Tito Karnavian: Jika Mantan Napi Tak Boleh Jadi Kepala Daerah, Indonesia Kembali ke Teori Kuno

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan polemik bisa tidaknya mantan narapidana menjadi kepala daerah sangat bergantung pada rakyat.

Dok. Kemendagri
Mendagri Tito Karnavian saat menggelar pertemuan dengan KPK bicarakan penjagaan anggaran 

TRIBUNPALU.COM - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan polemik bisa tidaknya mantan narapidana menjadi kepala daerah sangat bergantung pada rakyat.

Hanya saja menurut Tito apabila narapidana tidak boleh menjadi kepala daerah, maka Indonesia menerapkan teori kuno dalam sistem pemidanaan.

"Sekarang menyangkut narapidana apakah dapat menjabat a atau b dan seterusnya, terserah kepada rakyat mau pilih mana? Mau pilih teori pembalasan atau memilih teori rehabilitasi, kalau memilih pembalasan ya balas saja, termasuk dia engga boleh ngapa-ngapain, berarti kita kembali pada teori kuno," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (18/11/2019).

Pesan untuk Idham Azis yang Resmi Dilantik Jadi Kapolri, dari Joko Widodo hingga Tito Karnavian

Sertijab Kapolri Digelar Pagi Ini, Tito Karnavian Beri Ucapan Selamat untuk Idham Azis

Menurut Tito, konsep pemidanaan pada awalnya merupakan praktek teori pembalasan.

Orang yang berbuat jahat maka dia harus dibalas dengan cara dikekang kebebasannya yaitu masuk penjara, bahkan sampai hukuman mati atau dibunuh.

"Maka penjara itu disebut dengan prison tempat mengekang orang," katanya.

Dalam perkembangannya menurut mantan Kapolri tersebut, teori kriminologi mulai berubah.

Hukum memerangi kejahatannya, bukan orang yang berbuat kejahatan.

"Jadi orang itu dianggap kalau berbuat salah itu dianggap orang yang menyimpang, orang yang menyimpang ini harus dikoreksi direhabilitasi, maka lihat penjara di negara demokrasi bukan lagi disebut dengan prison tapi correction, kita pun menyebutnya bukan dengan penjara Cipinang tapi lembaga pemasyarakatan," katanya.

Dalam teori baru atau teori rehabilitas, apabila narapidana telah selesai menjalani hukumannya, maka ia sudah terkoreksi.

Sehingga sangat bergantung masyarakat apakah orang yang sudah terkoreksi tersebut bisa kembali mengabdi kepada negara atau tidak.

"Kalau dia terkoreksi apakah dia tidak diberikan kesempatan kembali memperbaiki dirinya untuk mengabdikan dirinya pada masyarakat, silahkan masyarakat menilai," katanya.

(Tribunnews, Taufik Ismail)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mendagri Tito Karnavian: Kita Kembali ke Teori Kuno Kalau Mantan Napi Tak Boleh Maju Pilkada

Ralat Pernyataan Soal Ahok Jadi Bos BUMN, Fadjroel Rachman: Kader Parpol Boleh Jadi Petinggi BUMN

Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman melalui pernyataannya menyebut bahwa Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok harus mundur dari kader PDI-P jika sudah menjabat pimpinan perusahaan plat merah. 

Kini, Fadjroel meralat pernyataannya soal kewajiban Ahok sebagai kader partai politik boleh menduduki kursi direksi atau posisi tinggi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Kader tidak masalah, sepanjang bukan pengurus parpol dan/atau calon legislatif dan/atau anggota legislatif," ujar Fadjroel, dikutip dari Kompas.comSenin (18/11/2019).

Menurutnya, Ahok hanya berstatus sebagai kader dan tidak harus mundur karena bukan pengurus partai.

Selain itu, para kandidat harus memenuhi persyaratan lain sesuai Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015

Fadjroel setelah berbicara dengan Menteri BUMN Erick Thohir mengaku baru menyadari aturan tersebut tak mengharuskan kader parpol untuk mundur .

"Kalau pengurus parpol menurut Permen BUMN harus mengundurkan diri, kader tidak masalah," ungkapnya.

Presiden Jokowi membenarkan bahwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan menjadi calon petinggi salah satu perusahaan BUMN.

Dilansir dari kanal Youtube KompasTV, Kamis (14/11/2019), Jokowi menilai kinerja Ahok selama ini telah terbukti baik.

"Kita tahu kinerjanya Pak Ahok. Jadi, ini masih dalam proses seleksi," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Ia mengungkapkan bahwa dalam hal ini Ahok masih dalam proses seleksi.

Jokowi saat diberikan pertanyaan apakah Ahok akan masuk Pertamina, ia hanya mengatakan untuk menanyakan langsung ke Menteri BUMN dan tidak menjawabnya.

"Tanyakan ke Menteri BUMN," pungkasnya.

Beda Pendapat Buya Syafii Maarif dan Novel Bamukmin Soal Isu Ahok Jadi Bos BUMN

Kritik Sukmawati Soekarnoputri, PKS: Hati-hati Membuat Statement Berkaitan dengan Keyakinan Agama

Ia mengatakan bahwa Ahok dapat memegang jabatan dua sekaligus yakni Direksi dan Komisaris, namun kembali dikatakan ini semua melalui proses seleksi.

"Bisa dua-duanya, tapi pakai proses seleksi dan masih dalam proses," ujar Jokowi.

Jokowi hanya mengulangi pernyataannya kembali bahwa Basuki tetap harus mengikuti seleksi.

"Masih dalam proses," jelasnya.

Selanjutnya, ia mengatakan untuk penempatan nantinya masih dalam proses seleksi yang ada di Kementerian BUMN.

Baca: Ima Mahdiah: Ahok Akan Membawa Perubahan di BUMN

Sebelumnya, Ahok mendatangi kantor Kementerian BUMN untuk bertemu Menteri BUMN Erick Thohir, Rabu (13/11/2019).

Pertemuan selama 1,5 jam tersebut Erick dan Ahok membicarakan soal perusahaan BUMN.

"Intinya banyak bicara soal BUMN, saya mau dilibatkan di salah satu BUMN, itu saja," ujar Basuki Tjahaja Purnama sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Kamis (14/11/2019).

(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jubir Presiden Jokowi Fadjroel Rachman Ralat Pernyataan Soal Ahok: Kader Parpol Boleh Jadi Bos BUMN

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved