Komisi III DPR RI Gelar RDPU Bahas Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Dalam pengantarnya, Habiburokhman menyampaikan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan kekhawatiran serius mengenai prinsip pembagian kekuasaan.

Editor: Regina Goldie
handover
PEMISAHAN PEMILU - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengatur pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. 

“Kami ingin mendengar langsung dari para ahli dan praktisi—baik dari Pak Patrialis, Pak Taufik maupun Ibu Valina—mengenai apakah putusan ini tepat secara hukum, proporsional secara politik, dan realistis dari sisi teknis kepemiluan,” ujar Habiburokhman.

Latar Belakang Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024

Putusan MK ini muncul sebagai respons atas uji materi terhadap ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada yang selama ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pemilu serentak.

Dalam putusannya yang dibacakan pada 26 Juni 2025, Mahkamah menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu serentak secara nasional dan lokal dalam waktu yang bersamaan terbukti menimbulkan sejumlah permasalahan. Di antaranya:

  • Beban kerja berat bagi KPU dan Bawaslu
  • Penurunan kualitas pengawasan dan partisipasi masyarakat
  • Kompleksitas logistik dan distribusi surat suara
  • Terbatasnya waktu kaderisasi partai untuk menyiapkan calon kepala daerah dan legislatif lokal

    “Pelaksanaan seluruh pemilu dalam waktu bersamaan tidak hanya menciptakan kerumitan administratif, tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas demokrasi di tingkat lokal,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan hukum.

    Pemilu Kini Akan Dibagi dalam Dua Tahapan

    Melalui penafsiran konstitusional, MK menyatakan bahwa pemungutan suara dapat dilakukan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu lokal.

    Adapun pemilu nasional akan mencakup:

  • Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
  • Pemilihan anggota DPR RI
  • Pemilihan anggota DPD RI

    Sementara pemilu lokal akan meliputi:

  • Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
  • Pemilihan Bupati/Wali Kota dan Wakilnya
  • Pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota

    Jeda waktu antara dua pemilu ini ditetapkan maksimal dua tahun, atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan hasil pemilu nasional.

Pro dan Kontra di Kalangan Publik

Putusan ini menimbulkan respons yang beragam.

Di satu sisi, beberapa kalangan menyambut baik karena dinilai dapat memperbaiki kualitas penyelenggaraan pemilu dan meningkatkan partisipasi pemilih lokal.

Namun di sisi lain, muncul kritik keras dari kalangan akademisi dan masyarakat sipil yang menganggap MK telah mengambil alih kewenangan pembuat undang-undang.

Sejumlah pihak juga khawatir pemisahan pemilu ini akan memperpanjang siklus politik, memperbesar biaya politik, dan berpotensi meningkatkan instabilitas politik di daerah selama jeda waktu pemilu berlangsung.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved