Mahasiswa Gugat UU TNI ke MK, Ini Lima Pokok Permohonannya

Editor: Lisna Ali
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TOLAK RUU TNI - Aksi unjuk rasa yang digelar di depan gerbang Pancasila gedung DPR/MPR, di kawasan Senayan Jakarta, Kamis (20/3/2025). Revisi UU TNI digugat oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, memberikan tanggapannya.

TRIBUNPALU.COM - Sembilan Mahasiswa UI melayangkan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU TNI yang belum lama ini resmi disahkan oleh DPR RI.

Kuasa Hukum Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Abu Rizal Biladina mengungkap alasan dibalik dilayangkannya gugatan Undang-undang (UU) TNI ke Mahkamah Konstitusi.

Pihaknya melihat adanya kecacatan pembentukan peraturan perundang-undangan a quo dalam UU TNI ini.

Sehingga pihaknya memutuskan untuk menggugat uji formil UU TNI ke MK.

Baca juga: Sekretaris Komisi III DPRD Sulteng Ingatkan Perusahaan Bayar THR Pekerja Tepat Waktu

"Alasan kami menguji itu karena kami melihat ada kecacatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan a quo. Jadi, sehingga ya kami menyatakan bahwasanya Undang-Undang tersebut inkonstitusional secara formal," kata Rizal saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025) dikutip dari Kompas.com. 

Ada lima pokok permohonan atau petitum yang dilayangkan para pemohon. 

Pertama, meminta MK mengabulkan seluruh permohonan.

Kedua, menyatakan UU TNI yang baru disahkan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Lalu yang ketiga, itu tentunya kami meminta bahwasanya Undang-Undang tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD 1945," imbuhnya. 

Keempat, mereka meminta agar MK menghapus norma baru dalam UU TNI yang baru disahkan dan mengembalikan norma lama sebelum terjadinya revisi.

"Kelima, seperti biasa memerintahkan keputusan dimuat ke dalam berita negara," ucap Rizal.

Adapun tujuh mahasiswa dan dua penasihat hukumnya tersebut merupakan para mahasiswa aktif FHUI. 

Para pemohon adalah Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan Yuniar A. Alpandi. 

Dalam kesempatan yang berbeda, Rizal menyebut, pemerintah telah kelewatan batas dalam mempermainkan rakyat. 

Rizal merasa selama ini rakyat Indonesia dari berbagai lapisan telah menyuarakan aspirasinya tentang polemik RUU TNI.

Namun, nyatanya berbagai aksi demonstrasi dan suara masyarakat sipil tak didengar oleh pemerintah hingga RUU TNI ini resmi disahkan menjadi UU TNI.

"Disini kami ingin menunjukkan, bahwasanya pemerintah ini sudah kelewat batas dalam mempermainkan rakyat."

"Mulai dari aksi  dan apapun itu yang telah kita perjuangkan sebagai rakyat Indonesia dan dari berbagai lapisan masyarakat sipil tidak didengar," kata Rizal, Senin (24/3/2025) dikutip dari YouTube KompasTV.

Respon Mabes TNI

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menanggapi soal gugatan terhadap revisi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Brigjen Kristomei mengatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada MK terkait gugatan itu. 

"Kami juga menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme yang ada di MK untuk menilai dan memutuskan gugatan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Kapuspen, Senin (24/3/2025). 

Kristomei menegaskan, TNI fokus menjalankan tugas pokoknya sesuai konstitusi.

TNI memastikan, pihaknya menghormati proses hukum yang berlangsung. 

"TNI tetap menghormati setiap proses hukum yang berlangsung di negara ini, termasuk hak setiap warga negara atau kelompok masyarakat untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ujarnya. 

Pengesahan Revisi UU TNI

DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi UU.

Pengesahan itu dilakukan dalam rapat Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan II, tahun 2024-2025 yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, pada Kamis (20/3/2025).

Saat pengesahan beleid tersebut, elemen masyarakat dan mahasiswa melakukan aksi penolakan di depan Gedung DPR RI yang berlangsung ricuh hingga malam hari.

Publik menolak UU TNI tersebut lantaran khawatir akan hidupnya kembali Dwifungsi ABRI dengan adanya aturan perluasan jabatan TNI di Kementerian/Lembaga atau jabatan sipil.

Berdasarkan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI lama, terdapat pasal yang menyebut prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Tetapi, dalam UU TNI baru, poin itu diubah sehingga TNI aktif dapat menjabat di 14 kementerian/lembaga, yaitu:

1. Kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara

2. ⁠Pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional

3. ⁠Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden

4. Intelijen negara

5. ⁠Siber dan/atau sandi negara

6. ⁠Lembaga ketahanan nasional

7. ⁠Pencarian dan pertolongan

8. Narkotika nasional

9.Pengelola perbatasan

10. ⁠Penanggulangan bencana

11. ⁠Penanggulangan terorisme

12. Keamanan laut

13. ⁠Kejaksaan Republik Indonesia

14. Mahkamah Agung

(*)
 

Berita Terkini