OPINI
OPINI: Gubernur Bersuara: Sentralisasi Anggaran 2026 Ancam Kesejahteraan Daerah
Dengan melihat fostur APBN 2026 cenderung sentralisasi fiskal di Pemerintah pusat, itu artinya telah melemahkan kampuan daerah
Oleh : #NiatSeputihRambut
Pengamat Kebijkan dan Ekonomi Publik
TRIBUNPALU.COM - Dengan melihat fostur APBN 2026 cenderung sentralisasi fiskal di Pemerintah pusat, itu artinya telah melemahkan kemampuan daerah untuk memecahkan persoalan penting di daerah sebagai bagian dari entitas pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia.
Berbagai persoalan penting di daerah yang justru menjadi persoalan penting bagi negara pemerintahan pusat, seperti: persoalan Pelayanan publik, Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Infrastruktur, Lokasi industri , sumber daya alam, kerusakan lingkungan, bahkan sumber Pendapatan negara.
Semua persoalan ini sangat terkait dengan pembangunan daerah dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah.
Saya pikir cara pandang perencanaan oleh para pengambil kebijakan dalam menetapkan arah kebijakan pembangunan nasional harus dirubah.
Bahwa seluruh persoalan pembangunan bermuara ke daerah dan desa.
Melihat Postur RAPBN 2026 telah disepakati oleh pemerintah dan DPR, dengan beberapa poin penting yang harus dikritisi
Ditargetkan Pendapatan Negara sebesar Rp3.153,6 triliun, dengan Belanja Negara sebesar Rp3.842,7 triliun, sebesar 82 persen atau Rp3.149,7 triliun , belanja Pemeritah Pusat kementerian lembaga dan non kementerian lembaga.
Sedangkan dana perimbangan atau Transfer ke daerah berupa DAU, DAK, DBH, Dana Otsus, Dana Daerah Istimewa dan Dana Desa keseluruhan hanya 18 persen atau sebeaar Rp. 693,0 triliun, yang diperuntukan untuk 38 Propinsi, 541 Kabupaten/ Kota dan 74 ribu desa.
Ini gambaran ketidak adilan fiskal yang sangat berdampak penurunan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam kondisi anggaran yang semakin terbatas tersebut, semua daerah masi dibebani dengan berbangai program atau kegiatan yaitu seperti Anggaran Stunting, anggaran MBG, P3K dan berbagai prioritas pemerintah pusat yang justru membebani APBD yang samakin terbatas.
Sebagai entitas sebuah Pemerintahan, Pemda juga ikut melaksanakan kebijakan strategis dan prioritas Presiden seperti Pelayanan Dasar seperti : Inprastruktur. Pendidikan, dan Kesehatan), Makanan Bergizi Gratis, Ketahanan Pangan, Swasembada Energi dan Air dalam kebijakan Asta Cita.
Itu artinya bahwa pembangunan di daerah merupakan subsisten dari sistem untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional.
Curhatan dan Keberatan 18 Gubernur kepada Menteri Keuangan adalah cerminan keresahan dari 38 Gubernur, 541 Bupati dan Wali Kota serta 74 ribu Kades se Indonesia.
Dan juga apa yang dilakukan oleh Kepala Daerah tersebut, seharusnya seluruh anggota DPR dan DPD RI peduli dan respon terhadap apa yang dilakukan oleh para Gubernur tersebut.
OPINI: Paradoks BUMN: Aset Strategis yang Terkikis Politisasi |
![]() |
---|
Validasi Data, Garis Kemiskinan dan Integrasi Program Jadi Kunci Utama Strategi Penangan Kemiskinan |
![]() |
---|
Pertanian di Tanah Kaili, Daya Saing atau Sekadar Slogan? |
![]() |
---|
Regenerasi Pertanian Nasional dari Timur Indonesia |
![]() |
---|
OPINI : Dokter Jantung Anak Hanya untuk yang Mampu? Potret Buram Akses Kesehatan Publik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.