Australia Rilis Daftar 113 Satwa Asli yang Terancam Punah akibat Kebakaran Semak 2019-2020

Terbaru, Australia telah merilis daftar satwa yang terancam punah dan membutuhkan intervensi darurat pasca-musim kebakaran semak 2019-2020.

Editor: Imam Saputro
savethekoala.com
ILUSTRASI koala. Australia telah merilis daftar satwa yang terancam punah dan membutuhkan intervensi darurat pasca-musim kebakaran semak 2019-2020. 

TRIBUNPALU.COM - Pada pertengahan 2019 hingga awal tahun 2020, Australia mengalami kebakaran semak dalam skala masif.

Tepatnya, kebakaran semak bermula pada September 2019.

Namun, karena cuaca yang panas mencapai 40 derajat Celsius dan kering, ditambah dengan kekeringan panjang dan angin yang kuat membuat api menyebar lebih cepat.

Kerusakan, ukuran, dan dampak yang ditimbulkan kebakaran kali ini juga jauh lebih besar.

Diberitakan oleh The Sydney Morning Herald pada 25 Januari 2020 lalu, sebanyak 25 orang tewas sejak musim kebakaran semak New South Wales bermula pada 2019.

Jika ditotal, lebih dari 18,6 juta hektar lahan terbakar di seluruh wilayah enam negara bagian di Australia, mengutip busseltonmail.com.au.

Diwartakan Kompas.com, hampir satu miliar satwa juga harus kehilangan nyawa akibat kebakaran musim ini.

Namun, diperkirakan jumlah satwa yang menjadi korban kebakaran semak masif di Australia melebihi angka tersebut.

Terbaru, Australia telah merilis daftar satwa yang terancam punah dan membutuhkan intervensi darurat untuk pemulihannya pasca-musim kebakaran semak 2019-2020.

Daftar tersebut dirilis pada Selasa (11/2/2020).

Sebaran api di wilayah Australia.
Sebaran api kebakaran semak di wilayah Australia. (Instagram/wildlifeplanet)

Dikutip TribunPalu.com dari laman This is Insider, total ada 113 spesies binatang yang membutuhkan 'intervensi darurat' (emergency intervention) setelah kebakaran masif menghancurkan habitat alami mereka.

Departemen Pertanian, Air, dan Lingkungan Australia mencakup 13 spesies burung, 19 mamalia, 20 reptil, 17 katak, lima invertebrata (hewan tak bertulang belakang), 22 crayfish (jenis lobster air tawar), dan 17 ikan yang saat ini berstatus terancam.

Para ahli memperkirakan, setidaknya 30 persen dari habitat sebagian besar binatang-binatang tersebut terbakar.

Beberapa spesies, termasuk koala, kehilangan wilayah habitat dengan persentase lebih besar daripada angka itu.

Dalam daftar yang dikeluarkan pemerintah Australia ini, disebutkan bahwa:

"Kebakaran telah mencakup ke area yang begitu luas dan ini bukanlah hal yang biasa."

"Di banyak tempat, kebakaran terjadi dengan intensitas yang tinggi."

"Beberapa spesies satwa awalnya sudah berstatus terancam sebelum kebakaran terjadi."

"Namun, kebakaran kali ini bakal meningkatkan risiko kepunahan mereka."

Sosok Matt Wright, Pakar Buaya dari Australia yang Bantu Selamatkan Buaya Berkalung Ban di Kota Palu

Penyelamatan Buaya Berkalung Ban, Ahli Buaya Asal Australia Pasang Perangkap Besi di Sungai Palu

Akibat Kebakaran di Australia, Koala Dinyatakan Sebagai Spesies yang Punah secara Fungsional

Pertaruhkan Nyawa, Wanita di Australia Rela Lepas Baju dan Selamatkan Koala dari Kebakaran Semak

Salah satu spesies binatang yang masuk ke daftar adalah koala.

Pada Desember 2019, Menteri Lingkungan Australia mengatakan hampir 30 persen dari populasi koala di New South Wales tewas akibat kebakaran semak masif kali ini.

Para ahli bahkan sempat menyatakan, koala sudah punah secara fungsional.

Pemerintah Australia juga menyatakan spesies binatang asli lainnya, yakni platipus, ikut terancam.

Pada Januari 2020, para ilmuwan mengatakan spesies mamalia berparuh seperti bebek tersebut telah terdorong hingga ambang kepunahan.

Sementara itu, daftar ini sendiri belum mencakup spesies tanaman.

Pemerintah Australia menyebut, pihaknya sedang mengukur seberapa besar ancaman yang dihadapi oleh vegetasi di negaranya.

"Spesies binatang yang tercakup merupakan prioritas awal, masih banyak spesies yang lain yang juga membutuhkan manajemen intervensi untuk mendukung pemulihannya," kata Departemen Pertanian, Air, dan Lingkungan Australia.

Sebenarnya, kebakaran semak adalah hal yang umum terjadi di Australia selama bulan-bulan musim panas dan musim semi yang kering dan panas.

Namun, musim kebakaran semak 2019-2020 merupakan yang terburuk.

Sejak September 2019, kebakaran yang belum pernah terjadi merambah ke sebagian wilayah benua Australia.

Departemen Pertanian, Air, dan Lingkungan Australia menyebut, "Kebakaran yang terus terjadi akan menyebabkan semakin banyak spesies yang menjadi prioritas dalam intervensi darurat."

Fakta ilmiah menunjukkan, peristiwa kebakaran masif akan menjadi bagian tak terlepas dari masa depan Australia.

Dikutip TribunPalu.com dari laman Mashable, peneliti bencana di University of Wollongong, Australia, Christine Eriksen mengatakan, "[Kebakaran] ini akan menjadi peristiwa berulang pada tahun-tahun yang akan datang."

Christine melanjutkan, "Kita tak akan bisa memisahkannya dari buku sejarah."

Kebakaran masif akan menjadi peristiwa berulang di Australia karena Bumi semakin menghangat.

Temperatur di wilayah Australia bagian selatan sendiri sudah mengalami kenaikan sebesar 1,5 derajat Celsius sejak tahun 1800an.

Badan penelitian dan sains Australia, CSIRO, memperkirakan terjadinya kebakaran yang lebih parah dan semakin sering.

Departemen Dalam Negeri Australia menyimpulkan, "Didorong oleh perubahan iklim, ada potensi terjadinya sejumlah bencana alam dalam skala yang tak terbayangkan, dalam kombinasi yang belum pernah ada sebelumnya dan di lokasi yang tak terduga."

Cegah Penyebaran Virus Corona, Sejumlah Restoran di Hong Kong Buat Batas Pemisah Antarpengunjung

Kisah Pasutri Tunanetra Penjual Kerupuk di Lampung: Tiap Berantem Istri Luluh dengan Cokelat

8 Fakta Kebakaran Masif di Australia, 24 Orang Tewas, Hampir 500 Juta Satwa Kehilangan Nyawa

Pertaruhkan Nyawa, Wanita di Australia Rela Lepas Baju dan Selamatkan Koala dari Kebakaran Semak

Selama beberapa dekade, peneliti kebakaran dan iklim di Australia telah memastikan potensi terjadinya kebakaran masif.

"Kami bisa melihat bahwa sebenarnya sudah ada peringatan yang diberikan," kata James Ricketts, veteran sukarelawan pemadam kebakaran di Australia sekaligus peneliti yang ikut menulis analisis iklim di CSIRO.

James melanjutkan, "Peringatan sudah dipublikasikan dalam tulisan ilmiah yang singkat dan mudah dipahami."

"Pesannya pun selalu sama," tambah James. "Semakin meningkatnya suhu berarti semakin meningkat pula risiko terjadinya kebakaran."

Namun, tentunya tidak ada peristiwa kebakaran yang hanya disebabkan oleh iklim atau temperatur yang menghangat.

Dalam kasus Australia, selain suhu yang menghangat, ada fenomena alam yang juga berkontribusi pada terjadinya kebakaran.

Yakni, Indian Ocean Dipole.

Fenomena ini menyebabkan rendahnya curah hujan di Australia.

Sehingga kekeringan semakin panjang dan dataran semak semakin gersang pula.

Namun, panas yang belum pernah terjadi di Australia sebelumnya-lah yang membuat kekeringan saat ini semakin menjadi-jadi.

"Keterulangan peristiwa kebakaran ini akan terasa hingga bergenerasi-generasi mendatang," kata Joe Fontaine, dosen ilmu konservasi dan lingkungan di Murdoch University, Australia.

"Kekeringan saat ini sama buruknya seperti peristiwa kekeringan Federation (1895-1903), tetapi suhunya lebih panas. Kekeringan yang lebih panas artinya meningkatkan risiko kebakaran semak dan kebakaran yang sulit dipadamkan seperti yang kita lihat di media," lanjutnya.

Sementara itu, kebakaran juga diperparah oleh karbon yang terjebak oleh panas di atmosfer.

"Kebakaran semak ini akan terus berulang di tahun-tahun yang akan datang," kata Christine Eriksen.

"Apa yang kita saksikan saat ini akan terus menyebar, semakin besar, dan menjadi pola yang akan dapat terlihat di masa depan," pungkasnya.

James Ricketts menambahkan, "Apa yang kita soroti soal kebakaran tahun ini adalah lokasi terjadinya di setiap negara bagian. Itulah yang membuatnya tak wajar."

Australia akan terbelenggu oleh siklus kebakaran karena hutannya sendiri juga terjebak dalam lingkaran setan kebakaran yang hebat.

Hampir selama 40 yahun, James Ricketts menyaksikan hutan-hutan di Australia semakin mudah terbakar.

Selama tahun-tahun di mana kebakaran terus berulang di berbagai tempat, hutan-hutan didominasi oleh semak dan pohon yang lebih kering yang bisa dengan cepatnya bertumbuh kembali setelah dilalap api.

Hutan pun kembali tumbuh dalam iklim yang lebih panas, dan juga lebih mudah terbakar.

"Mereka akan terus berulang dan terlihat seperti spiral tanpa akhir," kata Christine Eriksen.

"Itulah yang paling menakutkan dari situasi saat ini," tambahnya.

Kebakaran di Australia hampir dipastikan bakal memburuk pada tahun 2020 dan selanjutnya.

(TribunPalu.com/Rizki A.)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved