Komentari Periode Kedua Jokowi, Ketua YLBHI: Kasus Pelanggaran HAM Tak Kunjung Terungkap
Asfinawati menyinggung soal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini tak kunjung terungkap.
TRIBUNPALU.COM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati membandingkan Joko Widodo (Jokowi) dengan presiden-presiden sebelumnya.
Dikutip TribunWow.com, Asfinawati pun menyinggung sejumlah tragedi kemanusiaan yang terjadi di era Jokowi.
Hal itu disampaikannya melalui tayangan YouTube Kompas TV, Senin (27/1/2020).
Mulanya, Asfinawati menyinggung soal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini tak kunjung terungkap.
"Bagaimana kita bisa melarikan pelanggaran HAM yang berat, nyawa jatuh, orang sudah meninggal," kata Asfinawati.
"Bagaimana nyawa anak sudah meninggal, di tragedi Semanggi, Trisakti dan lain-lain."
Disebutnya, tak adanya tindak lanjut soal pelanggaran itu hanyalah upaya untuk tetap mempertahankan kekuasaan.
"Jadi ketika nyawa orang tidak dihargai dengan alasan ini supaya tidak ada yang jatuh," ujarnya.
"Ini artinya kan mempertahankan kekuasaan."
Lebih lanjut, Asfinawati lantas membandingkan pemerintahan Jokowi dengan presiden sebelumnya.
Ia menyebut, di era presiden sebelumnya, para buruh masih bisa melakukan aksi unjuk rasa hingga depan Istana Negara.
Namun, hal itu tak terjadi di era Jokowi.
"Zaman dahulu ya, tidak terlalu lama sebelum Pak Jokowi itu kita bisa berdemontrasi pada May Day sampai depan istana," ucap Asfinawati.
"Dan pada saat itu sejak 1998, buruh kemudian menjadi hilang angin juga, kita kok kayak festival."

• 100 Hari Kerja Kabinet Jokowi - Maruf Amin, Moeldoko: Ini Prestasi, Bukan Sensasi
• Presiden Jokowi Perintahkan KBRI Kirim Logistik untuk WNI di Wuhan China
• Menhan Prabowo Diminta Jokowi untuk Kembangkan Alutsista Berbasis Digital
Menurutnya, di era Jokowi, aksi demonstrasi justru dihalangi agar tak mencapai wilayah Istana Negara.
"Tapi kemudian akhir-akhir ini kita dihalang-halangi cuma bisa sampai depan Patung Kuda," sambungnya.
"Ada penurunan, ada banyak sekali penegakan hukum yang menggunakan penyiksaan."
Terkait pernyataan Asfinawati itu, Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo pun angkat bicara.
Menurutnya, apa yang disampaikan Asfinawati itu justru berlebihan.
"Ya saya kira itu berlebih-lebihan lah," sahut Andreas Hugo.
"Saya bisa pertemukan bapak dengan korbannya kalau mau, korban akan marah jika dibilang berlebih-lebihan," jawab Asfinawati.
Andreas Hugo menyatakan, di era pemerintahan Jokowi, justru masyarakt diberi kebebasan seutuhnya untuk menyampaikan pendapat.
"Kita mengalami masa kebebasan yang sangat bebas sekarang ini," ucap Andreas Hugo.
"Termasuk dalam bidang politik, di dalam bagaimana kita menyampaikan aspirasi."
Ia menambahkan, tak cuma Jokowi, anggota DPR juga terbuka dalam menerima aspirasi rakyat.
"Di DPR kan terbuka untuk semua aspirasi yang datang," kata Andreas Hugo.
"Kalau tidak bisa ke pemerintah, bicara kita di DPR."
Simak video berikut ini pada menit 2.20:
Periode Kedua Jokowi Disebut sebagai Rezim Paling Parah
Dalam tayangan tersebut, sebelumnya Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengevaluasi kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah menjabat selama 100 hari.
Dilansir TribunWow.com, Ray Rangkuti menilai pemerintahan Jokowi adalah rezim yang paling buruk dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM).
Menurut Ray Rangkuti, Jokowi seolah mengorbankan penegakan hukum dan HAM hanya untuk memajukan pembangunan infrastuktur.
Mulanya, Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Emmy Hafild yang angkat bicara.
Menurutnya, kini terlalu dini menagih penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu pada Jokowi.
Sebab, Jokowi baru saja memulai pemerintahan periode keduanya selama 100 hari.
"Kemudian Jokowi diminta menyelesaikan itu semua, sementara belum selesai ini," ucapnya.
"Ini baru 3 bulan, baru 100 hari."
Melanjutkan penjelasannya, Emmy Hafild pun menyinggung pemerintahan Jokowi sebelumnya.
"Lima tahun yang sebelumnya dia menghadapi ekonomi," kata Emmy Hafild.
"Peninggalan infrastruktur yang berantakan."
Lantas, ia menilai kini keinginan Jokowi memperbaiki infrastruktur sudah terwujud.
"Sekarang infrastruktur sudah, kita menghadapi ekonomi global yang sedang lesu," kata Emmy Hafild.
"Ini bagaimana supaya kita tetap bisa jalan, SDM yang parah."
Lebih lanjut, Emmy Hafild memberikan penilaiannya soal penegakan hukum dan HAM di era Jokowi.
• Pemerintah Terkesan Tutupi Informasi, Warga China Samakan Virus Corona dengan Tragedi Chernobyl
• Fakta Penemuan Jasad Remaja di Gorong-gorong di Tasikmalaya, Berawal dari Bagian Kaki yang Muncul
• Muncul Kerajaan King of The King, Klaim Punya Aset Soekarno, Tugaskan Prabowo Beli Pesawat Tempur
"Saya kira penegakan hukum tidak jadi prioritas yang ke bawah," ucapnya.
"Tetap menjadi prioritas, tidak ada yang menyebabkan itu menjadi nomor dua atau nomor tiga, tidak."
Menanggapi pernyataan Emmy Hafild, Ray Rangkuti pun angkat bicara.
Ray Rangkuti menyoroti soal keberadaan kompetitor politik di dalam pemerintahan.
"Saya menanggapi soal pelibatan, bukan mitra politik ya, 'Kompetitor di dalam pemerintahan sebagai langkah yang positif'," ucap Ray Rangkuti.
"Sebaliknya menurut saya justru itu negatifnya."
Ray Rangkuti lantas memberikan penilaiannya terhadap penegakan hukum dan HAM di era Jokowi.
Secara terang-terangan, Ray Rangkuti bahkan menyebut rezim Jokowi melakukan penegakan hukum dan HAM yang paling parah dibandingkan dengan presiden sebelumnya.
"Penegakan hukum dan asasi manusia saya kira ini yang paling parah," ucap Ray Rangkuti.
"Di rezimnya Pak Jokowi."
Bahkan, ia menyebut Jokowi rela tak menegakkan hukum dan HAM hanya untuk membangun infrastruktur.
"Saya hampir-hampir mau mengatakan suasananya seperti mengabaikan dua faktor ini demi apa yang disebut pembangunan infrastruktur," sambung Ray Rangkuti.
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul 100 Hari Masa Kerja Jokowi, Ketua YLBHI Bandingkan dengan Presiden Sebelumnya: Nyawa Tak Dihargai