DPR RI Muhidin M Said Beberkan Rahasia Kebijakan Harmonis untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Wakil Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Muhidin M Said membeberkan jurus rahasia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang ditetapkan Pre

|
Editor: Lisna Ali
handover/Golkar
TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI - Wakil Banggar DPR RI Muhidin M Said bicara soal target pertumbuhan ekonomi 8 Persen masa pemerintahan Prabowo - Gibran. 

TRIBUNPALU.COM - Wakil Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Muhidin M Said membeberkan jurus rahasia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.

Menurutnya, untuk bisa mencapai target tersebut dibutuhkan dukungan terhadap kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Wakil Banggar DPR RI Muhidin M Said meminta kebijakan fiskal dan kebijakan moneter harus saling mendukung dan menguatkan, tidak boleh saling melemahkan apalagi saling meniadakan.

"Jika kebijakan fiskal dan moneter bisa berjalan secara harmonis maka kinerja ekonomi akan optimal. Harmonisasi kebijakan ini biasanya dikenal dengan istilah bauran kebijakan." kata Muhidin M Said kepada TribunPalu.com, Jumat (31/1/2025).

Muhidin M. Said membeberkan secara konseptual, terdapat empat kemungkinan skenario bauran kebijakan antara kebijakan fiskal dan moneter, yaitu :

Dari keempat kemungkinan skenario tersebut, menurutnya kebijakan yang harmonis adalah kebijakan yang memiliki arah yang sama yaitu antara skenario kebijakan yang pertama dan yang ke empat. 

"Jika kebijakan fiskal ekspansif maka sejatinya kebijakan moneter juga mendukung ekspansi yang dilakukan pemerintah. Jika pemerintah membuat kebijakan yang kontraktif maka seyogyanya kebijakan moneter juga mendukung langkah-langkah yang dilakukan pemerintah yang mengerem pertumbuhan ekonomi," kata Anggota DPR RI lima periode tersebut.

Ia menambahkan dari bauran kebijakan itu jika harmonisasi ini tidak berjalan maka kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan pemegang otoritas kebijakan moneter dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI) tidak akan berjalan efektif. 

Dan sebaliknya jika skenario bauran kebijakan yang dipilih adalah skenario Kebijakan fiskal ekspansif – kebijakan moneter kontraktif, maka ketika pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, BI akan mengeluarkan kebijakan kontraksi dengan menarik jumlah uang yang beredar dari perekonomian. 

Muhidin M Said menduga langkah ini tentunya akan kontraproduktif dengan kebijakan ekspansioner yang dikeluarkan pemerintah. 

"Langkah-langkah pemerintah untuk menggenjot perekonomian tidak akan berjalan efektif karena terhambat kebijakan moneter yang kontraktif," jelas Muhidin M Said.

"Hal yang sama juga jika yang dipilih adalah skenario bauran kebijakan nomor empat, ketika pertumbuhan ekonomi dirasa terlalu cepat sehingga menimbulkan gejala overheating, maka pemerintah akan melakukan pengereman dengan mengeluarkan kebijakan fiskal yang kontraktif. Namun langkah kontraksi ini tidak akan memiliki efek yang optimal jika di sisi lain BI mengeluarkan kebijakan yang ekspansif," tambah politisi kelahiran Soppeng tersebut.

Ia mengumpamakan hal ini melalui penambahan belanja negara.

Melalui tambahan belanja, pemerintah menambah jumlah uang yang beredar di dalam perekonomian.

Uang tersebut diharapkan mampu mendorong sektor riil untuk lebih “bergairah”, berproduksi lebih besar dan berjualan lebih banyak. Namun langkah yang dilakukan pemerintah ini tidak akan optimal jika di sisi yang lain BI melakukan kebijakan kontraktif dengan menarik uang yang beredar dari dalam sistem perekonomian.

Sebagaimana, diketahui BI memiliki instrumen moneter dalam bentuk Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sertifikat Valas Bank Indonesia (SVBI) yang bisa digunakan sebagai chanel untuk menarik uang dari sistem perekonomian.

Jika BI menetapkan imbalan hasil yang tinggi untuk SRBI dan SVBI maka pelaku ekonomi akan lebih memilih berinvestasi di SRBI dan SVBI alih-alih melakukan ekspansi usaha di sektor riil.

Maka, uang yang sudah digelontorkan oleh pemerintah ke sistem perekonomian akan kembali tersedot ke dalam industri keuangan dan sistem ekonomi akan mengalami kekeringan likuiditas dan kinerja ekonomi akan melambat.

Oleh karena itu, menurutya target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang dicanangkan oleh pemerintah hanya akan tercapai jika terjadi harmoni antara kebijakan fiskal dan moneter. 

"Sangat penting bagi pemerintah dan BI untuk saling menjaga agar kebijakan yang dibuat oleh masing-masing tidak saling meniadakan atau berbeda arah,'" terang Muhidin M Said.

Catatan Sejarah Bank Indonesia

Wakil Banggar DPR RI itu menceritakan dari catatan sejarah Bank Indonesia dan pemerintah memiliki harmoni kebijakan yang cukup baik. 

Bank Indonesia selama ini telah menjadi salah satu lembaga negara yang memiliki kinerja yang cukup baik. Di tengah gejolak dan ketidakpastian global serta dinamika ekonomi nasional, Bank Indonesia relatif berhasil menjaga nilai rupiah tetap stabil, seraya menekan inflasi pada level yang relatif rendah.

Bahkan, jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, Indonesia menjadi salah satu negara terbaik yang mampu menjaga stabilitas nilai tukar mata uangnya. Dengan kata lain, Bank Indonesia telah berhasil menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. 

Prestasi yang telah dijalankan oleh BI ini akan kembali diuji.

Jika selama ini Bank Indonesia berhasil dalam mengerem pertumbuhan ekonomi supaya tidak mengalami overheat, maka tantangan selanjutnya adalah bagaimana BI bisa melepas pedal rem sehingga roda perekonomian bisa berjalan lebih cepat dengan konsekuensi sedikit mentolelir stabilitas tingkat inflasi dan juga nilai tukar.

Perubahan Paradigma

Alih-alih “Melepas rem” sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah suatu hal yang jarang dilakukan oleh Bank Indonesia

"Selama ini BI cenderung kontraktif untuk menjaga stabilitas perekonomian. Melepas rem sama saja dengan mengubah paradigma atau bahkan mungkin keyakinan. Bahkan bagian sebagian orang, mengubah paradigma sama dengan mengubah madzhab dan keyakinan, sangat tabu jika tidak mau dikatakan tidak mungkin." jelas Muhidin M Said.

Namun berkaca dari catatan sejarah, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki jiwa kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing menjadi peribahasa yang menggambarkan sifat dan watak asli bangsa Indonesia. 

Muhidin M Said mengajak untuk mengubah paradigma, madzhab, dan keyakinan menjadi hal yang sangat mungkin dilakukan oleh bangsa Indonesia.

Menurutnya, dengan langkah bersama, langkah yang harmonis, searah dan seirama antara pemerintah dan Bank Indonesia, target pertumbuhan ekonomi delapan persen akan lebih mudah atau bahkan lebih cepat tercapai.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved