Komisi III DPR RI Gelar RDPU Bahas Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
Dalam pengantarnya, Habiburokhman menyampaikan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan kekhawatiran serius mengenai prinsip pembagian kekuasaan.
TRIBUNPALU.COM - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengatur pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Rapat berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat (4/7/2025) dan dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
RDPU ini menghadirkan sejumlah tokoh yang dianggap memiliki perspektif mendalam dalam bidang hukum tata negara dan penyelenggaraan pemilu, yakni mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, mantan Komisioner KPU Valina Singka Subekti, dan praktisi hukum yang juga pernah menjabat sebagai anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari.
DPR Soroti Dugaan Pelampauan Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Dalam pengantarnya, Habiburokhman menyampaikan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan kekhawatiran serius mengenai prinsip pembagian kekuasaan (separation of powers) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Ia menyebut MK telah memasuki ranah open legal policy, yang seharusnya menjadi kewenangan eksklusif lembaga legislatif, yakni DPR bersama Presiden sebagai pembentuk undang-undang.
“Putusan ini telah menimbulkan polemik di ruang publik, bukan hanya karena substansinya yang memisahkan pemilu, tetapi juga karena dugaan MK telah melampaui batas kewenangan konstitusionalnya. Ini menyangkut prinsip dasar negara hukum dan demokrasi,” kata Habiburokhman.
Menurutnya, keputusan MK tersebut terkesan menciptakan norma hukum baru melalui tafsir konstitusi, alih-alih menguji konstitusionalitas undang-undang sebagaimana mestinya.
“Apakah Mahkamah boleh menetapkan sistem pemilu dalam bentuk pemisahan nasional dan lokal? Ini seharusnya menjadi domain kebijakan politik hukum legislatif, bukan kewenangan lembaga yudikatif," tambahnya.
Inkonsistensi dengan Putusan MK Sebelumnya
Habiburokhman juga menyinggung bahwa putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 ini dinilai inkonsisten dengan putusan-putusan MK sebelumnya, salah satunya Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang menegaskan pentingnya penyelenggaraan pemilu secara serentak dalam satu siklus demokrasi.
“Dulu MK memutuskan pemilu harus serentak sebagai bentuk penguatan sistem presidensial. Kini justru MK menyatakan pemilu serentak itu bermasalah dan perlu dipisahkan. Ini membingungkan publik dan bisa menurunkan legitimasi lembaga peradilan itu sendiri,” jelasnya.
DPR Undang Pakar Hukum dan Mantan Penyelenggara Pemilu
Melalui RDPU ini, Komisi III DPR berharap dapat menggali pandangan kritis dari para pakar dan praktisi hukum guna mengkaji lebih dalam dampak hukum dan politik dari putusan tersebut.
Tiga narasumber yang diundang memiliki latar belakang berbeda namun saling melengkapi, baik dari sisi legal drafting, pengalaman di penyelenggaraan pemilu, maupun perspektif hukum konstitusi.
Rekam Jejak Rusdi Masse, Pengganti Ahmad Sahroni di Komisi III DPR, Punya Harta Rp100 M Tanpa Utang |
![]() |
---|
Keberadaan Ahmad Sahroni Disorot, Netizen Duga Kabur ke Singapura |
![]() |
---|
Rekam Jejak Ahmad Sahroni, Dicopot dari Pimpinan Komisi III DPR Imbas Pernyataan 'Orang Tolol' |
![]() |
---|
Ahmad Sahroni Dicopot dari Komisi III DPR Setelah Ucapannya Viral |
![]() |
---|
Ahmad Sahroni Digantikan Rusdi Masse sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.