Demo Tolak RUU KUHP dan KPK

Bamsoet Umumkan RKUHP dan RUU Permasyarakatan Ditunda: Penundaan Juga Atas Aspirasi Mahasiswa

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengumumkan bahwa pengesahan RUU KUHP dan Permasyarakatan ditunda.

KOMPAS.com/JESSI CARINA
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senin (11/2/2019) 

TRIBUNPALU.COM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengumumkan bahwa pengesahan RUU KUHP dan Permasyarakatan ditunda.

Penundaan ini dilakukan atas usulan dari pemerintah.

"Perlu saya jelaskan disini bahwa dua yang pertama saya sebutkan, Rancangan Undang-Undang KUHP dan Rancangan Undang-Undang Lembaga Permasyarakatan sudah kami tunda sesuai dengan usul daripada pemerintah," ujar Bambang Soesatyo, dilansir dari kanal Youtube Metrotvnews.

Ia menuturkan bahwa pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak.

Melainkan harus bersama-sama.

"Karena kami menyadari tidak mungkin satu pihak bisa melaksanakan atau menuntaskan undang-undang jadi harus bersama-sama," ujar pria yang akrab Bamsoet tersebut.

Wujud Dukungan Terhadap Aksi Demonstrasi Tolak RUU KUHP, Awkarin Bagikan Nasi Kotak untuk Mahasiswa

Aksi Demontrasi Mahasiswa di Sejumlah Daerah Berakhir Ricuh, Karangan Bunga Pelantikan DPRD Dibakar

"Ketika pemerintah menyampaikan hal itu maka kami menyambutnya dengan baik dan kita sudah putuskan ditunda," sambungnya.

Lebih lanjut, Bamsoet menuturkan bahwa RUU Pertanahan dan Minerba masih dalam proses pembahasan.

Jadi tidak perlu adanya penundaan terhadap keduanya.

"Yang kedua pertanahan dan minerba masih dalam proses pembahasan jadi tidak diperlukan penundaan karena belum terjadinya pengambilan keputusan," ucapnya.

Bamspet meminta kepada seluruh mahasiswa untuk memahami keputusan yang diambil oleh DPR.

Menurutnya pengambilan keputusan ini juga didasarkan pada aspirasi dari masyarakat dan mahasiswa.

"Perlu juga saya sampaikan disini agar para adik-adik mahasiswa bisa memahami bahwa apa yang kami lakukan di sini juga tidak lain dan tidak bukan mendengar aspirasi yang berkembang di luar sana," tuturnya.

"Kami melakukan penundaan tidak saja atas usul pemerintah tetapi juga kami memutuskan penundaan atas aspirasi yang kami dengar dari pada adik-adik mahasiswa," imbuh Bamsoet.

Ia menegaskan bahwa saat ini RUU Pertahanan masih dalam proses pembahasan.

Terkait beberapa pasal kontroversial tentang RUU Pertanahan dan RUU Lembaga Permasyarakatan itu adalah kabar yang tidak benar atau hoaks.

"Kami juga mendengar bahwa Undang-Undang Pertanahan sudah disahkan atau mau disahkan ini juga masih jauh dari permainan, itu tidak benar," ujarnya.

"Kemudian undang-undang RUU Lembaga permasyaraktan napi bisa cuti dan jalan-jalan di mall itu juga tidak benar," tuturnya.

Hal tersebut yang menurut Bamsoet dapat menimbulkan suasana panas pada masyarakat.

"Jadi banyak hal-hal yang dipelintir di luar membuat suasana panas," imbuhnya.

Aksi Demonstrasi Mahasiswa Terjadi di Sejumah Daerah Indonesia

Gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi terjadi di sejumlah daerah, Senin (23/9/2019) kemarin hingga hari ini Selasa (24/9/2019).

Mereka menuntut pemerintah dan DPR membatalkan sejumlah rancangan undang-undang yang dianggap memberangus kebebasan sipil dan melemahkan agenda pemberantasan korupsi sesuai amanat reformasi.

Di Jakarta, aksi unjuk rasa dipusatkan di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2019).

Mahasiswa di kota-kota besar, seperti Yogyakarta, Bandung, Malang, Cirebon, dan di Provinsi Sumatera Barat juga turun ke jalan menyuarakan tuntutan mereka.

Dalam tuntutannya, mahasiswa menolak pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang dinilai akan melemahkan KPK.

Mahasiwa juga meminta DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena sejumlah pasal dinilai berisiko memberangus kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.

Adapula sejumlah rancangan undang-undang yang dianggap bermasalah, yakni RUU Pemasyarakatan, RUU Sumber Daya Air, dan UU Pertanahan.

Wiranto Sebut Demonstrasi Sudah Tidak Relevan

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menilai bahwa melakukan aksi demonstrasi di jalanan sudah tidak relevan dilakukan lagi.

Seperti diketahui demonstrasi mahasiswa terjadi di sejumlah daerah Indonesia sebagai bentuk aksi protes terhadap rencana Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan sejumlah rancangan Undang-undang yang dianggap kontroversial.

"Dengan adanya penundaan itu dengan didasarkan pada kebijakan pemerintah untuk lebih mendengarkan suara rakyat, maka sebenarnya demonstrasi yang menjurus pada penolakan Undang-Undang kemasyarakatan, KUHP, Ketenagakerjaan itu sudah nggak relevan lagi, nggak penting lagi," dilansir dari kanal Youtube Metrotvnews.

Menurut Wiranto ada sejumlah jalur yang lebih etis dan lebih terhormat untuk dilakukan.

"Karena bisa diberikan masukan lewat jalur-jalur yang tidak perlu dijalanan, lewat jalur-jalur yang lebih terhormat, lebih etis," tuturnya.

Satu di antara jalur yang menurut Wiranto terhormat dan etis adalah dengan mengadakan dialog dengan DPR atau pemerintah.

"Yakni dialog yang konstruktif baik dengan DPR atau dengan pemerintah," sambungnya.

Wiranto mengimbau kepada seluruh pihak untuk tidak melakukan aksi demonstrasi.

Aksi demonstrasi dianggap akan menimbulkan gangguan terhadap masyarakat.

"Maka saya betul-betul menghimbau disini agar rencana-rencana yang demonstrasi yang menyangkut penolakan tentang Undang-Undang yang saat ini ditunda itu lebih baik diurungkan karena hanya akan menguras energi kita, akan membuat masyarakat tidak tenteram, mengganggu ketertiban umum," ujar Wiranto.

Saat ini Wiranto mengajak seluruh masyarakat untuk memberikan masukan terhadap Undang-Undang yang akan dirancang pada pemerintahan berikutnya.

Ia berharap nantinya Undang-Undang yang baru tidak lagi menimbulkan pro dan kontra.

"Lebih baik diurungkan dulu sambil kita biuncangkan, apa-apa yang perlu masukan tambahan dari masyarakat, apa yang perlu didengarkan oleh DPR atau pemerintah yang akan datang."

"Agar undang-undang ini pada saat diundangkan itu tidak menimbulkan kerugian, menimbulkan pro dan kontra," ucap Wirtanto.

(TribunPalu.com)

Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved