Gelombang Panas Melanda Jepang, 57 Orang Tewas dan Lebih dari 18.000 Orang Dirawat di Rumah Sakit

Gelombang panas ekstrem melanda Jepang pada pertengahan 2019 ini. 57 orang meninggal dunia dan lebih dari 18.000 orang harus dirawat di rumah sakit.

TribunJogja.com
Ilustrasi suhu panas. Gelombang panas ekstrem melanda Jepang pada pertengahan 2019 ini. 57 orang meninggal dunia dan lebih dari 18.000 orang harus dirawat di rumah sakit. 

TRIBUNPALU.COM - Gelombang panas ekstrem terjadi di Jepang pada pertengahan 2019 ini.

Setidaknya, 57 orang meninggal dunia dan lebih dari 18.000 orang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam kurun waktu satu minggu gelombang panas ekstrem melanda Jepang.

Mengutip laman This is Insider sebagaimana dikabarkan oleh Kyodo News, sebanyak 18.347 orang dilarikan ke rumah sakit pada pekan lalu.

Jumlah ini tiga kali lebih besar dibandingkan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit pada pekan sebelumnya, tepatnya pada minggu terakhir bulan Juli 2019.

Angka yang mencapai lebih dari 18.000 orang ini tercatat hanya dalam kurun waktu dari 29 Juli 2019 hingga 4 Agustus 2019.

ILUSTRASI. Suhu udara tinggi melanda Jepang pada pertengahan tahun 2019 ini.
ILUSTRASI. Suhu udara tinggi melanda Jepang pada pertengahan tahun 2019 ini. (Flickr/Toshihiro Gamo via climatechangenews.com)

Otoritas Jepang merilis jumlah orang yang dirawat dirumah sakit dan korban tewas akibat gelombang panas Jepang pada awal pekan ini.

Mereka menyoroti bagaimana temperatur udara tinggi dan ekstrem kembali terjadi di Jepang.

Menurut laporan yang dikeluarkan oleh otoritas Jepang, lebih dari setengah dari jumlah orang yang dirawat di rumah sakit akibat suhu panas ekstrem di Jepang berusia 65 tahun atau lebih.

Temperatur udara yang tinggi akan menimbulkan dampak lebih parah pada lansia dan anak-anak atau bayi.

Jumlah orang terbanyak yang dirawat di rumah sakit ada di Kota Tokyo.

Yakni, lebih dari 1.800 orang harus mendapat perawatan, menurut Kyodo News.

Badan Manajemen Kebakaran dan Bencana Jepang mengatakan, tekanan atmosfer yang tinggi menyebabkan periode suhu udara panas yang semakin panjang.

Suhu udara pun naik menjadi 35 derajat Celsius di Tokyo pada pekan lalu.

Perubahan Iklim, Eropa Hadapi Gelombang Panas yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Perubahan Iklim Sebabkan Bulan Juni 2019 Alami Suhu Global Tertinggi, Gelombang Panas Landa Eropa

Atasi Perubahan Iklim, Ethiopia Pecahkan Rekor Tanam 350 Juta Pohon dalam 12 Jam

Menurut media Jepang NHK, pada Rabu (7/8/2019) kemarin, temperatur udara mencapai 38,4 derajat Celsius di Kumagaya, sebuah kota yang terletak di barat laut Tokyo.

Sementara itu, temperatur udara di Fukushima dan Osaka mencapai 36,9 derajat Celsius.

Suhu udara yang tinggi telah berlangsung di beberapa wilayah di Jepang selama beberapa minggu.

Akibatnya, sejumlah orang meninggal dunia karena suhu udara yang tinggi pada musim panas 2019 ini.

Pada Juli 2019, lebih dari 80 orang tewas saat gelombang panas mengakibatkan suhu udara naik mencapai di atas 40 derajat Celsius pada beberapa wilayah di Jepang.

Kemudian, temperatur udara tertinggi tercatat 41,1 derajat Celsius menurut Kyodo News.

Hal ini mendorong Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan suhu tinggi tersebut dapat mengancam nyawa.

Juru bicara Badan Meteorologi Jepang pun mengatakan, "Kami memandang (suhu udara tinggi, red.) ini sebagai bencana alam."

Menurut Badan Meteorologi Jepang, suhu udara meningkat tak terduga pada akhir musim panas negeri Sakura tersebut.

Habitat Hilang Akibat Pemanasan Global, Beruang Kutub Invasi Kota di Kepulauan di Rusia

Suhu udara tercatat mencapai lebih dari 30 derajat Celsius di sebagian besar wilayah di Jepang.

Dari 11 orang yang tewas akibat suhu panas ekstrem yang tercatat pada akhir Juli 2019 lalu, satu di antaranya merupakan seorang pekerja paruh waktu di sebuah taman hiburan.

Ia bernama Yohei Yamaguchi (28).

Menurut Kyodo News, Yohei meninggal dunia akibat heatstroke setelah menari di luar ruangan mengenakan kostum maskot seberat 16 kilogram pada Minggu (28/7/2019) malam lalu.

Yohei menari di panggung luar ruangan di taman hiburan Hirakata selama 20 menit sejak pukul 19:30 waktu setempat dan tidak sadarkan diri pada pukul 20:00.

Ia meninggal dunia tak lama setelah dilarikan ke rumah sakit.

Berdasarkan catatan Badan Meteorologi Jepang, temperatur udara saat itu mencapai 28,7 derajat Celsius.

Operator Taman Hirakata memohon maaf atas meninggalnya Yohei Yamaguchi serta mengatakan akan berusaha menemukan penyebabnya dan mencegah hal serupa terulang kembali lagi.

Taman Hirakata juga telah membatalkan semua event yang menggunakan maskot selama musim panas 2019 ini.

(TribunPalu.com/Rizki A.)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved