Sutopo Purwo Nugroho Meninggal Dunia

Aktif Kabarkan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho 'Nyontek' Cara Kerja Wartawan

Sutopo mengaku awalnya hanya menyebarkan informasi soal kebencanaan lewat media Twitter.

Warta Kota/nhenry lopulalan
BNPB JUMPAPRES - Kapusdatin Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat jumpapers penanganan dampak siklon tropis Cempaka, antisipasi banjir longsor, dan update penangan erupsi Gunung Agung di kantor BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Selasa (5/12/2017). Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bandara Internasional Lombok, semuanya normal beroperasi. 

TRIBUNPALU.COM - Bagi Sutopo Purwo Nugroho, menjadi seorang Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanganan Bencana ( BNPB) merupakan tugas yang cukup menantang.

Pasalnya, tugas ini berpacu dengan waktu, perkembangan penanganan bencana selalu perlu diinfokan setiap waktu.

Masih teringat di benak Kompas.com sebuah percakapan Sutopo dengan teman-teman media pada tahun 2015 lalu.

Sutopo memilih duduk bersama wartawan di sebuah meja kecil dengan lima kursi yang ada di Kantor Presiden.

Mungkin ada sekitar delapan orang yang mengerumini Pak Topo, demikian dia dipanggil, waktu itu.

Kami tidak sedang melakukan wawancara.

Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Ada yang sambil bercerita, ada juga yang serius dengan laptop dan ponselnya karena harus mengetik menuntaskan berita.

Sementara Pak Topo ketika itu jari jemarinya sibuk menekan ponsel sambil bercerita bersama kami.

Pembicaraan dibuka dengan Pak Topo yang bertanya, humas kementerian atau lembaga yang menurut kami paling bagus.

Bagus dalam artian, cepat menyebarkan informasi dan tidak sulit dihubungi wartawan.

Kami pun sepakat menyebut nama pria kelahiran Boyolali, 7 Oktober 1959 itu.

"Enggak lah, yang lain. Biar aku belajar yang bagus di mata wartawan itu seperti apa?" tanyanya.

Sejumlah wartawan kemudian menyebut Humas Kementerian Luar Negeri hingga kementerian-kementerian di sektor ekonomi.

Sutopo menyimak alasan-alasan yang disampaikan wartawan ketika itu sambil mengangguk-angguk.

Bagi kami, yang terpenting informasi cepat didapat, lengkap, dan pejabat yang berwenang mudah dikonfirmasi.

Sutopo pun sepakat.

Informasi harus cepat mengalir ketika sebuah peristiwa besar terjadi.

Informasi itu juga haruslah lengkap, pasti, dan tak menimbulkan tanda tanya.

Hal ini penting untuk menangkal berita-berita bohong atau hoaks, kata Sutopo waktu itu.

Di saat bercerita itu, Sutopo masih disibukkan dengan ponselnya.

Kompas.com pun iseng bertanya, "Bapak bikin rilis dari situ?"

"Iya, saya belajar banyak dari wartawan bagaimana harus mengetik cepat. Jadi saya ini kerjanya mirip-mirip wartawanlah, ada informasi apa langsung ketik, harus cepat," tutur Sutopo.

"Enggak pusing Pak ngetik di HP?" tanya Kompas.com lagi.

"Ini yang paling praktis. Kalau sudah selesai bisa langsung disebarkan di grup-grup WhatsApp. Cuma saya masih ada PR, karena yang kayak begini di kantor cuma saya, harusnya staf-staf saya juga belajar dari wartawan," ujar dia.

Memang benar, Sutopo lalu menunjukkan ponselnya.

Di situ dia sedang mengetik sebuah informasi penanganan bencana di sebuah wilayah.

Dia menghimpun informasi-informasi yang didapatnya dari lapangan melalui BPBD di berbagai daerah.

Sutopo mengaku awalnya hanya menyebarkan informasi soal kebencanaan lewat media Twitter.

Namun, karakter yang terbatas di Twitter membuat dia tak leluasa menyampaikan informasi atau peringatan bencana.

Akhirnya, grup WhatsApp dipilih sebagai media yang dinilainya paling efektif menyebar informasi dan peringatan bencana kepada masyarakat melalui media massa.

Rapat Presiden Jokowi dengan menteri dan kepala negara pun tak terasa sudah selesai menjelang malam.

Syamsul Maarif tampak turun dari ruangan rapat. Sutopo kemudian menghampiri.

Sesi wawancara pun dilakukan dengan Syamsul Maarif.

Sutopo juga masih tampak sibuk memegangi ponselnya, mengetik poin-poin yang dibicarakan bosnya itu.

Mirip sekali seperti wartawan jika dia tak mengenakan seragam dinas BNPB warna coklat muda waktu itu.

Kini, sosok pejuang yang begitu penting dan sangat membantu media di setiap peristiwa bencana itu sudah pergi.

Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia di Guangzhou, China, Minggu (7/7/2019) dini hari karena penyakit kanker paru-paru yang dideritanya sejak Januari 2018.

Terima kasih dan selamat jalan, Pak Topo! (Kompas.com/Sabrina Asril)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sutopo Purwo Nugroho, "Nyontek" Cara Kerja Wartawan untuk Kabarkan Bencana"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved