Peneliti Sebut Puncak Kasus Corona di Indonesia Bisa Segera Terlewati, Ini Syaratnya

Indonesia bisa lebih awal mencapai puncak wabah Virus Corona setelah pemerintah mendatangkan perangkat deteksi berbasis molekuler dari luar negeri, m

Editor: Imam Saputro
Tribunnews/Herudin
Penumpang memakai masker di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (6/4/2020). Pemerintah mengeluarkan aturan kepada seluruh masyarakat agar wajib memakai masker apabila ke luar rumah, hal itu seiring dengan imbauan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengurangi risiko penyebaran virus corona (Covid-19). 

Namun perempuan yang juga merupakan ketua tim simulasi dan permodelan Covid-19 Indonesia (SimcovID) itu menekankan bahwa peningkatan jumlah tes perlu dibarengi periode isolasi.

Sebelumnya, dengan kapasitas tes saat ini dan aturan pembatasan yang longgar - yaitu hanya 30-60% masyarakat yang melakukan isolasi, sementara sisanya bergerak bebas - ia memprediksi puncak wabah tercapai pada awal Juli, dengan durasi wabah 10 bulan.

Dengan dilakukannya tes secara masif, beserta aturan pembatasan ketat sehingga hanya 10% orang yang keluar rumah, puncak penyebaran wabah bisa bergeser ke akhir April atau awal Mei; tanpa pembatasan ketat, maka puncaknya hanya akan bergeser sedikit ke akhir Mei atau Juni.

Bagaimanapun, Nuning menekankan bahwa perhitungan model merupakan simulasi, bukan angka pasti yang 100% dijamin akan terjadi.

"Ini kurang lebih untuk memicu keseriusan semua pihak untuk isolasi diri sendiri dan memacu para pembuat keputusan dan sektor-sektor penting yang harusnya semua terlibat aktif untuk lebih cepat dan serius menangani segala hal ini," ujarnya.

Presiden Jokowi telah mencanangkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penyebaran Covid-19.
Untuk memberlakukan PSBB, kepala daerah perlu mengantongi izin dari Menteri Kesehatan.

Sejauh ini, baru DKI Jakarta yang bakal memberlakukan PSBB. Gubernur Anies Baswedan mengatakan PSBB di ibu kota dimulai pada tanggal 10 April dan meliputi berbagai pembatasan kegiatan sosial, termasuk larangan berkerumun lebih dari lima orang.

Ia menambahkan bahwa warga yang melanggar aturan PSBB akan dikenai sanksi.

Tidak bisa langsung tercapai

Herawati Sudoyo dari Eijkman, salah satu laboratorium rujukan pemeriksaan Covid-19, mengatakan mesin PCR yang didatangkan pemerintah bisa meningkatkan kapasitas laboratorium dalam melakukan tes - terutama mengotomatisasi ekstraksi RNA, proses yang paling memakan waktu.

Namun menurutnya Indonesia tidak bisa segera mencapai target 300.000 tes per bulan.

Ia menjelaskan Indonesia tidak seperti Amerika Serikat, yang setiap negara bagiannya memiliki laboratorium dengan tingkat keselamatan hayati yang tinggi.

Untuk melakukan tes Covid-19 diperlukan laboratorium dengan tingkat keselamatan hayati atau Biosafety minimal level 2 (BSL-2). Menurut Herawati, tidak semua provinsi memiliki kemampuan SDM dan fasilitas yang mumpuni.

"Saya kira kita nggak bisa membebani atau memberikan tanggung jawab besar begitu kepada daerah yang saya tahu sampai sekarang itu bahkan masih minta dilatih. Bahkan masih menanyakan SOP-nya apa yang kita pakai. Itu kan berarti nggak siap," ujarnya kepada BBC News Indonesia lewat sambungan telepon.

Maka dari itu, Herawati mengatakan bahwa penyaluran mesin PCR perlu dibarengi dengan pelatihan SDM dan pengembangan prosedur standar operasi (SOP) untuk tes Virus Corona.

Itu juga akan mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi wabah yang akan datang.

Sumber: TribunWow.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved