DPR Dorong Kemendagri Data Pulau Sengketa Antar Daerah

Menurut Toha, penyelesaian konflik batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara seharusnya dijadikan sebagai kesempatan untuk memperbaiki masalah.

Editor: Regina Goldie
Google Map
SENGKETA EMPAT PULAU - Tangkap layar Google Map empat pulau, yakni Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang yang sempat menjadi sengketa pihak Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Indonesia, Jumat (13/6/2025). Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Mohammad Toha, meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengambil langkah konkret dalam mendata seluruh pulau yang berpotensi disengketakan antardaerah. 

TRIBUNPALU.COM - Mohammad Toha, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk segera melakukan tindakan nyata dengan mendata semua pulau yang berpotensi menjadi sumber sengketa antar daerah.

Menurut Toha, penyelesaian konflik batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara seharusnya dijadikan sebagai kesempatan untuk memperbaiki masalah penentuan batas wilayah secara menyeluruh.

“Penyelesaian sengketa Pulau Aceh dan Sumatera Utara memang patut diapresiasi, tetapi jangan sampai kita lengah. Faktanya, masih ada potensi sengketa wilayah lain yang belum tersentuh. Kemendagri harus proaktif mendata dan memetakan pulau-pulau yang berstatus tidak jelas atau disengketakan," kata Toha dalam siaran persnya, Jumat (20/6/2025).

Dia menilai, keberadaan pulau-pulau kecil yang belum memiliki kejelasan administrasi berisiko memicu konflik horizontal antar pemerintah daerah. 

Oleh karena itu, Toha menekankan pentingnya pencegahan dini sebelum masalah berkembang menjadi konflik sosial atau sengketa hukum berkepanjangan.

“Kalau dibiarkan, ini bisa menimbulkan ketegangan antardaerah, bahkan bisa mengganggu pelayanan publik dan pembangunan wilayah. Karena itu, Kemendagri harus segera turun tangan, menengahi, dan menyelesaikan sengketa yang ada,” ujarnya.

Toha juga mendorong Kemendagri melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, Badan Informasi Geospasial (BIG), serta kementerian/lembaga terkait lainnya dalam penyusunan peta wilayah yang sah dan diakui bersama.

“Pendataan dan penetapan batas wilayah harus berbasis data geospasial yang akurat dan disepakati semua pihak. Ini bagian dari menjaga integrasi wilayah NKRI sekaligus memperkuat otonomi daerah yang sehat,” ucapnya.

Dia memaparkan sejumlah kasus sengketa batas pulau antarwilayah hingga kini masih terjadi. Di antaranya, tujuh pulau di Pekajang yang berada di perbatasan Provinsi Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.

Pulau-pulau itu kembali diperebutkan setelah mencuatnya sengketa antara Aceh dan Sumut.

Selain itu, terdapat sengketa atas 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di Jawa Timur. Pulau-pulau ini berada di sekitar Kecamatan Munjungan dan Panggul di Trenggalek, serta Kecamatan Pucanglaban di Tulungagung. 

Sengketa muncul akibat klaim tumpang tindih atas sejumlah pulau kecil tak berpenghuni. Masyarakat setempat menyebut pulau-pulau itu berada di wilayah Trenggalek, sementara dalam peta resmi Tulungagung, sebagian pulau dianggap sebagai bagian kabupaten tersebut.

"Kemendagri harus bijak dalam menyelesaikan sengketa pulau. Pemerintah harus mengedepankan fakta dan sejarah kepemilikan pulau tersebut," ucap Toha. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved