Ribuan masyarakat membanjiri Lapangan Desa Margapura, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat 5 Juli 2024 malam. Me

Penulis: Zulfadli | Editor: Haqir Muhakir
Handover
Ribuan masyarakat membanjiri Lapangan Desa Margapura, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (5/7/2024) malam. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU - Ribuan masyarakat membanjiri Lapangan Desa Margapura, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat (5/7/2024) malam.

Mereka menghadiri "panggung politik" Ahmad Ali.

Pada kesempatan itu, Ahmad Ali berpidato cukup panjang.

Dia kembali menegaskan soal niatan akan ikut ber kontestasi pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 di Sulawesi Tengah (Sulteng).

Baca juga: Lima Kelompok PKM Universitas Widya Nusantara Palu Terima Dana Program Kreativitas Mahasiswa

"Tapi untuk maju sebagai calon gubernur bukanlah urusan gampang, saya membutuhkan bantuan dan dukungan seluruh masyarakat agar harapan baru Sulawesi Tengah lebih sejahtera bisa kita wujudkan sama-sama," ungkap Ahmad Ali

Ahmad Ali pun mengungkap sejumlah program yang ingin dikerjakan jika nantinya terpilih sebagai gubernur Sulawesi Tengah. 

Di antaranya soal kesejahteraan petani dan jaminan pendidikan bagi anak-anak Sulawesi Tengah.

"Negara harus hadir memberikan garansi untuk setiap lahan pertanian di Sulawesi Tengah. Saya janjikan semua lahan persawahan akan saya asuransikan dan tidak ada lagi cerita gagal panen bagi petani. Tidak ada lagi ketakutan terhadap hama dan tengkulak. Karena semua lahan pertanian diasuransikan," ujar Wakil Ketua Umum Partai Nasdem itu.

Soal pendidikan, Ahmad Ali menyebut saat ini masih banyak anak-anak yang putus sekolah bahkan setelah menyelesaikan jenjang sekolah dasar. 

Hal itu disebabkan masih kurangnya jumlah ruang belajar untuk pendidikan tingkat lanjut.

Menurut Anggota DPR RI dua periode itu, jumlah antara sekolah dasar (SD) dengan sekolah menengah pertama (SMP) tidak sebanding, sehingga ketika anak-anak yang telah lulus SD kesulitan mencari sekolah baru.

"Saya tidak ingin ada lagi anak-anak kita yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Bukan karena orangtuanya tidak mampu membiayai, karena negara menggratiskan pendidikan, tapi jumlah sekolah dan ruang kelas yang tidak mampu menampung," tandasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved