Ada Jeda Antara OTT dan Penggeledahan,  Abraham Samad: Waktu Pelaku Kejahatan Buat Hilangkan Jejak

Ada Jeda antara OTT dan Penggeledahan,  Abraham Samad: Menyalahi SOP, ada Waktu Pelaku Kejahatan Buat Hilangkan Jejak

Penulis: Imam Saputro | Editor: Imam Saputro
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Ketua KPK Abraham Samad saat keluar dari gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (4/3/2016). Usai Kejaksaan Agung secara resmi mengesampingkan (deponering) perkaranya, Abraham Samad mendatangi Gedung KPK untuk bersilaturahmi dengan pimpinan jilid IV dan karyawan-karyawan KPK. 

TRIBUNPALU.COM - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad buka suara soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan jeda waktu KPK untuk melakukan penggeledahan di lokasi-lokasi terkait kasus tersebut.

Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap soal penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2020.

Kasus tersebut menyeret nama politisi PDIP Harun Masiku yang kini tengah jadi buronan KPK.

Namun sejak OTT pada 8 sampai 9 Januari 2020 lalu, KPK, hingga Senin 13 Januari 2020 belum melakukan penggeledahan di lokasi-lokasi terkait kasus tersebut.

Terkait hal itu, Mantan Ketua KPK, Abraham Samad menuliskan tanggapannya melalui cuitannya melalui akun Twitter @AbrSamad, Minggu (12/1/2020).

Saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (13/10/2020) Abraham Samad mengakui isi cuitan terkait OTT dan penggeledahan tersebut.

Ketua KPK 2011-2015 itu menyoroti lamanya rentang waktu antara OTT dengan penggeledahan pencarian barang bukti.

KPK dikabarkan baru melakukan penggeledahan pada beberapa hari ke depan.

Hal itu disebabkan karena KPK perlu menunggu izin dari Dewan Pengawas (Dewas) terlebih dulu.

Terkait hal itu, Abraham Samad pun menuliskan komentarnya.

Melalui akun Twitter-nya, Abraham Samad menilai hal ini baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah KPK.

"Pertama kali dalam sejarah, penggeledahan berhari2 pasca OTT," tulis Abraham Samad.

Tak hanya itu, Abraham Samad juga menganggap ada yang janggal terhadap izin penggeledahan yang diberikan Dewas KPK.

Menurutnya, OTT dan penggeledahan perlu dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Namun, untuk kasus ini yang terjadi justru sebaliknya.

"Tujuan penggeledahan itu agar menemukan bukti hukum secepat2nya.

"Itulah mengapa sebelum ini, OTT dan geledah itu selalu barengan waktunya. *ABAM," tulisnya.

Ia menilai OTT yang tak disertai penggeledahan justru bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

Abraham Samad menilai lamanya jarak waktu antara OTT dan penggeledahan memungkinkan pihak terkait untuk menghilangkan barang bukti.

"OTT yg tdk disertai penggeledahan pada waktunya, tdk saja menyimpang dari SOP, tp membuka peluang hilangnya barang bukti, petunjuk, dan alat bukti lain.

“Ini sama dgn memberi waktu pelaku kejahatan buat hilangkan jejak. *ABAM," tulis Abraham Samad.

Kronologi OTT Komisioner KPU

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan, Wahyu ditetapkan sebagai tersangka setelah rangkaian operasi tangkap tangan di sejumlah lokasi yang menjaring sebanyak delapan orang.

"Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan delapan orang pada Rabu-Kamis, 8-9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020) seperti diberitakan Kompas.com.

Lili menuturkan, OTT bermula dari adanya informasi terkait dugaan permintaan uang dari Wahyu kepada Agustiani Tio Feidelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga merupakan orang kepercayaan Wahyu.

Setelah mendapat informasi tersebut, tim KPK mengamankan Wahyu dan Rahmat Tonidaya, asisten Wahyu, di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (8/1/2020) pukul 12.55 WIB kemarin.

"Kemudian secara paralel, tim terpisah KPK mengamankan ATF di rumah pribadinya di Depok pada pukul 13.14 WIB. Dari ATF, tim mengamankan uang setara dengan sekitar Rp 400 juta dalam bentuk mata uang SGD dan buku rekening yang diduga terkait perkara," kata Lili.

Uang yang sudah dikantongi Agustiani tersebut diduga merupakan suap untuk Wahyu terkait penetapan anggota DPR.

Lili melanjutkan, tim lainnya mengamankan seorang pihak swasta bernama Saeful dan soprinya yang bernama Ilham serta seorang advokat bernama Doni di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, Rabu siang pukul 13.26 WIB.

Selain itu, KPK juga mengamankan dua anggota keluarga Wahyu di Banjarnegara, Jawa Tengah, yaitu Ika Indayani dan Wahyu Budiani.

Kedelapan orang tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa lebih lanjut.

Usai gelar perkara, KPK pun menetapkan Wahyu, Agustani, dan Saeful sebagai tersangka suap. Satu tersangka lain, Harun Masiku, belum ditangkap KPK.

"KPK meminta tersangka HAR segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif," ujar Lili.

(TribunPalu.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved