Ada Usulan Tahun Ajaran Baru Diundur, Ini Sisi Positif dan Negatifnya Menurut Pemerhati Pendidikan

Kemendikbud telah meluncurkan kalender pendidikan Tahun Ajaran 2020/2021 yang akan dimulai pada tanggal 13 Juli 2020.

Amiruddin/Tribun Timur
ILUSTRASI Aktivitas Sekolah -- Suasana hari pertama masuk sekolah di SDN 2 unggulan Maros, Senin (15/7/2019). 

TRIBUNPALU.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meluncurkan kalender pendidikan Tahun Ajaran 2020/2021 yang akan dimulai pada tanggal 13 Juli 2020.

Menurut pemerhati pendidikan, Darmaningtyas, tidak perlu ada perubahan tahun ajaran seperti yang diusulkan beberapa orang agar tahun ajaran baru dimundurkan mulai Januari.

Hal itu seperti tahun ajaran yang berlangsung seperti pada periode 1966-1977.

“Urgensi usulan memundurkan tahun ajaran baru itu antara lain, yakni mengikuti skenario yang optimis, seperti ajakan Presiden Jokowi agar kita berdamai dengan virus corona itu berhasil. Yakni dalam arti pergerakan masyarakat mulai muncul dan kegiatan ekonomi pun mulai ada,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang juga dimuat di akun Facebook pribadinya, Senin (18/5/2020).

Dia juga mempertanyakan, apakah secara otomatis masyarakat masih memiliki kemampuan (pendanaan) untuk menyekolahkan anak-anak mereka?

Bukankah masa enam bulan ke depan adalah masa-masa sulit untuk mencari pekerjaan atau usaha baru?

“Kondisi ekonomi dan psikologis masyarakat saat ini tidak memungkinkan orangtua memikirkan mencari sekolah baru. Hal itu karena, kebutuhan untuk survive sehari-hari saja sudah susah, masih dibebani pikiran untuk mencarikan sekolah anaknya yang akan masuk ke TK, SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, bahkan ke perguruan tinggi,” tuturnya.

Menurut pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa (PKBTS) di Yogyakarta itu, kalau mengikuti skenario yang pesimis, masa pandemi ini tidak jelas kapan akan berakhir.

Bahkan pada saat tahun ajaran baru bulan Juli pun belum berakhir.

Personel TNI Dihukum Penjara 14 Hari Gara-gara Sang Istri Inginkan Pemerintahan Jokowi Tumbang

Di Qatar, Warga yang Tak Pakai Masker bisa Didenda Rp815 Juta dan Terancam Penjara 3 Tahun

Sebaran Virus Corona di Indonesia per Senin, 18 Mei 2020: Sulawesi Selatan Tembus Angka 1.000

“Apakah cukup manusiawi bila masyarakat masih dihadapkan pada masalah pandemi corona dan dan sekaligus bingung mendapatkan sembako, tapi harus memikirkan mencari sekolah baru bagi anaknya? Bisa-bisa banyak orang tidak menyekolahkan anaknya. Betul, sekolah di SD dan SMP negeri tidak bayar SPP. Namun, kebutuhan bersekolah tidak hanya SPP, SPP itu hanya 25 persen dari total kebutuhan anak sekolah di setiap jenjang pendidikan,” ungkapnya.

Bila bulan Juli virus corona belum pergi, lalu tahun ajaran baru dimulai dan pembelajaran dilaksanakan secara online akan terasa ganjil.

Hal itu karena para murid belum saling berkenalan.

Demikian pula antara guru dan murid juga belum berkenalan, tapi mereka sudah harus melaksanakan pembelajaran online.

“Kecuali itu, tidak semua orangtua dan daerah siap dengan pembelajaran online. Indonesia itu tidak hanya terdiri dari kelas menengah di perkotaan, tapi juga kaum miskin di perkotaan dan warga yang tinggal di daerah pesisir dan pedalaman yang jaringan listrik maupun sinyal HP belum tentu lancar,” ucapnya.

Kecuali itu, tambanhya, bila proses pembelajaran dilaksanakan secara online, termasuk untuk murid-murid, maka sesungguhnya ada yang hilang dari fungsi sekolah, yaitu sebagai ruang untuk membangun interaksi dan relasi sosial antara murid satu dengan lainnya, maupun antara murid dengan guru.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved