Iuran BPJS Batal Naik, Mahfud MD Sebut Pemerintah Ikuti Putusan, Ganjar Pranowo: Rakyat Senang
Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan untuk membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
TRIBUNPALU.COM - Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan untuk membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Keputusan MA ini mendapatkan respons dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Mahfud MD menyebut, pemerintah akan mengikuti keputusan dari MA tersebut, karena memang tidak bisa melawan.
"Judicial review itu sekali diputus final dan mengikat."
"Oleh sebab itu, kita ikuti saja, pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan," ujar Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (9/3/2020), dikutip dari Kompas.com.
Ia menyampaikan, keputusan tersebut tidak bisa dilakukan banding, karena judicial review berbeda dengan gugatan perkara maupun perdata.
"Putusan MA, kalau judicial review itu adalah putusan yang final, tidak ada banding terhadap judicial review."
"Berbeda dengan gugatan perkara, perdata atau pidana itu masih ada PK, kalau sudah diputus oleh MA di kasasi," jelas Mahfud MD.

Ganjar Pranowo
Senada dengan Mahfud MD, Ganjar juga menyambut baik atas keputusan dari MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS tersebut.
Menurutnya, keputusan MA itu harus menjadi momentum perbaikan sistem tata kelola sistem BPJS.
"Inilah kesempatan BPJS sebagai pengelola untuk melakukan perbaikan sistem."
"Pasti rakyat senang dengan keputusan ini," kata Ganjar di Semarang, Senin, dikutip dari Kompas.com.
Ia menyampaikan, perlu dilakukan pembenahan semangat BPJS sebagai pelayanan kesehatan masyarakat.
"BPJS adalah semangatnya melayani, membuat kesehatan masyarakat lebih baik, jadi buatlah bener-bener lebih baik," ungkap Ganjar.

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro menyampaikan, kenaikan BPJS telah dibatalkan oleh MA per 1 Januari 2020.
Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945.