Kota Wuhan di China Cabut Lockdown Corona, Puluhan Ribu Orang Tinggalkan Kota

Puluhan ribu orang meninggalkan Kota Wuhan yang sudah tidak lagi di-lockdown. Setidaknya 55 ribu orang naik kereta meninggalkan Wuhan

Editor: Imam Saputro
Twitter.com/CGTNOfficial
Pembatasan kunjungan dihentikan, warga padati gerbang tol keluar kota Wuhan 

TRIBUNPALU.COM - Puluhan ribu orang meninggalkan Kota Wuhan yang sudah tidak lagi di-lockdown.

Setidaknya 55 ribu orang naik kereta meninggalkan Wuhan pada Rabu (8/4/2020).

Sementara itu, 100 penerbangan komersil mulai berjalan di hari yang sama, untuk pertama kalinya sejak 23 Januari lalu.

Seperti yang dilansir South China Morning Post, kota-kota di seluruh China sedang bersiap untuk didatangi ribuan penduduk dari Wuhan.

Warga asli Wuhan maupun pendatang telah "terkunci" selama berminggu-minggu di Wuhan, kota yang merupakan pusat penyebaran virus corona pertama kali.

Seorang wanita mengenakan masker menyesuaikan masker anaknya ketika mereka tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan untuk mengambil salah satu kereta pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah Cina awal pada 8 April 2020
Seorang wanita mengenakan masker menyesuaikan masker anaknya ketika mereka tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan untuk mengambil salah satu kereta pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah Cina awal pada 8 April 2020 (NOEL CELIS / AFP)

Diperkirakan 55.000 orang meninggalkan kota Wuhan dengan kereta pada hari pertama kereta api beroperasi kembali.

Mereka menuju ke semua bagian negara itu, dari Shanghai ke Beijing, Shenzhen ke Chengdu, menurut otoritas kereta api setempat.

Selain itu, lebih dari 100 penerbangan komersial juga berangkat dari Wuhan.

Di sebuah pintu tol di Jalan Raya Gongjialing, warga bernama Dong Lijun menunggu sebuah truk pickup yang akan ia naiki untuk membawanya kembali ke provinsi Jiangxi, tempat ia menjalankan bisnis konstruksi.

Pria berusia 43 tahun itu mengatakan, ia senang meninggalkan kota Wuhan.

Ia telah bersemangat menunggu keberangkatannya sejak bulan lalu.

Pejabat di Jiangxi mengatakan kepadanya bahwa dia diizinkan kembali selama dia menjalani pemeriksaan kesehatan.

"Aku benar-benar lega ketika mendengar itu," kata Dong.

"Akhirnya aku bisa pergi."

Orang-orang yang mengenakan pakaian pelindung dan masker tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan, untuk naik salah satu kereta api pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah China awal 8 April 2020. Pihak berwenang Cina mencabut larangan lebih dari dua bulan pada perjalanan keluar dari kota di mana pandemi global pertama kali muncul.
Orang-orang yang mengenakan pakaian pelindung dan masker tiba di Stasiun Kereta Api Hankou di Wuhan, untuk naik salah satu kereta api pertama yang meninggalkan kota di provinsi Hubei tengah China awal 8 April 2020. Pihak berwenang Cina mencabut larangan lebih dari dua bulan pada perjalanan keluar dari kota di mana pandemi global pertama kali muncul. (Hector RETAMAL / AFP)

Sementara itu Rong Laiqi, seorang sopir taksi berusia 60 tahun di Wuhan, mengatakan dia masih tidak yakin apakah relaksasi pembatasan perjalanan itu berpengaruh padanya.

Rong hampir tidak mencari nafkah selama 11 minggu terakhir.

Kini ia pun belum mendengar kabar dari perusahaan tempat ia bekerja dulu, apakah ia bisa kembali menarik penumpang atau belum.

Meski belum jelas, setelah dua bulan hidup dalam karantina, Rong mengatakan bahwa dia senang lockdown telah berakhir.

Namun, karena ada laporan orang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala, ia menyebut ia dan keluarganya masih akan tetap berhati-hati ketika mereka pergi.

Sementara itu, warga lain berkesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada ribuan pekerja medis yang telah berada di garis depan pertempuran melawan Covid-19 di Wuhan.

Sebuah spanduk besar yang dipajang di jembatan jalan raya bertuliskan:

"Kamu adalah orang-orang yang paling mengagumkan di era baru."

"Orang-orang di Wuhan akan selalu mengingatmu."

Ada sekitar 11.000 penduduk Beijing yang terdampar di Wuhan saat lockdown.

Kini 866 di antaranya telah meninggalkan kota dengan naik kereta api berkecepatan tinggi, kata Chen Pei, wakil sekretaris jenderal pemerintah kota ibukota.

Pihak berwenang di Beijing mengatakan mereka akan membatasi jumlah pengungsi yang kembali dari Wuhan menjadi sekitar 1.000 per hari.

Semua pendatang dari Wuhan akan dites untuk virus corona.

Tindakan serupa juga dilakukan di provinsi selatan Guangdong.

Mereka yang dinyatakan negatif diizinkan memasuki wilayah tersebut, kata pihak berwenang setempat.

Namun, mereka yang dinyatakan negatif pun diminta untuk tetap di rumah selama mungkin jika mereka tidak bekerja.

Puluhan Ribu Warga Padati Wisata Alam Usai Lockdown Dilonggarkan

Setelah keputusan China melonggarkan kebijakan lockdown, rupanya justru tak membuat kewaspadaan warganya meningkat.

Bak merayakan kebebasan akibat lockdown total di China, puluhan ribu orang berbondong-bondong ke tempat wisata Gunung Huangshan, di Provinsi Anhui, tepatnya di bagian timur Negeri Tirai Bambu.

Akibatnya, pengelola tempat wisata itu akhirnya menutup jalur menuju pegunungan tersebut.

Ledakan pengunjung ini dipicu oleh tindakan pemerintah setempat yang menawarkan liburan gratis demi memulihkan perekonomian dari sektor pariwisata.

Dikutip dari South China Morning Post, sebelumnya Sabtu (4/4/2020) pemerintah Provinsi Anhui telah menawarkan tiket masuk gratis ke 29 tempat wisata di provinsi itu termasuk Gunung Huangshan untuk kembali meningkatkan jumlah pengunjung.

Namun untuk tetap mewaspadai adanya penularan Covid-19, protokol kesehatan masih dijalankan di gerbang masuk tempat wisata.

Pengunjung diminta untuk menunjukkan status kesehatannya pada aplikasi, memakai masker bedah dan diukur suhu tubuhnya sebelum masuk.

China Lakukan Lockdown Lagi, Kasus Covid-19 Kembali Muncul dari Pasien Tanpa Gejala

Ahli Asal China Sebut Pandemi Corona Dapat Terkendali pada Akhir April 2020

Akan tetapi, pada Minggu pengunjung membludak sebab telah mencapi batas harian pengunjung yakni sebanyak 20.000 orang.

Pihak berwenang tempat wisata akhirnya memutuskan untuk menutup tempat itu.

Mereka juga meminta agar pengunjung datang di lain waktu atau mengunjungi tempat wisata di antara 29 tempat yang ditawarkan.

Potret padatnya pengunjung di pegunungan Huangshan pun langsung bertebaran di media sosial.

Di Twitter misalnya, akun bernama @QiZHAI mendeskripsikan dua potret yang ia unggah.

"Orang-orang memadati Huangshan (Yellow Mountain), jajaran bergerigi lebih dari 70 puncak seperti pisau di Provinsi Anhui, China Timur, setelah larangan karantina dicabut di sebagian besar wilayah China #CoronavirusPandemic," tulis @QiZHAI.

Longgarkan Aturan, China Lockdown Total Lagi, Kasus Covid-19 Kembali Muncul dari Pasien Tanpa Gejala

Ahli Pernapasan China Sebut Corona Bisa Dikendalikan pada Akhir April, Namun Hal Ini Jadi Catatan

Rupanya, kepadatan warga tak hanya terjadi di pegunungan Huangshan saja.

Dikutip dari CNN, kisah serupa terjadi di Ibukota Beijing.

Penduduk lokal Beijing berbondong-bondong ke taman kota dan ruang terbuka.

Keadaan kembali normal setelah tiga bulan virus corona pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan, China.

Dalam beberapa minggu terakhir, tingkat infeksi virus corona di negara tersebut telah melambat secara signifikan.

Tetapi sementara pemerintah perlahan-lahan melonggarkan pembatasan mobilitas, para pakar ahli kesehatan di China justru mendesak masyarakat untuk terus berhati-hati.

Hal tersebut diungkapkan oleh Zeng Guang selaku kepala ahli epidemiologi mengatakan kepada Health Times pada Kamis (2/4/2020) bahwa China belum melihat titik terang berakhirnya wabah ini.

"Tiongkok tidak mendekati akhir (wabah), tetapi telah memasuki babak baru. Dengan epidemi global yang berkobar, China belum mencapai akhir," kata Zeng Guang.

Orang-orang yang memakai masker wajah di tengah pandemi coronavirus COVID-19 melintasi jalan di Beijing pada 5 April 2020.
Orang-orang yang memakai masker wajah di tengah pandemi coronavirus COVID-19 melintasi jalan di Beijing pada 5 April 2020. (NICOLAS ASFOURI / AFP)

Runtuhnya aktivitas telah sangat berdampak pada sektor ekonomi negara, yang menyebabkan kekhawatiran krisis dalam jangan panjang.

Namun, dalam beberapa minggu terakhir, ada tanda-tanda bahwa pemerintah yang telah khawatir akan membuka kebijakan lockdown terlalu cepat akan berakibat pada ledakan gelombang kedua virus corona di negera tersebut.

Hal itu tampak dari keputusan batalnya pembukaan bioskop pada akhir Maret.

Sementara banyak tempat wisata di Shanghai yang hanya buka selama 10 hari sebelum ditutup kembali pada 31 Maret.

Mulai 1 Mei 2020, China Larang Warganya Konsumsi Daging Anjing dan Kucing

Cegah Penyebaran Virus Corona, Sejumlah Restoran di Hong Kong Buat Batas Pemisah Antarpengunjung

Kekhawatiran soal apakah China akan melonggarkan lockdown secepat mungkin telah menyebabkan para ahli dan otoritas Hong Kong memberi peringatan kemungkina adanya 'gelombang ketiga' infeksi di kota itu.

Yuen Kwokyung mengatakan kepada media setempat pada Minggu (5/4/2020) bahwa kemungkinan ada 'gelombang baru' kasus Covid-19 di China.

Ia juga membandingkan bahwa di Hong Kong pun masih ada kemungkinan adanya gelombang ketiga yang datang setelah gelombang kedua usai.

Sebab di Hong Kong, hanya dalam waktu kurang dari dua minggu, jumlah infeksi lokal telah meningkat dari 317 menjadi hampir 900.

Anggota dewan distrik pro-demokrasi, Tramy Chan (R ke-3) berbicara dengan seorang warga lanjut usia (L) di sebuah perumahan umum pada tanggal 28 Maret 2020, tentang layanan pengiriman makanan dan penjemputan untuk penduduk yang kesulitan meninggalkan rumah mereka selama pandemi coronavirus COVID-19.
Anggota dewan distrik pro-demokrasi, Tramy Chan (kanan ke-3) berbicara dengan seorang warga lanjut usia (kiri) di sebuah perumahan umum pada tanggal 28 Maret 2020, tentang layanan pengiriman makanan dan penjemputan untuk penduduk yang kesulitan meninggalkan rumah mereka selama pandemi coronavirus COVID-19. (ISAAC LAWRENCE / AFP)

"Jadi di Hong Kong, kita mungkin memiliki kasus gelombang ketiga yang datang dari daratan setelah gelombang kedua. Wabah ini masih serius di masyarakat. Pada tahap ini, masih belum optimis. Yang paling saya khawatirkan adalah pengujian yang tidak memadai pada pasien dengan gejala ringan, yang menghalangi kita untuk memutus rantai penularan," kata Yuen Kwokyung.

Untuk mengantisipasinya, Dewan Eksekutif Hong Kong, Bernard Chan mengatakan kepada radio RTHK, bahwa pemerintah kota masih memiliki langkah-langkah yang lebih keras yang bisa dilakukan untuk mengendalikan angka penularan virus corona.

Langkah-langkah tersebut mencakup membatasi restoran agar hanya melayani pesanan 'take away' alias hanya dibawa pulang atau bahkan melakukan lockdown di seluruh kota.

"Itu bisa juga berisiko menyebarkan kepanikan, tetapi kita harus menerima bahwa mungkin diperlukan jika alternatifnya adalah risiko sesuatu yang lebih buruk," kata Bernard Chan.

(TribunPalu.com/Isti Prasetya)

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved