Parigi Moutong Hari Ini

Potret Kemiskinan di Parigi Moutong, Aeman dan Anaknya Bertahan di Gubuk Reyot

Bangunan kecil berdinding papan tipis, beratap rumbia, dan berlantai tanah itu menjadi tempat tinggal Aeman (60) bersama putrinya.

|
Penulis: Abdul Humul Faaiz | Editor: Fadhila Amalia
Handover
KEHIDUPAN DI PARIMO - Di sudut Dusun 1, Desa Sienjo, Kecamatan Toribulu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, berdiri sebuah gubuk reyot yang nyaris roboh. 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Abdul Humul Faaiz

TRIBUNPALU.COM, PARIMO – Di sudut Dusun 1, Desa Sienjo, Kecamatan Toribulu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, berdiri sebuah gubuk reyot yang nyaris roboh.

Bangunan kecil berdinding papan tipis, beratap rumbia, dan berlantai tanah itu menjadi tempat tinggal Aeman (60) bersama putrinya.

Setiap hari, Aeman menjalani hidup dalam keterbatasan.

Baca juga: Kapolres Morowali Apresiasi 7 Personel, Berhasil Ungkap 7 Kasus Curanmor

Rumahnya yang tak layak huni kerap bocor saat hujan turun. 

Air merembes masuk, membasahi lantai tanah, dan membuat seluruh ruangan becek.

Tak ada perabot mewah, hanya tikar lusuh, beberapa pakaian yang digantung seadanya, dan peralatan dapur sederhana.

"Kalau hujan deras, air masuk semua. Lantainya becek, kami hanya bisa duduk menunggu reda," tutur Aeman dengan suara pelan saat ditemui TribunPalu.com, belum lama ini.

Usia yang tak lagi muda membuat Aeman sulit bekerja.

Kondisi kesehatannya pun kerap menurun.

Kini, ia lebih banyak bergantung pada putrinya yang masih muda.

Baca juga: Donggala Layangan Festival 2025 Resmi Dibuka, Diikuti 256 Peserta

Sang anak sesekali mendapat penghasilan dari mencuci piring di rumah makan sekitar, meski penghasilannya tidak menentu.

"Kalau ada panggilan kerja, kami bisa beli beras. Kalau tidak, ya menunggu saja. Kadang cuma minum air putih untuk menahan lapar," ungkap Aeman.

Meski hidup dalam kekurangan, Aeman dikenal sebagai pribadi yang sabar dan jarang mengeluh.

Tetangga sekitar menyebutnya sebagai sosok yang ramah dan penuh ketabahan.

Selama bertahun-tahun, Aeman mengaku sudah menerima banyak kunjungan dari orang luar.

Mereka datang, mengambil foto, mencatat data diri, bahkan meminta salinan KTP dan KK.

Baca juga: Di Balik Gubuk Reyot, Aeman Menyimpan Harapan Akan Rumah yang Layak

Namun, harapan akan bantuan itu tak pernah terwujud.

“Kamu orang yang ke-20 datang ke sini. Banyak yang datang, tapi sampai sekarang belum ada bantuan apa-apa,” katanya.

Meskipun sering kecewa, Aeman tetap membuka pintu rumahnya bagi siapa pun yang datang.

Ia masih menyimpan secercah harapan-harapan sederhana yang mungkin bagi sebagian orang terdengar sepele.

"Kalau bisa, saya ingin tinggal di rumah yang tidak basah kalau hujan. Itu saja," ucapnya lirih, menatap dinding papan rumahnya yang mulai lapuk.

Baca juga: Polres Morowali Gelar Syukuran Hari Bhayangkara Lalu Lintas ke-70, Wujud Syukur dan Kebersamaan

Kini, Aeman menjalani hari-hari dengan pasrah, duduk di atas tikar yang sama setiap hari, berbincang dengan putrinya, dan menanti datangnya perubahan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved