Serangan Udara Tewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani, Upaya Pengalihan Isu Pemakzulan Donald Trump?
Elizabeth Warren menyebut, kemungkinan serangan yang menewaskan Qasem Soleimani merupakan upaya pengalihan isu dari pemakzulan Donald Trump.
TRIBUNPALU.COM - Serangan udara yang diluncurkan Amerika Serikat (AS) di bandara Baghdad, Irak, pada Jumat (3/1/2020) lalu menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani.
Qasem Soleimani tewas bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis
Komandan Pasukan Quds tersebut tewas setelah konvoi mobil yang ditumpanginya dihantam empat rudal dari drone MQ-9 Reaper milik AS.
Serangan udara ini dilaksanakan atas perintah Presiden AS Donald Trump.
Tewasnya Sang Jenderal membuat hubungan antara Iran dan Amerika Serikat memanas.
Serangan udara atas perintah Donald Trump yang menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani pun mendapat berbagai respon.
Dari Iran sendiri, respon yang dilakukan berupa pengibaran bendera merah.
Mengutip laman Kompas.com sebagaimana dikutip dari The Times of India, bendera merah Iran berarti panggilan untuk melakukan pembalasan terhadap kematian Qasem Soleimani yang tewas karena serangan Amerika Serikat di Baghdad.
Bendera merah dalam tradisi Syiah melambangkan darah yang tumpah secara tidak adil dan sebagai panggilan untuk membalas seseorang yang terbunuh.
Bendera merah, konon dikibarkan di tempat suci Imam Hussain di Karbala setelah kematiannya dalam Pertempuran Karbala (680 M).
Bendera tersebut belum diturunkan sampai sekarang.
Sejalan dengan tradisi Syiah, bendera itu hanya akan diturunkan begitu kematian Imam Hussain dibalas.
Pengibaran bendera merah saat ini menggarisbawahi seriusnya seruan Iran untuk membalas kematian Kepala Pasukan Elit Quds, Qasem Soleimani.

• Putri Jenderal Iran Qasem Soleimani Peringatkan Donald Trump: Hari yang Kelam Bakal Menimpa AS
• Tanggapan Perancis Terkait Penyerangan AS pada Qasem Soleimani: Dunia Tempat Berbahaya
Sementara itu di Amerika Serikat, perintah Donald Trump meluncurkan serangan udara ini menuai kritik.
Salah satunya dari kandidat presiden AS dari Partai Demokrat, Elizabeth Warren.
Elizabeth Warren menyebut, kemungkinan serangan yang menewaskan Qasem Soleimani merupakan upaya pengalihan isu dari pemakzulan Donald Trump.
Dikutip TribunPalu.com dari laman The Daily Beast, Elizabeth Warren mengatakan, "Ini adalah pertanyaan yang masuk akal."
Dalam acara Meet the Press di NBC, senator asal Massachussetts tersebut mempertanyakan, timing alias pemilihan waktu serangan yang menewaskan jenderal besar Iran tersebut di Baghdad.
"Pertanyaannya adalah 'mengapa sekarang?'" kata Elizabeth Warren.
"Kenapa bukan sebulan yang lalu? Kenapa bukan satu bulan dari sekarang? Dan pemerintah tidak bisa meluruskan penjelasannya. Mereka menunjuk pada berbagai arah yang berbeda," lanjutnya.
Ia kemudian membandingkan meningkatnya ketegangan dengan Iran dengan tekanan kampanye presiden terhadap Ukraina yang saat ini berada di tengah-tengah pemakzulannya.
"Pemerintah melakukan hal yang sama" dan Donald Trump sedang "mengedepankan kepentingan politik personalnya."
Pembawa acara Meet the Press, Chuck Todd bertanya, "Apakah menurut Anda, itu yang saat ini sedang terjadi?"
"Menurut saya, pertanyaan yang ditanyakan oleh orang-orang adalah, minggu depan Donald Trump menghadapi awal sidang pemakzulannya," kata Warren.
"Dan kenapa sekarang? Saya pikir, orang-orang mulai mempertanyakan mengapa saat ini Donald Trump melakukan hal itu? Kenapa tidak menundanya, dan kenapa hal ini begitu berbahaya, adalah bahwa dia benar-benar membawa kita ke permulaan perang," lanjutnya.
"Well, saya pikir, orang-orang pasti mempertanyakan, mengapa saat ini?" jelas Warren.
"Anda tahu, seperti yang saya katakan, pemerintah tidak dapat meluruskan penjelasannya, dan dalam kasus Ukraina, itu semua berkaitan dengan melindungi nama Donald Trump. Kita semua tahu bahwa Donald Trump sangat marah dengan adanya sidang pemakzulan atas dirinya. Namun, lihat apa yang ia lakukan sekarang. Ia membawa kita semua ke arah perang."
"Dan itu yang membuat kita (AS, red.), Timur Tengah, dan seluruh dunia berisiko mengalami perang."
• Iran Gelar Sayembara Berhadiah Rp1,1 Triliun untuk Kepala Trump, akan Balas Dendam ke Gedung Putih
• Seputar Tewasnya Jenderal Top Iran; Diserang Rudal atas Perintah Trump, Tanpa Pemberitahuan DPR AS
Sementara itu, dalam sebuah wawancara lain dengan State of the Union di CNN, pembawa acara Jake Tapper menekankan pernyataan Elizabeth Warren bahwa tindakan Donald Trump terhadap Iran merupakan politik 'kibasan ekor anjing' atau Wag the Dog.
"Apakah Anda yakin, Trump sedang menekan pelatuk pada operasi ini sebagai upaya pengalihan isu pemakzulan?" tanya Tapper.
"Apakah itu yang Anda pikirkan?" lanjut Tapper.
Elizabeth Warren pun menjawab, "Saya pikir, itu pertanyaan yang masuk akal untuk dipertanyakan, khususnya ketika pemerintah memberikan penjelasan kontradiktif terkait apa yang sedang terjadi setelah perintah Trump dilaksanakan."
"Bagaimana menurut Anda?" tanya Tapper.
"Saya pikir itu adalah pertanyaan yang tepat untuk ditanyakan," kata Warren.
"Kita akan mendapat lebih banyak informasi, tetapi melihat pemilihan waktu atas [serangan] ini, dan melihat apa yang dikatakan oleh Donald Trump dan administrasinya. Mereka merujuk pada berbagai arah [penjelasan] yang berbeda. Ada alasan mengapa Trump memilih saat ini, bukan sebulan yang lalu dan bukan sebulan dari sekarang, bukan respon yang tidak agresif dan tidak berbahaya," pungkasnya.
Mengutip artikel Kibasan Ekor Anjing yang ditulis Trias Kuncahyono dan tayang di Kompas.id, taktik Wag the Dog atau kibasan ekor anjing merupakan taktik politik untuk mengalihkan perhatian masyarakat banyak atau publik.
Dengan taktik ini, perhatian publik pada sebuah kasus, perkara, tragedi, atau tujuan politik teralihkan.
(TribunPalu.com/Rizki A.) (Kompas.com/Mela Arnani)