Tak Terdaftar Sebagai Penerima Jadup, Ratusan Penghuni Huntara Datangi Dinas Sosial Kota Palu
Ratusan penyintas yang tinggal di hunian sementara mendatangi kantor Dinas Sosial Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (2/9/2019).
TRIBUNPALU.COM, PALU - Ratusan penyintas yang tinggal di hunian sementara (Huntara) mendatangi kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (2/9/2019).
Mereka ialah warga dari huntara lapangan Koni, Kelurahan Tavanjuka dan huntara Kelurahan Talise.
Tampak mereka didampingi oleh Sulteng Bergerak dan Yayasan Tanah Merdeka.
Kedatangan para penyintas ini bertujuan untuk mempertanyakan nama mereka yang tidak masuk sebagai daftar penerima jaminan hidup (jadup).
Sementara, proses pendataan sudah berkali-kali dilakukan oleh pemerintah kota di huntara masing-masing.
Setelah daftar penerima jadup keluar, ternyata hanya beberapa korban yang tercatat dalam daftar.
Misalnya, dalam daftar penghuni huntara Ikhsanul Kair, yang keluar hanya 17 KK dari 21 KK.

• Masuk 10 Nama Capim KPK di Tangan Jokowi, Ini Profil dan Kiprah Irjen Firli
• Bantu Pemulihan Pascabencana, YDSF Bangun Sekolah, Masjid, dan Huntara di Sigi dan Donggala
• Hingga Awal September 2019, 5 Kecelakaan Telah Terjadi di Tol Cipularang, Ada yang Berselang 5 Hari
Demikian halnya di huntara yang berlokasi di Talise dan Lapangan Koni, mayoritas penyintas tidak masuk sebagai penerima jaminan hidup.
"Kami sangat menyayangkan metode pendataan yang dilakukan pemerintah," kata Koordinator Koalisi Sulteng Bergerak, Adriansa Manu.
Selain karena rumit dan lambat, sebagian besar korban justru tidak masuk dalam daftar penerima jadup.
Padahal, kata Adriansa, pemerintah baik provinsi, kota, dan kabupaten di Padagimo sudah berkali-kali melakukan pendataan.
Namun sampai saat ini kendalanya selalu soal teknis.
"Ini tentu saja tidak masuk akal karena durasi assessment, verifikasi, dan validasi data itu sudah berjalan sebelas bulan pascabencana," tegas Adriansa.
Sehingga, ia menegaskan agar pemerintah tidak membuat proses pendataan yang rumit dan berbelit-belit.
"Kalau ingin memastikan datanya benar, harusnya mereka menemui langsung para penyintas dengan cara melakukan verifikasi faktual di lapangan," tegasnya.
Sebab, kata Adriansa, tidak semua korban itu memiliki kelengkapan administrasi pascabencana.
"Masa' korban harus dituntut melengkapi seluruh administrasi, sementara pemerintah tidak mendampingi para penyintas untuk membuat seluruh persyaratan," tuturnya.
Selain itu, kata dia, tidak semua korban bisa setiap hari mengurus kelengkapan administrasinya karena butuh biaya.
"Apalagi di tengah tidak adanya pekerjaan, seribu rupiah pun bagi pengungsi itu sulit mereka dapatkan," ungkap Adriansa.
• Defisit BPJS Kesehatan Diprediksi Capai Rp 77,9 Triliun Pada 2024 Bila Iuran Tak Naik
• Dimulai Besok, Ini Hasil Drawing Taiwan Open 2019; Fajar/Rian Bakal Ditantang Wakil Malaysia
Ia pun secara tegas meminta pemerintah untuk mendatangi secara langsung warga yang menjadi korban bencana di kamp pengungsian, bukan hanya melayani warganya di dalam kantor.
"Libatkan mereka dalam proses assessment hingga verifikasi data," pintanya.
"Kalau pemerintah terlalu formalistik dan birokratis maka kami yakin besok atau lusa kantor Dinas Sosial ini akan dikepung oleh pengungsi," tambahnya.
(Tribunpalu.com/Abdul Humul Faaiz)