Sulteng Hari Ini
DPRD Sulteng Undang Pemda dan Koperasi Tambang, Bahas Dampak Pertambangan di Parigi Moutong
RDP ini membahas hasil kunjungan kerja Komisi III DPRD Sulteng ke lokasi pertambangan rakyat dan tambang ilegal di Parigi Moutong.
Penulis: Zulfadli | Editor: Regina Goldie
Ia mengakui, meski sudah ada instruksi Gubernur untuk menghentikan tambang, masyarakat tetap menambang dengan alasan kebutuhan ekonomi.
“Parigi Moutong punya potensi emas hampir di semua kecamatan. Kalau dikelola baik, potensi Parimo bisa mengalahkan Morowali,” ucap Sahid.
Baca juga: Kominfo Morowali Bangun Sistem Jaringan Indera, Fokus Perkuat Pengawasan Ruang Publik
Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Sulteng, Muhammad Safri, menyoroti sikap Pemkab Parimo yang dinilai mengabaikan surat Gubernur terkait penghentian operasional IPR Kayuboko.
“Seharusnya Pemkab menindaklanjuti surat itu, sebab dikeluarkan untuk keselamatan lingkungan dan masyarakat. Jangan terkesan ada pembiaran,” ujar Safri.
Politisi PKB itu meminta Pemkab Parimo tegas menertibkan tambang ilegal agar tidak menimbulkan konflik sosial maupun kerusakan lingkungan.
Ia juga mendorong aparat penegak hukum turun tangan.
“Penertiban tidak bisa hanya dibebankan ke Pemkab Parimo. APH harus hadir agar penegakan hukum berjalan efektif,” tegasnya.
Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Sulteng, Sultan, menjelaskan sejak 2021 Gubernur saat itu, Longki Djanggola, telah menyetujui tiga blok wilayah pertambangan rakyat (WPR) di Parigi Moutong, yakni Buranga, Kayuboko, dan Air Panas.
Baca juga: DPRD Parimo Soroti Lemahnya Administrasi Program MBG, Camat Taopa Sebut Belum Layak Jalan
Dari tiga blok itu, sudah terbit enam izin pertambangan rakyat (IPR):
• Buranga: Koperasi Produsen Buranga Baru Indah, Sinajaya Mandiri, dan Sina Maju Bersaudara.
• Kayuboko: Koperasi Cahaya Sukses Kayuboko, Kayuboko Rakyat Sejahtera, dan Sinar Emas Kayuboko.
Namun, Sultan menegaskan izin itu belum bisa langsung beroperasi karena masih ada syarat lain seperti dokumen rencana penambangan, penunjukan kepala teknik tambang, dan registrasi di MODI.
“Pada 26 Juni 2025, Gubernur sudah mengeluarkan surat penghentian sementara sampai dokumen dilengkapi. Tapi faktanya di lapangan, aktivitas tetap ada,” jelas Sultan.
Ia menambahkan, Pemprov juga menerima 84 usulan tambahan blok WPR dari Parigi Moutong dengan estimasi luas lebih dari 8.400 hektare yang kini sedang diverifikasi. (*)
Akademisi Untad Tolak Penulisan Ulang Sejarah Oleh Negara, Desak Polisi Bebaskan Warga Masih Ditahan |
![]() |
---|
Yahdi Basma: Melindungi Hak Hidup Masyarakat Adalah Tugas Negara |
![]() |
---|
BEM Hukum Untad Gelar Dialog Publik Bertajuk September Hitam |
![]() |
---|
Pembinaan Olahraga Dimulai Dari Pelajar, Staf Ahli SDM : Bapopsi Jadi Motor Penggerak |
![]() |
---|
ASPETI Desak Kejagung Usut Dugaan Korupsi Lingkungan di Kawasan PT IMIP Morowali |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.