Virus Corona

300 Jenazah Covid-19 Berhari-hari Tergeletak di Jalanan Ekuador, Kontainer jadi Kamar Mayat Darurat

Sekira 300-an jenazah Covid-19 yang meninggal di rumah dibiarkan tergeletak selama berhari-hari di jalanan Ekuador, kontainer jadi kamar mayat darurat

Str / Marcos Pin / AFP
Orang-orang melihat mayat yang dikatakan tergeletak selama tiga hari di luar klinik di Guayaquil, Ekuador pada 3 April 2020 - Sekira 300-an jenazah Covid-19 yang meninggal di rumah dibiarkan tergeletak selama berhari-hari di jalanan Ekuador, kontainer jadi kamar mayat darurat 

Situasi ini tak hanya berdampak pada mereka yang meninggal akibat Covid-19 tetapi juga korban yang meninggal karena penyebab lain.

Sebagai tetangga, Wendy Noboa bercerita tentang korban yang meninggal pada 29 Maret.

"Ia jatuh dan meninggal karena luka di kepala. Saya panggil ambulans lewat 911 tapi mereka tak datang. Ia tinggal bersama ayahnya yang berumur 96 tahun. Akhirnya ia dibiarkan di apartemen seharian sampai ada anggota keluarga datang membawa peti untuk memakamkannya. Tapi mereka juga tak bisa melakukannya karena tak ada dokter yang datang untuk menandatangani sertifikat kematian," ujar Wendy Noboa.

Gambar rilis oleh Pemerintah Guaya yang memperlihatkan petugas polisi dan petugas kedokteran forensik mengambil mayat Covid-19 dari sebuah rumah di Guayaquil, Ekuador, pada 27 Maret 2020.
Gambar rilis oleh Pemerintah Guaya yang memperlihatkan petugas polisi dan petugas kedokteran forensik mengambil mayat Covid-19 dari sebuah rumah di Guayaquil, Ekuador, pada 27 Maret 2020. (Pemerintah Guaya/AFP)

Bakar Jenazah Korban Virus Corona 24 Jam Non-stop, Petugas Kremasi di China Alami Kelelahan

Menurut koran El Comercio, akhinya kepolisian Ekuador mengevakuasi 300 lebih jenazah yang diambil di berbagai rumah di kota itu.

Sebelumnya diwartakan oleh koran El Universo melaporkan pemerintah kota telah merencanakan pemakaman massal pada 28 Maret, tetapi rencana ini tak mendapatkan sambutan masyarakat.

Alasannya yakni terkait tradisi di kota itu bahwa pemulasaraan harus disaksikan keluarga.

Hal itu diungkapkan oleh ahli sosiologi asal Guayaqui, Hector Chiriboga kepada BBC Mundo.

"Di kota ini orang menunggu saudara mereka yang tinggal dan kerja di Eropa untuk kembali. Jenazah lalu dimandikan dan didandani. Sedangkan kremasi sangat dipandang buruk oleh Gereja Katolik,” kata Hector Chiriboga.

“Pemakaman massal itu pukulan bagi masyarakat yang punya ritual dalam kematian dan pemakaman. Mereka Kristen atau Katolik dan mereka akan sakit hati seandainya ritual pemakaman tidak dijalankan,” lanjutnya.

Warga Tolak Pemakaman Mantan Anggota DPRD Sulsel: Kalau Masih Ingin Hidup Enak Jangan Kubur di Sini!

Sementara penolakan serupa juga disampaikan Jorge Wated selaku kepala gugus tugas pemakaman yang dibentuk Presiden Lenin Moreno.

Ia mengaku tak akan menerima tugas dari presiden apabila diperintahkan untuk membuat pemakaman massal.

"Saya menerima tugas ini untuk membawa mereka yang meninggal dari rumah dan rumah sakit di Guayaquil, dan mereka yang tak bisa mendapat layanan pemakaman bisa dimakamkan dengan layak secara Kristen, di halaman gereja di kota ini," katanya.

Namun, Jorge Wated menyatakan keluarga korban tidak boleh menghadiri pemakaman.

Seorang pria (R) yang mengenakan masker sedang menunggu jenazah kerabatnya di sebelah seorang pekerja kesehatan di luar rumah sakit di Guayaquil, Ekuador pada 1 April 2020.
Seorang pria (R) yang mengenakan masker sedang menunggu jenazah kerabatnya di sebelah seorang pekerja kesehatan di luar rumah sakit di Guayaquil, Ekuador pada 1 April 2020. (Enrique Ortiz / AFP)

Solusi kemudian datang dari Presiden Lenin Moreno untuk mengatasi membeludaknya jenazah di kota itu.

Dikutip dari CNN, dalam pidato kenegaraannya pada Kamis (2/4/2020) menyerukan keterbukaan data di semua tingkat pemerintahan mengenai jumlah kasus virus corona di setiap wilayah.

Halaman
123
Sumber: Tribun Palu
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved