Rasmijan, Nelayan yang Pernah 'Perang Botol' dengan Kapal Taiwan di Natuna: Keamanan Harus Dijaga

Seorang nelayan asal Pantura, Rasmijan menceritakan pengalamannya saat terlibat bentrok dengan kapal asing.

Youtube Najwa Shihab
Seorang nelayan asal Pantura, Rasmijan menceritakan pengalamannya saat terlibat bentrok dengan kapal asing. 

TRIBUNPALU.COM - Belakangan ini, konflik antara Indonesia dengan China tengah menjadi perbincangan hangat.

Hal itu bermula dari masuknya Polisi Perairan (Coast Guard) China ke perairan Natuna yang merupakan wilayah Indonesia.

Rupanya ini bukanlah kali pertama ada kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia.

Seorang nelayan asal Pantura, Rasmijan menceritakan pengalamannya saat terlibat bentrok dengan kapal asing.

Rasmijan mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1994.

Kala itu ia tengah berlayar untuk menangkap laut di perairan Natuna.

"Tahun 1994 saya beroperasi di Natuna, terjadi bentrok fisik karena terlalu banyaknya kapal Taiwan yang dia pakai alat tangkapnya trol, pada waktu itu saya alat tangkapnya purse seine," ungkap Rasmijan yang dilansir dari tayangan Youtube Najwa Shihab.

Rasmijan menjelaskan bentrokan bermula karena kapal Taiwan tersebut menggunakan alat tangkap berupa trol.

Trol tersebut menyangkut ke purse seine yang Rasmijan gunakan untuk menangkap ikan.

"Purse seine itu kan pake rumpun, jangkar kalau siang, lha dia (kapal Taiwan pakai) trol kan narik terus, rumpun dan jangkar saya ketarik sampai dibawa ke barat terus," jelasnya.

Kisah Nelayan Natuna Pernah Diusir Kapal China: Di Situ Kan Natuna Utara, Kok Saya Diusir?

Kunjungi Natuna, Presiden Jokowi Akan Temui Langsung Ratusan Nelayan

Tanggapi Konflik Perairan Natuna, Ali Ngabalin: Ente Punya Kekuatan Apa Perang dengan China?

Bentrokan itu sendiri terjadi setelah kapal Taiwan mengangkat trolnya yang menyebabkan kapal tersebut memepet kapal Rasmijan.

Ia mengatakan bahwa dalam bentrokan itu, Rasmijan menggunakan botol-botol minuman dan es batu yang dibawanya.

"Bentrok fisik, karena itu udah mepet, kita nggak bawa alat apa-apa hanya ada botol minuman kemasan, dipecah dan lempar (ke kapal asing)," terangnya.

"Kehabisan botol, langsung bongkar es, es dipukuli dengan palu kayu langsung buat lempar-lempar," sambungnya.

Rasmijan juga menceritakan bahwa nahkoda dari kapal Taiwan itu membawa senjata berupa pistol.

Meski begitu, pistol tersebut tidak digunakan untuk menembak.

"Kapal Taiwan nahkodanya bawa senjata, bawa pistol itu," ujar Rasmijan.

"Ditembaki?" tanya Najwa Shihab.

"Bukan ditembak, tapi untuk menakut-nakuti," ungkapnya.

Tidak lama berselang, kapal Taiwan tersebut pergi menjauh.

Rasmijan sempat mengira bahwa kapal asing tersebut tidak akan kembali, namun ternyata dugaannya salah.

Kapal Taiwan tersebut kembali datang dengan membawa rombongan kapal lainnya.

"Saya pikir dia itu lari ya sudah lari, taunya datang banyak kapal. 19 tak hitung itu," ujarnya.

Melihat kapal Taiwan itu membawa rombongan, Rasmijan pun menjadi ketakutan.

"Aku ketakutan, lalu saya kontak sama teman-teman (nelayan) Tegal, Pekalongan, Batang, Rembang, 90 kapal purse seine itu datang, terus bertengkar." jelasnya.

Rasmijan mengatakan bahwa 'perang' antara nelayan lokal dengan kapal asing tersebut terjadi semalaman.

Para nelayan Indonesia menggunakan bensin atau minyak tanah yang diisi pada botol dan dibakar sebagai senjata untuk melawan kapal-kapal asing itu.

Sementara itu, di tahun 2010 Rasmijan kembali berhadapan dengan kapal-kapal dari Taiwan.

"Saya 2010 itu operasinya di Pulau Subi (yang berada di sebelah) timurnya Natuna. Itupun banyak kapal Taiwan juga itu, sampai saya ketakutan rasanya itu, nggak ada pengamanan yang mengamankan saya," jelasnya.

Atas sebab itu, Rasmijan pun meminta agar pemerintah memberikan pengamanan bagi nelayan lokal yang melaut di wilayah tersebut.

"Makanya ini kalau nelayan kita mau diarahkan ke sana, saya berterima kasih sekali. Cuman keamanannya juga harus dijaga," pungkasnya.

Simak selengkapnya berikut ini

 

Cerita Dedi, nelayan Natuna yang diusir Coast Guard China

Dilansir dari Tribunnews.com, Dedi, Nelayan Indonesia yang melaut mencari ikan di perairan Natuna sejak 2004 mengaku sering mendapat teror dari kapal China serta kapal asing lain.

Dedi mengaku intensitas kapal asing yang masuk perairan sempat berkurang pada beberapa tahun lalu, namun kembali banyak mulai tahun 2019.

Ia mengaku tak tahu penyebab banyaknya kapal asing masuk di perairan Natuna.

"Setahu saya tahun 2000an itu lebih banyak, tapi waktu tahun 2018, tahun 2017 itu sudah berkurang, tapi ini tahun 2019 mulai lagi," tutur Dedi saat berbicara di acara Mata Najwa, Rabu (8/1/2020)

Dedi menyebut untuk saat ini perairan Natuna agak rawan bagi dirinya serta Nelayan lainnya.

China Buka Suara Soal Natuna Setelah Indonesia Kirim Pesawat Tempur & Kapal Perang: Indonesia Tenang

Dubes China untuk RI Buka Suara Soal Natuna: Teman Baik Kadang Punya Perspektif yang Berbeda

Tanggapi Kunjungan Jokowi ke Natuna, Pengamat Militer: Ini Kok Reaksi yang Overacting Ya?

Dedi terakhir berjumpa dengan nelayan China serta kapal Coast Guard-nya pada 26 oktober 2019, saat itu ia diusir oleh kapal Cost Guard China.

Padahal berdasar titik koordinat yang ia pantau, kapalnya masih berada di perairan Indonesia.

"Dia mau mepet kapal saya, jadi saya minggir, tapi saya lari dengan pelan saja," tutur Dedi.

Dedi juga mengaku, tak hanya kapal China yang memasuki peraian Natuna, namun juga kapal Vietnam.

"Kalau China itu kapal Besi, kalau Vietnam kapal Kayu," ucapnya.

Dedi mengaku biasa melaut hanya seorang diri dengan kapalnya yang bermuatan sekitar 7 ton.

Ia sering berhadapan dengan kapal asing yang lebih besar dengan muatan mencapai 50 hingga 100 ton.

Ia juga pernah diusir oleh kapal Cost Guard Vietnam saat berada di perairan Natuna.

Beruntung Dedi saat itu bertemu dengan kapal tentara Indonesia dan merasa aman karena sudah diiringi sampai daratan.

"Itu kejadiannya jam 6 pagi, begitu saya jumpa sama kapal perang Indonesia, saya dibantu, saya diiringi keluar," tutur Dedi.

Dedi menyebut bahwa para nelayan asing jika mencari ikan menggunakan pukat Harimau.

Berbeda dengan nelayan Indonesia yang mencari ikan dengan pancing ulur.

Dedi berharap patroli di peraiaran Natuna dapat diperkuat lagi, sehingga Nelayan Indonesia dapat tenang jika mencari ikan disana.

"Harapan saya itu kalau bisa di Natuna itu ditambahkan masalah patrolinya itu, dan kapal perang itu ditambah, kalau bisa patroli di Natuna Utara itu kalau bisa 24 jam," ucapnya.

(TribunPalu.com/Clarissa Fauzany) (Tribunnews.com)

Sumber: Tribun Palu
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved