SERBA SERBI

Tompotika dan Asal Usulnya di Kabupaten Banggai, Kini Jadi Pusat Endemisme

Gunung Tompotika atau lebih dikenal dengan Bungkutnyo Tompotika menjadi simbol khusus bagi warga Kabupaten Banggai.

Editor: mahyuddin
HANDOVER
DOB TOMPOTIKA - Foto Daerah Pemekaran Tomptika di Kabupaten Banggai dan Gunung Tompotika. Nama Tompotika beberapa pekan terakhir menghiasi pemberitaan media di Sulawesi Tengah. Itu setelah DPRD dan Pemprov Sulawesi Tengah menyetujui pembentukan calon Daerah Otonomi Baru (DOB) Tompotika. 

TRIBUNPALU.COM, BANGGAI - Nama Tompotika beberapa pekan terakhir menghiasi pemberitaan media di Sulawesi Tengah.

Itu setelah DPRD dan Pemprov Sulawesi Tengah menyetujui pembentukan calon Daerah Otonomi Baru (DOB) Tompotika.

DOB Tompotika merupakan wilayah administrasi Kabupaten Banggai.

Warga Kabupaten Banggai menyebut kawasan itu sebagai daerah Kepala Burung. 

Mencakup Kecamatan Masama, Lamala, Mantoh, Balantak, Balantak Selatan, Balantak Utara, dan Bualemo.

Dari Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai, terdapat dua jalur ke DOB Tompotika.

Pertama jalur dari Kecamatan Luwuk Timur, kedua dari Desa Salodik dan Lenyek, Kecamatan Luwuk Utara.

Selain budaya dan keragaman suku di Tompotika, terdapat juga beberapa spot yang menjadi daya tarik di daerah tersebut.

Baca juga: BREAKING NEWS: DPRD Sulteng Resmi Setujui Pembentukan DOB Kabupaten Tompotika

Di antaranya Gunung Tompotika.

Gunung Tompotika atau lebih dikenal dengan Bungkutnyo Tompotika menjadi simbol khusus bagi warga Kabupaten Banggai.

Bahkan, Gunung Tompotika menjadi satu dari beberapa simbol dalam logo pemerintah Kabupaten Banggai.

Gunung dengan ketinggian 1530 MDPL di Desa Dwi Karya, Kecamatan Bualemo, itu melambangkan kesabaran jiwa dan ketinggian cita-cita rakyat Kabupaten Banggai.

Gunung itu dikenal memiliki tanah ultrabasa yang khas.

Hutannya kaya akan keanekaragaman hayati dan sering disebut memiliki biota yang tidak biasa, termasuk tumbuhan karnivora (kantong semar).

Kawasan Tompotika merupakan pusat Endemisme, yang berarti banyak spesies flora dan fauna unik yang hanya ditemukan di wilayah ini.

Di antaranya Tarsius (Tarsius dentatus), Rangkong Knobbed Merah, Anoa, Kuskus, dan Babirusa.

Bahkan, baru-baru ini BRIN mengumumkan penemuan spesies tikus hutan baru di kawasan itu, yaitu Tikus Gunung Tompotika (Crunomys tompotika).

Nama Tompotika diketahui berkaitan dengan karya sastra klasik terpanjang di dunia, yaitu Sureq Galigo atau yang lebih dikenal sebagai I La Galigo.

Baca juga: Mengenal Tompotika, Calon Daerah Otonomi Baru di Sulawesi Tengah

Gunung dan wilayah Tompotika disebutkan dalam beberapa episode epik I La Galigo.

Misalnya, dalam ceritanya dikisahkan tentang perjalanan Batara Lattu' menuju ke Tompotikka.

Hal itu menunjukkan bahwa wilayah Tompotika sudah dikenal dan dianggap penting dalam narasi kuno masyarakat Sulawesi.

Daerah Tompotika dihuni suku Balantak, Andio dan Saluan.

Suku Balantak mendiami Balantak, Balantak Selatan, Balantak Utara.

Sementara suku Andio di Kecamatan Masama dan sekitarnya.

Adapun Suku Saluan di Kecamatan Bualemo.

Kerajaan Tompotika

Kerajaan Tompotika adalah satu entitas politik kuno yang sangat penting dalam sejarah wilayah Banggai di Sulawesi Tengah, sebelum terbentuknya Kerajaan Banggai yang lebih besar dan dikenal luas.

Pada tahun 1417 persekutuan Loinang Timur membentuk sebuah kerajaan dengan nama Tompotika.

Raja pertama bernama La Logani, kedua adiknya perempuan Ratu Mapaang.

Wilayah kerajaan itu meliputi pegunungan yang meraka namakan Tompotika (Tumpu potinggi mianu kita = Tuhan meninggikan derajat manusia).

Keturunan Raja La Logani disebut Miannu Balayan, yang tersebar dari Pegunungan Tompotika, Gunung Pinuntunuan, Gunung Kautotolu, atau dikenal juga dengan sebutan Suku La Inang Barat.

Sedangkan anak-anak La Logani, Mangamben, Lakauta, menulusuri Pegunungan Tompotika mengembangkan Kerajaan Tompotika dan sampailah di Desa Bulakan dan Lingketeng, serta Tambunan, Boloa, Pakohan, Kintom, Mendono, Tangkain, Lontio.

Baca juga: Akademi Sastra Banggai Bedah Buku Aku: Maleo di Untika Luwuk

Anaknya Sula, Maiyaya dan Moitom mengembangkan wilayah kekuasaan ke Balantak, Lamala, Masama dan Bualemo.

Sedangkan adiknya Mapaang yang menikah di Lolantang mendapat anak Mangamben, menjadi pemimpim di Keleke, Mangkin Piala, Luwok, dengan gelar Mianu Tutui (yang benar, yang nyata).

Kerajaan Tompotika dihancurkan Adi Cokro Mumbu Doi Jawa yang ikut bersama pasukan Tobelo dan Sultan Ternate Baab Bullah (1570).

Raja Tompotika Mianu Tutui Lalogani gugur dalam pertempuran tersebut, sementara rakyatnya digiring ke Tilamuta, Gorontalo

Setelah kekalahan raja sekitar tahun 1580 M, wilayah Tompotika ditaklukkan dan kemudian dipersatukan ke dalam Kerajaan Banggai yang baru didirikan Adi Cokro (Frins Mandapar) sekitar tahun 1600 M.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved