Kisah Puluhan Anak di Makassar yang Belajar di Kuburan karena Tak Bisa Ikuti Sekolah Online
Namun, tidak semua anak dapat mengikuti belajar online karena mereka tak mempunyai ponsel pintar dan mampu mengisi kuota internet.
Seiring berjalannya waktu, ada banyak anak dari Kelurahan Mamajang Luar yang ikut belajar, sehingga total anak-anak yang belajar di TPU Dadi mencapai 80-an orang.
“Jadi waktu belajar online mereka ada, sama seperti jam sekolah mulai dari pagi sampai sore. Jadi ada anak yang masuk shift pagi dan ada yang shift sekolah sore. Habis maghrib, belajar mengaji dilanjutkan. Ada tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama di sekitar yang membantu mengajar,” jelasnya.
• Disebut Tengah Menutupi Kesedihan, Aurel : Pipi Bunda Ngajarin kalau Ada Sesuatu Dibawa Happy Aja
• Menkeu Sri Mulyani Mengaku Sulit Buat Kebijakan di Tengah Pandemi Covid-19
• Bukan dari Pemerintah China, Laporan Pertama Covid-19 Ternyata dari Pihak Ini
Paleweri mengungkapkan, anak-anak tersebut tidak risih ataupun takut dengan situasi belajar di sekitar kuburan.
Mereka sudah terbiasa dengan situasi itu.
Anak-anak tersebut bahkan siang dan malam lewat di TPU tersebut.
Ini karena jalan menuju rumah mereka harus melewati kuburan.
Lokasi pendidikan yang dia bangun juga membuat anak-anak saling peduli.
Misalnya ada anak yang tidak mempunyai ponsel pintar, maka anak yang memiliki akan meminjamkannya.
Paleweri tetap berupaya untuk membeli ponsel pintar agar bisa digunakan bersama.
Jika sekolah online berakhir, dia akan tetap melanjutkan tempat belajar bersama itu.
“Saya sebagai anggota institusi Polri wajib membantu masyarakat. Apalagi dengan membantu orang lain, nilai pahalanya yang sangat besar,” tuturnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Puluhan Anak Miskin Belajar di Kuburan karena Tak Bisa Sekolah Online, Ini Ceritanya"
Penulis : Kontributor Makassar, Hendra Cipto