Sejumlah Penyintas di Palu Nikah Dini, Hamil Duluan karena Narkoba dan Zat Adiktif

Ada 14 kasus pernikahan anak di bawah umur yang berlangsung di lokasi pengungsian Petobo, dipicu hamil di luar nikah karena narkoba

Penulis: Haqir Muhakir | Editor: Imam Saputro
liberationnews.org
Ilustrasi wanita hamil. 

TRIBUNPALU.COM - Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Tengah terjadi 14 kasus pernikahan anak di bawah umur yang berlangsung di lokasi pengungsian.

Yakni lokasi pengungsian yang ada di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala.

Dari 14 kasus pernikahan anak itu, sebanyak 5 kasus terjadi di lokasi pengungsian hunian sementara di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan.

Hal itu dibenarkan oleh Lurah Petobo Alfin Hi Ladjuni, saat dihubungi, Jumat (26/7/2019) sore.

Alfin sapaannya, mengatakan, pernikahan dini yang terjadi di lokasi pengungsian itu tidak lepas dari pengaruh narkoba di kalangan remaja.

Lurah Petobo Alfin Hi Ladjuni
Lurah Petobo Alfin Hi Ladjuni (TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin)

Bahkan menurutnya, narkoba membuat para remaja itu nekat melakukan hubungan suami istri tanpa ikatan pernikahan.

"Jelas yang mempengaruhi pertama itu narkoba, agak marak sedikit, utamanya anak-anak di bawah umur," jelas Alfin.

Konsumsi zat adiktif sampai narkoba, dilakukan oleh siswa sekolah dasar sampai SMA sederajat.

Mereka mengkonsumsi lem fox sampai narkoba jenis sabu.

Untuk mencegah itu kata Alfin, pihak kelurahan menggandeng tokoh adat dengan polisi adatnya.

"Jadi kita gencar-gencarnya sweeping masalah itu," tambahnya.

Selain itu, karena pernikahan dini yang tinggi di pengungsian, pihaknya membentuk forum remaja Kelurahan Petobo.

Melalui forum itu, pihaknya meningkatkan sosialisasi risiko pernikahan dini dan bahaya narkoba.

"Kita masukkan berbagai program sosialisasi dan keagamaan, hasilnya saat ini sudah mulai berkurang, terang Alfin.

Diberitakan sebelumnya, belum lama ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu juga mencatat sudah ada 13 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkan.

Baik KDRT dengan anak-anak, maupun korban perempuan sebagai ibu rumah tangga.

Tidak hanya itu, pelecehan seksual juga kerap terjadi.

Seperti percobaan pemerkosaan dan tindakan mengintip orang mandi.

Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Palu, Sigit Purnomo Said alias Pasha Ungu mengungkapkan, pihaknya sudah membahas hal tersebut dengan satuan tugas (Satgas) penanggulangan pascabencana terpadu.

Dalam Satgas itu, susah termasuk dari Kepolisian, TNI, BNPB, instansi perlindungan perempuan dan anak, dan pihak terkiat lainnya.

"Ini kita lakukan, berharap tidak ada terjadi kekerasan-kekerasan (di pengungsian, red). Termasuk kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual di lokasi pengungsian," jelasnya.

Soal Pengungsi yang Dikeluarkan dari Huntara, Pemkot Menduga Ada Kekeliruan Pendataan

Komnas HAM Minta Predikat Kota Ramah HAM Dicabut

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu mencatat, selama enam bulan pasca bencana di Provinsi Sulawesi Tengah, terjadi sejumlah kekerasan pada anak dan pelecehan seksual.

"Ada beberapa kasus yang terjadi seperti pengintipan orang mandi, percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak," ujar Kepala DP3A Kota Palu, Irmayanti Pettalolo, Selasa (2/4/2019).

TRIBUNPALU.COM Muhakir Tamrin
Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary
Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary (TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin)

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah, Dedi Askary menegaskan, pasca terjadi bencana tanggal 28 September 2018, pihaknya sudah menyampaikan sejumlah hal yang dapat dipastikan terjadi di lokasi pengungsian.

Dedi melanjutkan, hal itu disebabkan pemerintah setempat tidak maksimal dan memperhatikan hal-hal yang sangat sensitif.

"Khususnya yang berkaitan dengan lingkungan sosial anak-anak, ibu hamil, dan perempuan di tenda-tenda pengungsian," ujarnya saat dihubungi, Kamis (4/4/2019).

Oleh karena itu kata Dedi, pihaknya mendorong pemerintah pusat, yakni Kementerian Hukum dan HAM RI, untuk mencabut predikat Kota Ramah HAM untuk Kota Palu.

Aktivitas perempuan dan anak di lokasi pengungsian hunian sementara Banua Petobo, belum lama ini. Maraknya kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual di lokasi pengungsian, membuat Komnas HAM Sulteng mendorong Kemenkumham untuk mencabut predikat Kota Ramah HAM untuk Kota Palu.
Aktivitas perempuan dan anak di lokasi pengungsian hunian sementara Banua Petobo, belum lama ini. Maraknya kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual di lokasi pengungsian, membuat Komnas HAM Sulteng mendorong Kemenkumham untuk mencabut predikat Kota Ramah HAM untuk Kota Palu. (TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin)
Aktivitas perempuan dan anak di lokasi pengungsian hunian sementara Banua Petobo, belum lama ini. Maraknya kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual di lokasi pengungsian, membuat Komnas HAM Sulteng mendorong Kemenkumham untuk mencabut predikat Kota Ramah HAM untuk Kota Palu.
Aktivitas perempuan dan anak di lokasi pengungsian hunian sementara Banua Petobo, belum lama ini. Maraknya kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual di lokasi pengungsian, membuat Komnas HAM Sulteng mendorong Kemenkumham untuk mencabut predikat Kota Ramah HAM untuk Kota Palu. (TRIBUNPALU.COM/Muhakir Tamrin)

Banyaknya pelecehan dan peristiwa percobaan pemerkosaan yang terjadi di pengungsian semakinmemperkuat keyakinan Komnas HAM Sulteng dalam mendorong Menteri Hukum dan HAM RI untuk mencabut predikat Kota Ramah HAM.

"Bagaimana Kota Ramah HAM, sementara terjadi di sana-sini ada pelecehan seksual, ada percobaan pemerkosaan?" tegasnya.

Diketahui, Kota Palu mendapatkan penghargaan sebagai kota peduli HAM pada 2014 dari Kementerian Hukum dan HAM RI, yang bekerjasama dengan Komisi Nasional HAM RI.

Keberhasilan kota Palu sebagai salah satu kota penerima penghargaan kota peduli HAM tahun 2014 tersebut berdasarkan surat Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI nomor: HAM-UM.05.01-19 perihal peringatan Hari HAM se-Dunia tahun 2015 dan peganugerahan penghargaan Kabupaten/Kota peduli HAM pada 2014.

Tinggal di Kontrakan Sebelum Bencana, Sebagian Pengungsi Korban Bencana Palu Tak Dapat Bantuan

DP3A Kota Palu Terima 13 Laporan Kasus KDRT di Kamp Pengungsian

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih sering terjadi di kamp pengungsian Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu mencatat sudah ada 13 kasus yang dilaporkan.

Secara garis besar ada tiga penyebab kasus KDRT yang dilaporkan tersebut, mulai dari persoalan ekonomi, cemburu terhadap pasangan, hingga perselingkuhan.

"Memang ini (KDRT) sangat rentan, apalagi kondisi saat ini masih sulitnya lapangan pekerjaan," terang Kepala DP3A Kota Palu, Irmayanti Pettalolo, Selasa (2/4/2019).

Suasana kamp Pengungsian di Masjid Agung Palu. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu menerima 13 laporan kasus KDRT yang terjadi di kamp pengungsian.
Suasana kamp Pengungsian di Masjid Agung Palu. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu menerima 13 laporan kasus KDRT yang terjadi di kamp pengungsian. (Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)

Irmayanti mengatakan, dalam menangani laporan tersebut, pihaknya melakukan beberapa proses, mulai dari mediasi hingga ke jalur hukum.

Dalam proses mediasi, umunya pihak DP3A melibatkan lembaga adat dan tokoh masyarakat untuk menyelesaikan persoalan.

"Tapi yang paling sering itu kami langsung membawa kasus tersebut ke pihak kepolisian karena sudah masuk ke tindakan kriminal," tegasnya.

Untuk meminimalisir terjadinya kasus KDRT di sejumlah kamp pengungsian, Irmayanti mengaku pihaknya tekah mendirikan tenda ramah perempuan.

Tenda ramah perempuan ini dibangun di antaranya di Kelurahan Balaroa, Kelurahan Petobo, Kelurahan Duyu, dan Kelurahan Pantoloan.

"Dengan didirikan tenda ramah perempuan ini, sehingga perempuan, anak-anak, dan kaum rentan bisa cepat melaporkan sika terjadi kekerasan," ujarnya.

Irmayanti mengungkapkan, kasus KDRT perlu mendapat perhatian lebih.

Mengingat jenis kekerasan ini yang paling sering dialami oleh perempuan di Indonesia, khususnya Kota Palu.

(TribunPalu.com/Muhakir Tamrin)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved