BMKG Pantau Hilal
Hilal Tak Terlihat di Sulteng, Kanwil Kemenag Tunggu Keputusan Sidang Isbat
Dari hasil pemantauan, Ketua Tim Urais dan Binsyar Kanwil Kemenag Sulteng, Taufik Abdul Azis, menyatakan hilal tidak terlihat di wilayah Sulteng.
Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli
TRIBUNPALU.COM, DONGGALA - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Tengah bersama BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Palu dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) telah melaksanakan pemantauan hilal pada Jumat (28/2/2025) di Gedung Pengamatan Hilal, Desa Marana, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala.
Dari hasil pemantauan, Ketua Tim Urais dan Binsyar Kanwil Kemenag Sulteng, Taufik Abdul Azis, menyatakan bahwa hilal tidak terlihat di wilayah Sulawesi Tengah.
“Dari pemantauan hilal di Desa Marana, posisi hilal berada pada ketinggian 3 derajat dengan elongasi 5,6 derajat. Berdasarkan kriteria MABIMS, ketinggian hilal sudah memenuhi syarat, namun elongasi masih kurang dari batas minimal 6,4 derajat. Oleh karena itu, hilal tidak terlihat di wilayah ini,” ujar Taufik Abdul Azis.
Baca juga: Presiden Prabowo Instruksikan Jaga Harga Pangan Jelang Ramadan
Menurutnya, hasil pemantauan ini akan dilaporkan ke pusat dan menjadi bagian dari pertimbangan dalam Sidang Isbat yang akan dipimpin oleh Menteri Agama RI.
Sidang ini akan mempertimbangkan laporan dari 125 titik pemantauan di seluruh Indonesia, termasuk wilayah Papua dan Sulawesi Tengah yang juga tidak berhasil melihat hilal.
Berdasarkan data hisab yang disampaikan oleh pakar falaq, Ustaz Syarif, ijtima atau pertemuan antara Matahari, Bulan, dan Bumi terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, pukul 08:44 WITA.
Matahari terbenam di Desa Marana pada pukul 18:17 WITA, sementara Bulan terbenam pada pukul 18:35 WITA.
Meski ada selang waktu 18 menit untuk mengamati hilal, elongasi yang masih kurang dari syarat minimal MABIMS membuat kemungkinan perbedaan penentuan awal Ramadan semakin besar.
Baca juga: BREAKING NEWS: BMKG dan Kemenag Pantau Hilal di Donggala, Ini Data yang Dihasilkan
Ustaz Syarif menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) dan Kementerian Agama memiliki metode berbeda dalam menentukan awal bulan puasa.
NU cenderung mengistikmalkan (menyempurnakan) bulan Syaban menjadi 30 hari jika tidak ada laporan rukyatul hilal yang valid. Sementara itu, Kemenag menggunakan hisab dan rukyat sebagai dasar penetapan.
"Kriteria ini hanya terpenuhi di Aceh, di mana tinggi hilal dan elongasinya memenuhi standar. Oleh karena itu, wilayah Aceh bisa menjadi penentu dalam penetapan awal Ramadan tahun ini," jelasnya.
Menanggapi kemungkinan perbedaan awal Ramadan, Kemenag Sulteng mengimbau masyarakat agar tetap menyikapi dengan bijak dan menjaga kerukunan.
Baca juga: Prabowo Janji Turunkan Tarif Tol dan Harga Tiket Pesawat Jelang 2 Hari Raya Besar
"Apapun keputusan Sidang Isbat nanti, baik yang mulai berpuasa pada 1 Maret atau 2 Maret, kita harus tetap menjaga stabilitas dan keamanan di Sulawesi Tengah," ujar Taufik Abdul Azis.
Ia berharap masyarakat menerima keputusan dengan lapang dada dan menjadikannya sebagai hikmah dalam menyambut bulan suci Ramadan.
Sementara itu, masyarakat juga diminta untuk menunggu pengumuman resmi dari pemerintah setelah Sidang Isbat selesai.
Keputusan ini akan disampaikan secara nasional oleh Menteri Agama RI dan mempertimbangkan laporan pemantauan dari seluruh Indonesia.
"Kami mengajak masyarakat untuk bersikap tenang dan menunggu keputusan resmi dari pemerintah. Mari kita menyambut Ramadan dengan penuh kebersamaan dan kedamaian," tutupnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.