Tim Hukum Prabowo Yakin Gugatan Pilpres Dikabulkan MK
Tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, yakin memenangkan gugatan sengketa Pilpres 2019.
TRIBUNPALU.COM - Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana, yakin memenangkan gugatan sengketa Pilpres 2019.
"Pasti menang, Insya Allah dengan berbagai ikhtiar yang sudah dilakukan, doa, argumentasi-argumentasi, dan bukti-bukti," ujar Denny Indrayana di Gedung MK Jakarta, seperti dilansir dari kanal YouTube Kompas TV, Kamis (27/6/2019).
Denny berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memberikan putusan yang sejalan dengan kebenaran dan keadilan.
Kendati selisih suara antara paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi cukup banyak, namun menurut Denny hal itu tidak relevan jika dilihat dari argumentasi kualitatif.
"Angka itu tidak relevan, yang penting dalam argumentasi kualitatif adalah ada kucurangan pemilu yang melanggar asas-asas konstitusi pasal 22 ayat 1," kata Denny.
"Kalau argumentasi kualitatif, suara Anda selisih 17 juta itu satu faktor. Tapi Anda melakukan kecurangan pemilu yang melanggar luber dan jurdil itu yang tidak boleh dilakukan," imbuhnya.
Selanjutnya, ada argumentasi kuantitatif.
Denny mengungkap jika pihaknya telah membuktikan adanya DPT bermasalah, DPT fiktif, NIK ganda, hingga pemilih di bawah umur.
"Itu gimana cara membuktikannya? Ya kalau itu dikatakan hadir di dalam TPS pada tanggal 17 April, kami meminta KPU menghadirkan absen, itu adalah formulir C7," katanya.
Namun rupanya, kata Denny, termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru tidak menghadirkan bukti C7 pada saat persidangan terakhir.
"Itu artinya, dalil kami bahwa ada masalah dengan 22 atau berkembang menjadi 27 juta itu tidak bisa tidak bisa dibantah oleh termohon karena tidak menghadirkan absensi di TPS," ujarnya kembali.
Melansir dari Kompas.com, Denny Indrayana juga meragukan Mahkamah Konstitusi (MK) sempat mempelajari semua barang bukti dokumen yang diserahkan.
Sebab, menurut Denny, barang bukti dokumen dan surat yang diserahkan begitu banyak, sementara waktu yang dimiliki hakim tidak banyak.
"Barang bukti kertas ini memang tidak efisien. Dengan waktu yang ada, majelis tidak akan sempat mempelajari satu per satu," ujar Denny di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).