Australia Diprediksi Tak akan Bisa Lepas dari Siklus Kebakaran, Bagaimana Penjelasan Ilmiahnya?

Fakta ilmiah menunjukkan, peristiwa kebakaran masif akan menjadi bagian tak terlepas dari masa depan Australia.

Instagram/wildlifeplanet
Sebaran api di wilayah Australia. 

TRIBUNPALU.COM - Australia mengalami kebakaran masif yang lebih parah ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Kebakaran kali ini telah berlangsung sejak September 2019 lalu.

Cuaca yang panas mencapai 40 derajat Celsius dan kering, ditambah dengan kekeringan panjang dan angin yang kuat membuat api menyebar lebih cepat.

Kerusakan, ukuran, dan dampak yang ditimbulkan kebakaran kali ini juga jauh lebih besar.

Menurut catatan AJ+, hingga Jumat (10/1/2020), kebakaran di Australia telah menewaskan 27 orang.

Jika ditotal, lebih dari 14,7 juta hektar lahan terbakar di seluruh wilayah enam negara bagian di Australia, mengutip CNN.

Diwartakan Kompas.com, hampir satu miliar satwa juga harus kehilangan nyawa akibat kebakaran musim ini.

Kebakaran semak di New South Wales, Australia.
Kebakaran semak di New South Wales, Australia. (news.sky.com)

Namun, fakta ilmiah menunjukkan, peristiwa kebakaran masif akan menjadi bagian tak terlepas dari masa depan Australia.

Dikutip TribunPalu.com dari laman Mashable, peneliti bencana di University of Wollongong, Australia, Christine Eriksen mengatakan, "[Kebakaran] ini akan menjadi peristiwa berulang pada tahun-tahun yang akan datang."

Christine melanjutkan, "Kita tak akan bisa memisahkannya dari buku sejarah."

8 Fakta Kebakaran Masif di Australia, 24 Orang Tewas, Hampir 500 Juta Satwa Kehilangan Nyawa

Akibat Kebakaran di Australia, Koala Dinyatakan Sebagai Spesies yang Punah secara Fungsional

Pertaruhkan Nyawa, Wanita di Australia Rela Lepas Baju dan Selamatkan Koala dari Kebakaran Semak

Kebakaran masif akan menjadi peristiwa berulang di Australia karena Bumi semakin menghangat.

Temperatur di wilayah Australia bagian selatan sendiri sudah mengalami kenaikan sebesar 1,5 derajat Celsius sejak tahun 1800an.

Badan penelitian dan sains Australia, CSIRO, memperkirakan terjadinya kebakaran yang lebih parah dan semakin sering.

Departemen Dalam Negeri Australia menyimpulkan, "Didorong oleh perubahan iklim, ada potensi terjadinya sejumlah bencana alam dalam skala yang tak terbayangkan, dalam kombinasi yang belum pernah ada sebelumnya dan di lokasi yang tak terduga."

Selama beberapa dekade, peneliti kebakaran dan iklim di Australia telah memastikan potensi terjadinya kebakaran masif.

"Kami bisa melihat bahwa sebenarnya sudah ada peringatan yang diberikan," kata James Ricketts, veteran sukarelawan pemadam kebakaran di Australia sekaligus peneliti yang ikut menulis analisis iklim di CSIRO.

James melanjutkan, "Peringatan sudah dipublikasikan dalam tulisan ilmiah yang singkat dan mudah dipahami."

"Pesannya pun selalu sama," tambah James. "Semakin meningkatnya suhu berarti meningkatnya risiko terjadinya kebakaran."

Sebaran api di wilayah Australia.
Sebaran api di wilayah Australia. (Instagram/wildlifeplanet)

Namun, tentunya tidak ada peristiwa kebakaran yang hanya disebabkan oleh iklim atau temperatur yang menghangat.

Dalam kasus Australia, selain suhu yang menghangat, ada fenomena alam yang juga berkontribusi pada terjadinya kebakaran.

Yakni, Indian Ocean Dipole.

Fenomena ini menyebabkan rendahnya curah hujan di Australia.

Sehingga kekeringan semakin panjang dan dataran semak semakin gersang pula.

Namun, panas yang belum pernah terjadi di Australia sebelumnya-lah yang membuat kekeringan saat ini semakin menjadi-jadi.

"Keterulangan peristiwa kebakaran ini akan terasa hingga bergenerasi-generasi mendatang," kata Joe Fontaine, dosen ilmu konservasi dan lingkungan di Murdoch University, Australia.

"Kekeringan saat ini sama buruknya seperti peristiwa kekeringan Federation (1895-1903), tetapi suhunya lebih panas. Kekeringan yang lebih panas artinya meningkatkan risiko kebakaran semak dan kebakaran yang sulit dipadamkan seperti yang kita lihat di media," lanjutnya.

Sementara itu, kebakaran juga diperparah oleh karbon yang terjebak oleh panas di atmosfer.

"Kebakaran semak ini akan terus berulang di tahun-tahun yang akan datang," kata Christine Eriksen.

"Apa yang kita saksikan saat ini akan terus menyebar, semakin besar, dan menjadi pola yang akan dapat terlihat di masa depan," pungkasnya.

James Ricketts menambahkan, "Apa yang kita soroti soal kebakaran tahun ini adalah lokasi terjadinya di setiap negara bagian. Itulah yang membuatnya tak wajar."

Australia akan terbelenggu oleh siklus kebakaran karena hutannya sendiri juga terjebak dalam lingkaran setan kebakaran yang hebat.

Hampir selama 40 yahun, James Ricketts menyaksikan hutan-hutan di Australia semakin mudah terbakar.

Selama tahun-tahun di mana kebakaran terus berulang di berbagai tempat, hutan-hutan didominasi oleh semak dan pohon yang lebih kering yang bisa dengan cepatnya bertumbuh kembali setelah dilalap api.

Hutan pun kembali tumbuh dalam iklim yang lebih panas, dan juga lebih mudah terbakar.

"Mereka akan terus berulang dan terlihat seperti spiral tanpa akhir," kata Christine Eriksen.

"Itulah yang paling menakutkan dari situasi saat ini," tambahnya.

Kebakaran di Australia hampir dipastikan bakal memburuk pada tahun 2020 dan selanjutnya.

Hal ini dikarenakan emisi karbon global yang mencapai titik tertingginya pada 2019, harus turun ke titik nol untuk menghentikan pemanasan global.

Metallica Donasikan Rp 10,4 Miliar untuk Kebakaran Hutan di Australia

Pertaruhkan Nyawa, Wanita di Australia Rela Lepas Baju dan Selamatkan Koala dari Kebakaran Semak

Ilmuwan PBB pun menekankan, manusia harus memangkas emisi karbonnya sesegera mungkin.

Namun, pada kenyataannya, itu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dilaksanakan.

Australia sendiri merupakan salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia.

Artinya, Australia juga menyumbangkan emisi karbon global.

Sementara itu, dalam kerangka yang lebih besar, Bumi akan kembali mengalami kenaikan suhu sebesar satu derajat Celsius abad ini.

Jika itu terjadi, Bumi telah mengalami kenaikan suhu sebesar 2 derajat Celsius di atas level suhu pada masa sebelum Revolusi Industri.

Kenaikan ini juga menjadi ambang batas peringatan yang disepakati pada Perjanjian Iklim Paris.

Meski terlihat kecil, kenaikan suhu sebesar 2 derajat Celsius akan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap lingkungan.

Ambil saja contoh di Australia.

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, Australia bagian selatan akan mengalami tambahan satu bulan risiko terjadinya kebakaran jika suhu global meningkat 2 derajat Celsius.

Lebih dari 15 tahun yang lalu, penelitian James Rickett telah menyimpulkan adanya peningkatan risiko kebakaran pada tahun 2020 dan ini telah terbukti.

Risiko ini akan meningkat secara signifikan pada tahun 2050 mendatang.

Diperkirakan, pada 2050 nanti, durasi atau lamanya kebakaran semak di Australia akan meningkat dari hanya 23 hari pada awal abad 21 menjadi 30 hingga 38 hari.

(TribunPalu.com/Rizki A.)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved