Sulteng Hari Ini

DPRD Sulteng Undang Pemda dan Koperasi Tambang, Bahas Dampak Pertambangan di Parigi Moutong

RDP ini membahas hasil kunjungan kerja Komisi III DPRD Sulteng ke lokasi pertambangan rakyat dan tambang ilegal di Parigi Moutong. 

Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
ZULFADLI/TRIBUNPALU.COM
DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) gabungan antara Komisi II dan Komisi III bersama perangkat daerah serta sejumlah koperasi tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Senin (29/9/2025). 

Laporan Wartawan TribunPalu.com, Zulfadli

TRIBUNPALU.COM, PALU – DPRD Provinsi Sulawesi Tengah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) gabungan antara Komisi II dan Komisi III bersama perangkat daerah serta sejumlah koperasi tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Senin (29/9/2025).

Rapat berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRD Sulteng, Jl Prof Moh Yamin, Kelurahan Lolu Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.

Pantauan TribunPalu.com, rapat dipimpin Wakil Ketua II DPRD Sulteng Aristan, didampingi Ketua Komisi III Arnila HM Ali dan Anggota Komisi II Henri Kusuma Muhidin. Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid juga hadir mewakili Bupati.

RDP ini membahas hasil kunjungan kerja Komisi III DPRD Sulteng ke lokasi pertambangan rakyat dan tambang ilegal di Parigi Moutong

Baca juga: Jadwal Pemadaman Listrik di Kota Palu Selasa 30 September 2025, Cek Lokasinya

Fokus pembahasan diarahkan pada dampak lingkungan dan sosial akibat aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

Ketua Komisi III DPRD Sulteng, Arnila HM Ali, menyampaikan hasil tinjauannya di Desa Buranga, Ampibabo, dan Desa Kayuboko.

Menurutnya, meski sudah ada surat Gubernur Sulteng untuk menghentikan aktivitas tambang, faktanya kegiatan tetap berjalan.

“DLH Parigi Moutong menyebut tidak ada kegiatan, tapi kenyataannya tetap ada. IPR (Izin Pertambangan Rakyat) di Parigi Moutong juga belum terdaftar di MODI, sehingga belum bisa dikatakan legal,” ujar Arnila.

Baca juga: Akademisi Untad Tolak Penulisan Ulang Sejarah Oleh Negara, Desak Polisi Bebaskan Warga Masih Ditahan

Ia menegaskan, IPR seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kecil dan tidak menggunakan alat berat. Namun di lapangan, hampir semua tambang memakai alat berat.

“Jangan sampai IPR dikuasai pemodal besar, sementara masyarakat hanya dapat bagian kecil,” tegasnya.

Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid, menyebut persoalan tambang di daerahnya sudah lama terjadi.

“Pertambangan hadir jauh sebelum kabupaten ini dibentuk. Ada di 23 kecamatan. Karena itu, kami minta dukungan agar perizinan dipercepat, sehingga Pemda bisa mendapat penghasilan dan masyarakat ikut merasakan manfaatnya,” kata Sahid.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved