DPR Desak Pemerintah Perkuat Negosiasi Dagang dan Mitigasi Dampak Tarif Impor AS 32 Persen

Ia menilai kebijakan proteksionis ini dapat mengancam stabilitas ekspor nasional dan memberikan tekanan berat terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.

Editor: Regina Goldie
TribunPalu.com/Handover
Rempah-rempah siap di ekspor Vietnam dan Tiongkok, Senin (29/3/2021). 

TRIBUNPALU.COM - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menyatakan keprihatinannya atas kebijakan Amerika Serikat yang secara sepihak menetapkan tarif impor sebesar 32 persen terhadap seluruh produk asal Indonesia.

Ia menilai kebijakan proteksionis ini dapat mengancam stabilitas ekspor nasional dan memberikan tekanan berat terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.

“Kita tidak bisa memandang enteng dampak kebijakan ini. Industri-industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan produk manufaktur lainnya sangat bergantung pada pasar ekspor AS. Bila bea masuk dinaikkan hingga 32 persen, maka daya saing produk kita akan langsung terpukul,” ujar Puteri dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Rabu (9/7/2025).

AS: Pasar Strategis Kedua bagi Ekspor Nasional

AS merupakan pasar ekspor utama kedua bagi Indonesia setelah Tiongkok. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai US$12,11 miliar atau 11,42 persen dari total ekspor nasional per Mei 2025.

Sektor tekstil, alas kaki, furnitur, serta produk elektronik merupakan beberapa komoditas unggulan yang sangat bergantung pada pasar Amerika.

“Dampaknya bukan hanya akan dirasakan oleh perusahaan besar, tapi juga oleh UMKM dan jutaan tenaga kerja di sektor-sektor terkait,” lanjut Puteri.

Menurutnya, apabila tidak segera ditangani secara strategis, kebijakan ini bisa memperparah defisit neraca dagang serta meningkatkan pengangguran di dalam negeri.

Desakan untuk Diplomasi Ekonomi yang Aktif dan Agresif

Puteri mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri, untuk segera merespons langkah AS melalui negosiasi dagang yang konkret dan bermartabat.

“Kami mendukung penuh upaya diplomasi ekonomi yang lebih aktif dan agresif. Ini bukan hanya soal mempertahankan pasar, tapi juga menunjukkan posisi tawar Indonesia sebagai mitra dagang yang penting secara global,” tegasnya.

Ia juga menekankan perlunya membangun strategic economic dialogue antara Indonesia dan AS, untuk membahas tidak hanya tarif, tetapi juga isu perdagangan digital, standardisasi produk, sertifikasi, serta investasi timbal balik.

Respons terhadap Pernyataan Trump

Menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump, yang membuka peluang penyesuaian tarif jika Indonesia membuka akses pasar dan menghapus hambatan perdagangan bagi produk AS, Puteri menilai bahwa negosiasi harus dilakukan berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.

“Pemerintah harus merespons dengan bijak. Jangan sampai tekanan ini membuat kita mengorbankan kepentingan industri dalam negeri. Justru kita harus menyusun paket negosiasi yang adil, termasuk membuka peluang investasi strategis dan kerja sama industri antarnegara,” ujarnya.

Langkah Mitigasi dan Strategi Diversifikasi Ekspor
Puteri menilai, selain fokus pada diplomasi, pemerintah juga harus mengambil langkah mitigasi domestik untuk mengantisipasi pelemahan ekspor, termasuk:

Memberikan insentif fiskal dan nonfiskal bagi industri terdampak seperti pengurangan pajak, subsidi logistik, dan fasilitasi ekspor.

Membuka pasar-pasar nontradisional melalui percepatan penyelesaian perjanjian dagang seperti IEU-CEPA, I-EAEU CEPA, dan perjanjian dengan negara-negara Afrika, Timur Tengah, serta Amerika Latin.
Mendorong hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor agar lebih kompetitif secara global.

“Diversifikasi pasar dan produk adalah langkah wajib. Kita tidak bisa lagi terlalu bergantung pada satu atau dua negara tujuan ekspor,” tegas Puteri.

Waspadai Limpahan Produk Asing dan Perlindungan Pasar Dalam Negeri
Selain itu, Puteri juga mengingatkan potensi meningkatnya limpahan barang dari negara lain yang kehilangan akses ke pasar AS akibat kebijakan tarif serupa.

“Pemerintah perlu memperketat pengawasan lalu lintas barang impor, terutama di pelabuhan dan perbatasan. Produk-produk ilegal dan murah dari negara lain bisa masuk dan merusak struktur harga dalam negeri jika tidak diantisipasi sejak dini,” katanya.

Puteri juga mendorong penguatan peran Bea Cukai dan pengawasan lintas sektor untuk menanggulangi masuknya barang ilegal dan produk substandar yang dapat merugikan industri lokal.

Peran DPR: Pengawasan dan Rekomendasi Kebijakan

Sebagai anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi sektor keuangan dan ekonomi, Puteri menegaskan bahwa DPR akan terus memantau respons pemerintah terhadap isu ini, termasuk memberikan masukan kebijakan yang relevan.

“Kami akan dorong adanya langkah-langkah konkret di APBN untuk mendukung sektor terdampak, termasuk kebijakan moneter dan fiskal yang adaptif terhadap dinamika global,” tutupnya. (*)

Sumber: Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved