Tim Hukum Prabowo Yakin Gugatan Pilpres Dikabulkan MK

Tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi, Denny Indrayana, yakin memenangkan gugatan sengketa Pilpres 2019.

(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (berdiri-kanan) terlihat berdiskusi dengan anggota tim hukum Denny Indrayana di sidang perdana sengketa pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). 

TRIBUNPALU.COM - Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Denny Indrayana, yakin memenangkan gugatan sengketa Pilpres 2019.

"Pasti menang, Insya Allah dengan berbagai ikhtiar yang sudah dilakukan, doa, argumentasi-argumentasi, dan bukti-bukti," ujar Denny Indrayana di Gedung MK Jakarta, seperti dilansir dari kanal YouTube Kompas TV, Kamis (27/6/2019).

Denny berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat memberikan putusan yang sejalan dengan kebenaran dan keadilan.

Kendati selisih suara antara paslon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandi cukup banyak, namun menurut Denny hal itu tidak relevan jika dilihat dari argumentasi kualitatif.

"Angka itu tidak relevan, yang penting dalam argumentasi kualitatif adalah ada kucurangan pemilu yang melanggar asas-asas konstitusi pasal 22 ayat 1," kata Denny.

"Kalau argumentasi kualitatif, suara Anda selisih 17 juta itu satu faktor. Tapi Anda melakukan kecurangan pemilu yang melanggar luber dan jurdil itu yang tidak boleh dilakukan," imbuhnya.

Selanjutnya, ada argumentasi kuantitatif.

Denny mengungkap jika pihaknya telah membuktikan adanya DPT bermasalah, DPT fiktif, NIK ganda, hingga pemilih di bawah umur.

"Itu gimana cara membuktikannya? Ya kalau itu dikatakan hadir di dalam TPS pada tanggal 17 April, kami meminta KPU menghadirkan absen, itu adalah formulir C7," katanya.

Namun rupanya, kata Denny, termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru tidak menghadirkan bukti C7 pada saat persidangan terakhir.

"Itu artinya, dalil kami bahwa ada masalah dengan 22 atau berkembang menjadi 27 juta itu tidak bisa tidak bisa dibantah oleh termohon karena tidak menghadirkan absensi di TPS," ujarnya kembali.

Melansir dari Kompas.com, Denny Indrayana juga meragukan Mahkamah Konstitusi (MK) sempat mempelajari semua barang bukti dokumen yang diserahkan.

Sebab, menurut Denny, barang bukti dokumen dan surat yang diserahkan begitu banyak, sementara waktu yang dimiliki hakim tidak banyak.

"Barang bukti kertas ini memang tidak efisien. Dengan waktu yang ada, majelis tidak akan sempat mempelajari satu per satu," ujar Denny di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Ia pun berharap ke depannya MK dapat menjadi pengadilan berbasis teknologi dengan penggunaan barang bukti digital.

Dengan begitu, tidak diperlukan banyak fotokopi dokumen sebagai bahan pembuktian.

Selain dirasa lebih efisien, penggunaan barang bukti digital juga dapat mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah kertas.

15 Petitum Permohonan Tim Hukum BPN

Diberitakan sebelumnya, Bambang Widjojanto, kuasa hukum pasangan nomor urut 02 selaku pihak pemohon, membacakan 15 petitum permohonannya di ruang sidang pleno.

Hal itu ia lakukan setelah memaparkan pokok-pokok permohonan gugatan dalam sidang pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019).

Berikut ini isi petitum tim hukum Prabowo-Sandi dalam permohonan gugatan yang diperbaiki, seperti dilansir dari Wartakotalive:

1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya;

2. Menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wapres,

Anggota DPR, DPD, DPRD, dan DPRD Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019,

dan Berita Acara KPU Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional,

Dan Penetapan Hasil Pemilu Tahun 2019 sepanjang terkait dengan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019;

3. Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut:

  • Joko Widodo-Maruf Amin 63.573.169 (48%).
  • Prabowo Subianto- Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%) dengan jumlah 132.223408 (100%).

4. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 secara terstruktur, sistematis, dan masif.

5. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wapres tahun 2019.

6. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

7. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024.

8. Atau menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif.

9. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

10. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

11. Atau memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI Tahun 1945.

12. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia,

Atau setidaknya di Provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah,

Agar dilaksanakan sesuai amanat yang tersebut di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI Tahun 1945.

13. Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU.

14. Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang.

15. Memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara khususnya namun tidak terbatas pada Situng. (*)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved