Palu Hari Ini
Kehilangan Istri dan Anak saat Bencana, Lisman Datangi Lokasi Likuefaksi Petobo Hampir Setiap Hari
Di kawasan yang hancur karena likuefaksi itu, masyarakat Petobo meyakini masih ada ratusan jasad yang tertimbun.
Penulis: Haqir Muhakir |
TRIBUNPALU.COM, PALU -- Bencana alam gempa bumi dan tsunami, termasuk likuefaksi di Provinsi Sulawesi Tengah, sudah berlalu tepat sepuluh bulan yang lalu
Di Kota Palu, wilayah yang paling parah terdampak likuefaksi pada 28 September 2018 lalu, yakni Kelurahan Petobo di Kecamatan Palu Selatan.
Berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), luasan atau cakupan likuefaksi di wilayah Petobo, Kota Palu mencapai 180,06 hektare.
Di kawasan yang hancur karena likuefaksi itu, masyarakat Petobo meyakini masih ada ratusan jasad yang tertimbun.
Sehingga, tak sedikit masyarakat yang setiap hari mengunjungi lokasi likuefaksi tersebut.


Seperti yang dilakukan oleh Lisman alias Bucek, seorang warga Kelurahan Petobo yang kehilangan istri dan dua anak gadisnya saat bencana likuefaksi terjadi.
Lisman alias Bucek, yang saat ini tinggal di hunian sementara Petobo, hampir setiap hari berkunjung ke area eks-likuefaksi.
Bahkan tak jarang Lisman datang dan beristirahat di lokasi yang dia yakini sebagai tempat anak dan istri tercintanya tertimbun.
"Selama satu bulan, dua hari pascabencana, saya setiap hari mencari istri dan anak, tapi tidak juga ketemu, sampai dengan hari ini," ujar Lisman, saat ditemui TribunPalu.com di area eks-likuefaksi Petobo, Rabu (31/7/2019) sore.
Dengan nada sendu, Lisman bercerita saat malapetaka likuefaksi itu terjadi dan menelan anak dan istrinya.
Istri Lisman bernama Fatmawati, sedangkan anak pertamanya bernama Nur Ainun dan si bungsu Riski Akila.
Anak pertamanya, seharusnya sudah masuk perguruan tinggi ada tahun ini, sedangkan si bungsu sudah belajar di PAUD.
Pada Jumat 28 September 2018 sore, Lisman bersama keluarga sedang berada di rumah kerabat yang sedang melaksanakan hajatan.
Lokasi rumah hajatan hanya berjarak beberapa rumah dari kediaman Lisman.
Tepat sebelum magrib, Lisman harus membeli bohlam lampu di toko yang tak jauh dari rumah hajatan.
Saat di depan toko, tiba-tiba terjadi gempa disusul likuefaksi, hal ini memaksa Lisman harus segera mungkin menyelamatkan diri.
Tanah bergeser hingga ratusan meter menuju titik rendah, bercampur air dan bergulung-gulung seperti ombak, membuat Lisman terpisah dengan anak dan istrinya.
Dengan kemampuan yang ada, Lisman berusaha mencapai dataran yang aman dari likuefaksi.
• Tim Asesor BAN S/M Sulawesi Tengah Sebut SDI Khalifah Palu Layak Terakreditasi
• Jadwal MotoGP Republik Ceska 2019 Akhir Pekan Ini, Perebutan Gelar Juara Dunia Kembali Digelar
Bersama sejumlah warga Petobo lainnya, Lisman berhasil mencapai lokasi yang aman di arah timur perkampungan Petobo.
Sekitar pukul 22.00 WITA, Lisman memaksakan diri untuk mencari anak dan istrinya, namun hasilnya nihil.
"Besoknya saya coba masuk cari rumah pesta (hajatan, red) tempat terakhir istri dan anak, tapi tidak kelihatan, habis ditelan tanah," ungkap Lisman, yang juga akrab disapa Papa Ain.
Beberapa hari pascabencana, Lisman terus melakukan pencarian terhadap istri dan anaknya, tetapi hingga kini masih belum membuahkan hasil.
Hanya kendaraan roda dua milik istrinya yang berhasil ia temukan.
Sedih yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, membuat Lisman menjadi orang yang sering menyendiri dan berdiam atau termenung.
Bahkan tak jarang, Lisman dengan nekat tidur dan menginap di area eks-likuefaksi Petobo.
"Hanya ini (berkunjung ke area eks-likuifaksi, red) yang bisa menghibur sedikit," kata Lisman.
(TribunPalu.com/Muhakir Tamrin)